Najla.
Tiga bulan kemudian...
Hasil Ujian Nasional sudah keluar. Setelah beberapa bulan mendapat tekanan lahir batin, luar dalam, depan belakang, atas bawah, akhirnya kami bisa bernapas lega.
Hasilnya? Not too bad untuk aku dan Thalia yang lebih sering keluyuran di mall, daripada diam di kelas.
Sedangkan berkat patah hatinya, Dhanu berhasil mendapatkan peringkat sepuluh besar NEM tertinggi di sekolahku, lengkap dengan tiket masuk jalur SNMPTN UNY, tapi Dhanu tetaplah Dhanu, yang belagunya nggak pernah insyaf, dengan pedenya dia akan melepaskan SNM yang ribuan anak impi-impikan itu demi SBMPTN UGM.
Orang gila memang, emangnya dia pikir gampang kali SBM?!
Soal aku dan Thalia, jangan ditanya, kami sepakat akan mengambil les intensif untuk SBM mulai minggu depan.
Keadaan hubungan kami bertiga, masih seperti tiga bulan yang lalu. Thalia yang cuek ke Dhanu, Dhanu yang jadi pendiam di depan Thalia, dan aku yang tetap menjadi teman yang independen.
Walaupun saking bahagianya Thalia waktu pengumuman dia sempat nggak sadar ikut memeluk Dhanu, sekalipun waktu corat-coret dan graduation siang kemarin aku berhasil mengajak mereka foto bertiga, tapi tetap saja hubungan kami jauh dari kata nyaman.
Thalia dan Fadli juga semakin dekat, belum jadian, tapi aku bisa memastikan Fadli juga suka sama Thalia, lebih daripada rasa suka Thalia ke Fadli, dan aku bersyukur untuk yang satu itu.
Berkat Fadli, NEM Thalia berhasil mencapai angka aman, karena kalau biasanya belajar bareng aku pikirannya ke mana-mana, belajar bareng Fadli, pikirannya sudah di depan mata.
Kalau Dhanu dan Nada, mereka juga semakin lengket. Mereka belum jadian, Dhanu juga belum bisa benar-benar jatuh cinta sama Nada, dia hanya mencoba lari ke Nada dan belajar untuk tulus sama Nada, aku tau itu. Mungkin kedengaran nggak adil untuk Nada, tapi mengingat penuturan Nada beberapa bulan yang lalu--ketika Nada menginap di rumahku-- aku pikir, Nada menikmati saat-saat ini.
Saat-saat dimana Dhanu seolah miliknya, sekalipun ia sadar, ia tidak pernah sedetikpun memiliki Dhanu.
Nada mungkin memang begitu, belum berani menghadapi kenyataan dan menerimanya dengan lapang dada; bahwa ia belum menjadi bahagia yang Dhanu cari.
Jika Thalia dan Dhanu sedang bahagia--atau setidaknya berusaha untuk bahagia--bersama satu orang yang mereka pilih. Aku pun begitu, aku masih sama, bermain-main dengan Bagas. Menikmati setiap pertengkaran kami, karena satu lain hal yang sebenarnya nggak penting, tau saling sayang, saling suka, tapi tidak ingin memiliki.
Aku melirik handphone ku yang bergetar, lalu mengabaikannya ketika membaca nama Dhanu yang tertera. Aku sudah tau, isinya pasti sama dengan enam belas chat sebelumnya, merengek minta aku temani nanti malam.
Nanti malam, akan ada acara promnite. Setelah acara graduation resmi yang mengundang para orang tua, panitia perpisahanku terlalu kreatif untuk membuat promnite yang tentunya tidak dihadiri orang tua dan guru.
Karena ini acara perpisahan, tentu saja Nada bukan orang yang diharapkan ada di acara itu, jadi sejak seminggu yang lalu Dhanu sibuk membujuk ku, walaupun tentu saja tidak berpengaruh apapun.
Aku sudah janji untuk berangkat dan berpisah dengan Bagas.
Handphone ku berdering kali ini, membuatku akhirnya mengangkat telfon tersebut.
"Jla, lo beneran tega?" tanya Dhanu tanpa mengucap salam pembuka.
"Iya, gue tega, udah sana ajak aja gebetan lo yang mana kek!"

KAMU SEDANG MEMBACA
Crush
Teenfikce#26 in teenfiction (19 April 2017) Jika ada tempat, dimana memiliki terasa begitu mustahil, dan meninggalkan rasanya terlalu sulit, maka Dhanu dan Thalia berdiri di sana. Begitulah keduanya, yang satu berlari, yang satu hanya diam, yang satu mengeja...