21. Salah dan Thalia

27.1K 2.6K 136
                                    

Dhanu.

Thalia sedang menghindari gue. Seriously, apalagi namanya kalau bukan menghindar, kalau kami ada di kantin yang sama tapi meja yang berbeda. Satu sekolahan juga sudah tau, kalau gue, Thalia dan Najla ke kantin, kami pasti duduk di meja yang sama, tapi hari ini Thalia menolak mentah-mentah ajakan gue ke kantin, dan tiba-tiba saja dia ke kantin tapi duduk di meja terjauh dari meja gue, padahal dua bangku di depan gue masih kosong begini.

Selain itu, hari ini Thalia dengan sengaja mengajak Najla pindah ke meja barisan depan, padahal setau gue dia paling anti berdekatan dengan kaum-kaum pelajar rajin.

"Sendirian aja, Nu? Slek lu sama dua bidadari?" gue mengangkat kepala dan menemukan Egi sudah meletakan mangkuk baksonya di depan gue.

"Lu sendiri, sendirian mulu, udah kayak matahari." Egi berdecih, lalu mengikuti arah pandang gue ke meja Thalia dan Najla.

"Heran gue, pernah menyelamatkan dunia kali lo ya, bisa temenan sama mereka berdua."

"Antara pernah menyelamatkan dunia, atau justru menghancurkan dunia kali, Gi."
Kenyataannya, berteman sama Thalia bikin gue nggak bisa milikin dia.

"Hah?"

Gue menggeleng, nggak sedeket itu juga gue sama Egi sampai mau bongkar aib betapa bancinya gue.

"Thalia makin parah sih, makin hari makin bening, pantes aja si Fadli makin nggak berani ngedeketin," ucap Egi santai, tidak sadar bahwa kalimatnya hampir membuat gue tersedak bakso urat yang baru gue kunyah.

"Fadli?"

"Eh, memang lo nggak tau, ya? Fadli naksir Thalia dari kelas satu kali." Gue meneguk ludah, menyadari kenyataan yang baru saja Egi lontarkan.

"Sejak kapan?"

"Love at first sight, dari daftar ulang." Egi mengunyah makanannya, tidak sadar, kalau gue berharap nggak bertemu Egi saja hari ini.

***

Sial, cerita Egi di kantin, bikin gue semakin gelisah waktu masuk ke kelas. Kalau Thalia tau, bisa dipastikan, gue akan kalah sejuta persen.

Gue duduk di kursi gue, memperhatikan dua cewek di depan sana yang sibuk dengan dunianya masing-masing. Najla dengan bank soalnya, Thalia dengan handphone nya. Thalia bangkit dari kursinya, sekilas tatapan kami bertemu sebelum dia melengos keluar dari kelas.

Ini nggak bisa dibiarin, Najla pasti tau ada apa sama sikap Thalia hari ini.

"Najla?" Gue duduk di kursi tepat di depan meja Najla, menempatkan tubuh gue menghadap ke Najla.

"Hm?" Najla tetap fokus ke soal matematikanya. Sial, gue dikacangin.

"Najlaaa?" gue menggoyang-goyangkan buku di hadapannya, membuat Najla mencubit kedua tangan gue.

"Apaan sih, Nu? UN dikit lagi, nih, masih banyak yang belum gue ngerti."

"Thalia kenapa?" sesaat Najla terdiam, sebelum mengedikan bahunya.

"Tanya aja sendiri."

"Serius, Jla, Thalia kenapa?" mendengar rengekan gue, Najla menghembuskan napas kasar, lalu menutup bukunya keras-keras.

"Thalia udah tau kalau lo sadar soal headphone tolol itu."

"Lo yang kasih tau?" gue tau pertanyaan gue ini dongo banget, memang siapa lagi mahluk di muka bumi yang paling paham soal gue dan Thalia.

CrushTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang