Dhanu.
Gue baru balik dari rumah Najla, setelah hampir selusin telfon gue ke Thalia dia abaikan.
Kalo kata Najla, Thalia ngambek karena gue matiin hp. Padahal, gue tadi beliin dia es krim yang entah udah berapa lama bikin cacing-cacing di perut dia ngiler, jadi lah es krim jatah Thalia diabisin juga sama Najla.
Sekarang sudah jam sebelas malam, tapi gue sama sekali belum ngantuk, padahal capek banget ya naik motor Jakarta-Tangerang cuma demi es krim yang rasanya sama sekali tidak sebanding dengan jaraknya.
Sejak pulang tadi, entah berapa banyak bbm dari Nada yang gue abaikan. Mungkin dia agak khawatir karena setelah mengantar dia pulang tadi, gue sama sekali belum ngabarin dia. Jangan sebut gue brengsek, tapi salah kan Najla, si sakars, yang mulutnya harus disilet-silet karena semua kalimat pedas selalu keluar dari sana, yang sialnya juga, kalimat itu selalu benar juga.
Beberapa jam yang lalu, setelah hampir setengah jam menunggu si kesayangan gue, Thalia, di depan rumahnya, gue akhirnya memutuskan untuk beranjak ke rumah Najla, karena selama setengah jam itu, jangan kan nongol batang hidungnya, angkat telfon gue aja enggak.
Dan ketika gue sampai di rumah Najla, dengan segala sikap sopan santunnya, dia langsung mengambil dua kotak es krim yang ada di kantong plastik.
"Yah, lumer deh." Gue cuma bisa tersenyum kecut, melihat tampang Najla yang sedih banget waktu liat wujud tuh es krim. Dia aja yang tinggal nadah aja sedih, apalagi gue.
"Yaiyalah, Tangerang bro! Tangerang!" Gue berujar berapi-api agar si Najla tau, betapa sulit perjuangan gue untuk mendapatkan seonggok es krim tersebut.
Tapi memang dasar Najla, mungkin dia memang titisan setan, karena tanpa mengucapkan terima kasih, ataupun menghibur gue atas ngambeknya Thalia, dia malah nyeletuk.
"Tadi dong, gue sama Thalia abis ngejalanin misi." Gue menelan ludah ketika mendengar celetukan Najla, sedangkan setan kecil itu dengan pintarnya mengambil kesempatan di dalam kesempitan, karena gue sedang bodoh mode on, gue hanya mengangguk ketika dia mengambil es krim dan bilang,
"Thalia lagi ngambek 'kan ama lo? Ini buat gue aja ya?" tanoa menunggu anggukan gue yang kedua, dengan santainya dia berjalan ke kulkas, lalu memasukkan kontak es krim itu ke freezer.
Tapi okay, peluh keringat gue memperjuangkan es krim itu tidak lebih penting dari pada si 'misi'.
Gue tau banget apa itu misi menurut mereka. Stalking.
Sebagai teman dan--mudah-mudahan--calon pacar yang baik, gue nggak pernah mendukung kegiatan tercela mereka yang satu itu.
Jujur aja, dengan segala yang mereka miliki, mereka bisa aja tinggal kibas rambut biar para lucky bastard itu berubah menjadi cowok-cowok tolol pemuja dua wanita ular itu. Oke, gue pun salah satunya, jangan ketawain gue deh, lo ya.
Gue pernah protes yang langsung dijawab dengan jambakan sama Thalia.
Dengan sadisnya dia berteriak di telinga gue. "Jadi, lo ngatain kita murahan gitu?"
Gue ingat, yang gue lakuin adaah meneguk ludah, lalu menggeleng, "Maksud gue, ngapain sih kalian begitu?"
Mendengar kalimat gue, Thalia mendengus kesal, namun sejurus kemudian matanya berbinar.
"Nu, lo nggak tau sih seninya, lagian tenang aja lagi, gue sama Najla nggak bodoh bodoh banget. Lagian, malu itu kalo ketauan, lah kita nggak pernah ketauan ini." Dan pada akhirnya, gue hanya bisa membiarkan kelakuan mereka terus berlanjut.
Setidaknya, gue bersyukur karena gengsi mereka di depan orang luar, bener-bener tinggi.
Susah buat ngedeketin mereka, kecuali tuh cowok ngedeketinnya nggak ketauan modusnya.
![](https://img.wattpad.com/cover/46387886-288-k260765.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Crush
Teen Fiction#26 in teenfiction (19 April 2017) Jika ada tempat, dimana memiliki terasa begitu mustahil, dan meninggalkan rasanya terlalu sulit, maka Dhanu dan Thalia berdiri di sana. Begitulah keduanya, yang satu berlari, yang satu hanya diam, yang satu mengeja...