Thalia.
Ada hal-hal tertentu, yang bikin langit lebih cerah dari pada biasanya. Contohnya; Fadli yang akhirnya mengenaliku, Papa Najla yang semalam pulang ke rumah, Dhanu yang menang taruhan bola, dan guru yang tidak masuk tanpa meninggalkan tugas.
Aku mengedarkan pandanganku, lalu menemukan Dhanu yang sedang meletakan kepalanya di atas meja, lesu.
Senyumku melebar, saat melihat Dhanu yang menatapku kesal, dengan gerakan cepat aku menyambar ke kursinya.
"Heh! Pemales! Lesu amat sih, menang taruhan juga, jajanin dong!"
"Nggak mau, ntar gue ajak lo makan, lo malah ketemu Fadli."
"Ish, lo ya, sirikan banget, temen seneng lo ikut seneng apa!" Aku menyentil keningnya, membuat Dhanu meringis kesal.
"Lo senangnya diatas penderitaan gue, tau!"
"Ish, Dhanu! Nggak boleh gitu, masa temen seneng malah sedih, ikut senyum dong!" aku mencubi kedua pipi Dhanu, membuat bibirnya tertarik melengkung.
"Tha, lo ngapain sih? Serem Dhanu digituin." Najla terkekeh di sampingku, melihat senyum Dhanu yang lebih mirip seringai.
"Iya, ya? Kok lu jadi serem sih nye... aw!" aku tidak sempat menyelesaikan suku kata terakhirku, karena Dhanu sudah keburu membalas cubit pipiku.
"Ih, Thalia lucu banget, kalo mukanya lebar begini." Dhanu berujar sok lucu, membuat tawa Najla semakin geli. Dengan sekuat tenaga, aku mengenyahkan tangan Dhanu dari kedua pipiku.
"Dhanu setan! Sakit gilak!" Aku mengusap-ngusap pipiku, lalu mengambil kaca dari dalam tas.
"Tuh kan! Muka gua merah, gue bilangin nyokap lo, ntar!"
"Dasar tukang ngadu!" Dhanu mencibir kesal, paling nggak suka sama ancaman ku yang itu.
Ha! Jangan salahin aku kalo jadi tukang ngadu, mamanya Dhanu itu baik banget, lebih sayang sama aku dan Najla, dari pada sama Dhanunya. Jadi, kalau Dhanu nyeleneh dikit, aduin aja ke nyokapnya, ntar kan dia yang diomelin haha
Apalagi hari ini aku sama Najla udah janjian mau ke rumahnya, lucky me.
"Ntar siang tambah sial deh lo, Nu." Najla menepuk-nepuk pundak Dhanu, belagak khawatir.
"Ah, mending lo berdua nggak jadi ke rumah deh!" Dhanu berteriak kesal, tapi aku dan Najla tentu membalasnya dengan gelengan kepala, siapa Dhanu memangnya, mau melarang kami ke rumahnya? Haha
"Udah ah, gue mau ke BK!" Najla bangkit dari kursinya, membuatku langsung menegakan badan.
"Najla ikut!" Najla menatapku datar, membuat ku terkekeh.
Najla ini paling tau, kalau aku ikut dia ke BK, itu artinya cuma sampai depan kelas XII IPA 4. Kelasnya Fadli.
Ruang BK memang terletak di gedung yang berbeda dengan ruang kelas, tapi kelas Fadli tepat berada di seberang ruangan tersebut, dan itu juga akses jalan terdekat dari kelasku.
"Bilang aja lu mau modus!" Aku melebarkan cengiran, membuat Najla melengos.
Aku melongokan kepala ketika sampai di depan kelas Fadli, sementara Najla sudah meninggalkan ku menuju Ruang BK.
Sama seperti kelasku, kelas Fadli juga lagi nggak ada guru. Beberapa teman kelasnya lagi mondar-mandir sekitar ruangan, segerombolan cowok ada di pojok ruangan, dan kalau bisa ku tebak, cewek-cewek yang berkumpul di tengah kelas itu pasti lagi sibuk gosip, dasar cewek!
Aku nggak perlu memperhatikan satu-satu cowok di sana, karena seperti biasa Fadli cuma bisa ditemukan di satu meja. Di baris paling pojok, tiga meja dari belakang. Tuh, lihat kan, di saat semua teman cowoknya sibuk bergerombol, yang kalau nggak lagi ngomongin games, pasti ngomongin yang jorok-jorok, Fadli cuma duduk anteng di sana, sambil dengerin musik dengan headphone birunya!
KAMU SEDANG MEMBACA
Crush
Teen Fiction#26 in teenfiction (19 April 2017) Jika ada tempat, dimana memiliki terasa begitu mustahil, dan meninggalkan rasanya terlalu sulit, maka Dhanu dan Thalia berdiri di sana. Begitulah keduanya, yang satu berlari, yang satu hanya diam, yang satu mengeja...