Najla.
Rencana belajar? Bubar jalan.
Aku udah lupa kemana si Thalia yang dengan muka melas ngajakin aku belajar bareng beberapa hari yang lalu.
Foto Fadli udah kayak apa ya? Berhala kali ya? Sampai bikin Thalia lupa daratan. Makin terbang ke langit, makin ngejerunuk jatuh cinta sama Fadli.
Bahkan, es krim yang waktu itu Dhanu beliin malem-malem, yang waktu itu Dhanu bawa ke rumah ku malem-malem, gara-gara dikacangin Thalia, inget kan? Es krim yang katanya udah bikin cacing diperutnya pada ileran, tetep aja dicuekin.
Siang itu, dihari yang sama dengan hari bersemangatnya Thalia belajar dan nyari kampus. Hari yang sama juga berarti, dengan hari, dimana Dhanu dengan bodoh dan tololnya menyediakan kain kafannya sendiri, melui foto Fadli.
Kami berdua duduk di kasur kamarku. Aku sudah mengeluarkan buku-buku dari dalam rak, mengeluarkan es krim dari Dhanu, bahkan sampai beli lagi cemilan di pinggir jalan. Tetap aja yang di tongkrongin cuma itu foto.
"Tha, jangan diliatin mulu kali, kasihan itu foto."
"Biarin aja ah, lagi gue pelet tau nih anak." Thalia mengibaskan tangannya sekilas, sebelum kembali mengabaikanku, sialan.
"Nih, dari Dhanu kemaren malem dia bawain." Thalia melirik es krim itu sekilas, awalnya aku kira es krim ini berhasil mengalihkan perhatiannya, awalnya sebelum dia nyeletuk.
"Buat lo aja deh, Jla, yang ini lebih manis," katanya sambil menggoyang goyangkan fotonya Fadli.
Aku berdecak kesal, sesakti itu foto Fadli sampai bisa bikin si rakus satu ini tobat?
Lagian, nggak habis pikir juga aku sama si Dhanu. Mbok ya, itu otak dipinjemin sama siapa? Kenapa nggak sekalian aja dia menawarkan diri untuk nyomblangin Thalia dan Fadli. Kan seru tuh.
Seru banget, ngeliat dia ngegali lobang kuburan sendiri.
"Thalia! Jadi, lo mau belajar nggak?"
"Enggak Jla, gue udah tau cita cita gue apa, gue mau jadi bininya Fadli aja." Mau muntah aku dengarnya.
Ini percakapan aku sama Thalia dihari lainnya, waktu kami pulang ke rumah aku untuk belajar yang tetap aja hasilnya bubar jalan.
Akhirnya aku menyerah juga soal belajar, percuma juga yang minta belajar bareng pikirannya masih diawang-awang. Taruhan sama aku, seenggaknya mungkin sebulan baru bisa di lepas itu foto.
Setelah menutup buku, aku langsung berangsur ke sampingnya.
“Tha, lo ngerasa nggak sih, kalo Dhanu agak gimana gitu?" Thalia menatapku bingung, lalu menggeleng pelan, membuatku gemas sendiri.
"Sejak dia ngasih foto Fadli ke elo, ih masa lo nggak ngerasa sih?" Aku tau ini anak memang nggak peka, pengennya sih aku langsung nyeplosin, tapi nanti Dhanu kelihatan lebih bego, gara-gara pernyataannya aku yang wakilin.
"Gimana apanya? Biasa aja ah." Thalia menyedikan bahunya acuh, sebelum kembali menatap si berhala.
"Jadi sering anget-angetan dia. Ngantin bareng kita aja jarang, malah kata anak cowok dia lagi patah hati parah." Gerakan Thalia terhenti sesaat, lalu menurunkan foto Fadli dari hadapannya.
"Emang Jla? Kok gue nggak ngeh, sih? Gara-gara foto Fadli jadi nggak merhatiin deh.”
"Iya, masa lo segitu nggak perdulinya, sih? Menurut lo kenapa tuh ya Tha? Jangan-jangan bener lagi apa kata anak anak, dia naksir lo, gara-gara lo sibuk ngeliatin foto si Fadli mulu yaudah deh dia broken heart." Thalia langsung menimpukku dengan bantal.
"Bego lo Jla, kalo dia naksir gue, nggak mungkin lah dia ngasih ini ke gue." Thalia mengacungkan foto Fadli tinggi-tinggi, membuatku berdecak.
"Tha, kalo lo tau, pasti lo bakal bilang gue pinter dan si Dhanu itu yang bodohnya udah ke ubun-ubun."
"Apaan, Jla?"
"Enggak! Untung lo gak denger" Aku harus bersyukur apa ngeluh ya, punya temen buta kayak Thalia?
Sini deh ya kalian, kalau punya mata yang bagus atau otak yang pintar, tolong banget pinjemin ke dua sahabat ku ini. Yang satu buta yang satu nggak ada otak.
----
KAMU SEDANG MEMBACA
Crush
Teen Fiction#26 in teenfiction (19 April 2017) Jika ada tempat, dimana memiliki terasa begitu mustahil, dan meninggalkan rasanya terlalu sulit, maka Dhanu dan Thalia berdiri di sana. Begitulah keduanya, yang satu berlari, yang satu hanya diam, yang satu mengeja...