Dhanu.
Pemandangan apa sih di depan gue?
Nyokap gue yang lagi memuji Fadli habis-habisan, atau Najla yang sedang memandang gue dengan tatapan kasihan. Kasihan atau lagi ngejek ya dia?
"Ya ampun, selama ini Tante cuma dengar cerita aja, ternyata memang bener ya, ganteng, tinggi, sopan lagi."
"Nggak gitu kok tante," Fadli mengelak kalem.
"Tuh kan, rendah hati pula! Memangnya Dhanu nggak dibilang ganteng aja ngaku-ngaku ganteng." Gue nyaris tersedak air putih ketika nyokap mengatakannya sambil melirik gue.
Ini yang anaknya gue atau Fadli ya?
"Mama, mau Dhanu antar pulang lagi?"
"Yeee, sama orang tua kok ngancam, tuh Nada kamu jangan mau sama Dhanu, sama mamanya aja nggak sopan apa lagi sama kamu." Nada yang sejak tadi hanya tertawa kini ikut menyahut.
"Nada juga nggak mau kok Tante sama kak Dhanu, kak Dhanu nggak konsisten," ujarnya sambil tertawa, membuat gue meringis.
Ini Nada lagi nyindir ya?
"Mending kamu cari yang kayak Fadli aja, udah ganteng, sopan, baik lagi. Kamu juga Jla, cari yang kayak Fadli aja, jangan yang kayak Dhanu." Najla yang sejak tadi hanya menatap gue kasihan, sekarang ikut tertawa.
Gila ini sih, beberapa jam aja nyokap gue di sini, abis udah harga diri gue depan Fadli sama Nada.
"Tante, udah ah, kasihan Dhanu, udah jelek tambah jelek, nanti Nada ikut kabur juga," gue mendengus mendengar kalimat Najla. Dasar medusa. Ngebelain sih ngebelain, tapi tetep aja harga diri gue dijatohin.
"Ya, habis gimana dong, Jla? Fadli begini di bandingin sama Dhanu yang begitu, ya tante nggak rela dong." Gue melotot mendengar kalimat nyokap yang sudah kelewat ekstrim.
Wait, wait, wait.
BEGINI BEGITU APA MAKSUDNYA WOY?
"Ma..." nyokap gue menoleh mendengar geraman gue, tapi tampaknya beliau masih tidak perduli.
"Fadli itu contoh cowok yang gentle banget lagi," kata nyokap sebelum beralih menatap Fadli. "Katanya udah ngelamar Thalia kan? Gimana nggak gentle tuh?"
Gerakan gue otomatis terhenti, mendengar satu kalimat sakral yang nyokap gue ucapkan. Gue merasa bahwa detik pun tidak bergerak setelahnya. Ketika Fadli menatap gue dengan tatapan bersalah, barulah gue tersadar.
Aku-kamu itu ternyata sudah sejauh ini.
Gue menelan ludah, menyadari bahwa nyaris seluruh orang di ruangan ini menatap gue dengan sorot dalam artian masing-masing, kecuali nyokap, yang saat ini sudah menghempaskan tubuhnya di sofa dengan majalah di tangan.
"Sama perempuan memang harus begitu, jangan kebanyakan di gantungin," ujar nyokap gue.
Kini, nadanya bukan lagi nada meledek, tapi ada keseriusan di sana. Ya, ini artinya sejak tadi nyokap memang berniat memberi gue sedikit sentilan.
Dari tempat gue, dapat gue saksikan Nada tersenyum miris sebelum menghembuskan napas kecil dan beralih pada Najla. Najla sendiri hanya menggeleng-gelengkan kepala. Dan satu-satunya orang yang tetap clueless hanyalah si dongo Fadli.
Gue nyaris terlonjak ketika sebuah suara terdengar di telinga kiri gue.
"Pantes aja kak Thalia pilihnya kak Fadli, saingan kakak berat juga." Gue menoleh dan menemukan Diandra yang mengerjap-ngerjapkan matanya sok polos.
KAMU SEDANG MEMBACA
Crush
Teen Fiction#26 in teenfiction (19 April 2017) Jika ada tempat, dimana memiliki terasa begitu mustahil, dan meninggalkan rasanya terlalu sulit, maka Dhanu dan Thalia berdiri di sana. Begitulah keduanya, yang satu berlari, yang satu hanya diam, yang satu mengeja...