Thalia.
"Tha?"
"Eh?" Aku tersadar saat Fadli memanggil namaku.
"Kalau kamu khawatir sama Najla, kita balik aja deh yuk ke rumah sakit," ajak Fadli tampak tidak enak.
Aku tersenyum lalu menggeleng pelan. Kami sedang berada di gedung bioskop sekarang, entah kenapa bisa berakhir di sini, aku juga tidak ingat.
Sejak tadi, pikiran ku lari kemana-mana. Eh, mungkin bukan kemana-mana, cuma ke Nada yang tiba-tiba muncul di rumah sakit.
Memangnya, sedekat apa Nada sama Najla sampai ada acara jenguk-jengukan?!
Iya, aku tau, Fadli juga nggak dekat sama Najla, tapi kan Fadli dekat sama aku, artinya dia juga harus dekat sama Najla, tapi kalo Nada?
Memangnya, Dhanu punya niat serius apa sama Nada? Bukannya dia cuma main-main?
Iya, paling cuma begitu kok, cuma main-main.
Aku menghentakan kaki ku, lalu menghembuskan napas kasar. Ini kenapa sih? Kenapa mengingat senyum Nada saja, rasanya udah membuat aku ngerasa nggak nyaman?
Gimana ya, kalau Dhanu benar-benar serius sama Nada?
"Tau ah!" seruku kesal. Kenapa juga aku harus perduli?!
"Tau ah kenapa, Tha?" tanya Fadli bingung, membuat ku tersadar.
"Eh, nggak apa-apa, tadi kamu ngomong apa, Nu?"
"Nu?" Fadli menatapku heran, refleks aku memukul mulutku yang lancang ini.
"Bego banget deh, Thalia!" runtuk ku dalam hati.
"Maaf, tadi aku lagi inget Dhanu, barusan kamu ngomong apa, Dli?" Fadli hanya tertawa seraya menyerahkan popcorn di tangannya.
"Ayo, masuk, filmnya udah mau main sayang," katanya sambil menjulurkan tangan sedangkan aku justru melongo.
"Tadi aku kamu manggil aku apa?" tanyaku tidak percaya.
"Eh? Thalia," sahutnya tampak salah tingkah.
"Enggak, tadi bukan itu kok!"
"Ayo, Tha, masuk, filmnya udah mau mulai tuh," Fadli mengelak, tapi aku bisa melihat, wajahnya memerah.
"Aku nggak mau masuk, ah, kalau nggak di panggil kayak tadi," ujarku bersedekap.
"Filmnya udah mau mulai sayang," katanya setengah berbisik.
"Apa? Nggak kedengeran ah."
"Filmnya udah mau mulai sayang," ia sudah tidak berbisik, tapi matanya tidak menatap ke arahku.
"Kamu ngomong sama siapa? Sama popcorn?" tanyaku berlagak bodoh.
Fadli menatapku gemas, sebelum akhirnya berjongkok, tangannya menakup pipiku, ia menatap tepat di manik mataku, sebelum akhirnya mengucapkan kata yang aku anggap sakral itu.
"Thalia sayang, filmnya udah mau mulai, ayo masuk!"
"Buahahaha!" tawaku meledak sedetik setelahnya, pipiku memang memerah, aku pasti sudah meleleh kalau wajah Fadli tidak ikut memerah.
Ia melempar pandangannya ke arah lain, tampak begitu salah tingkah dan menggemaskan. Ini yang katanya cowok paling cool satu sekolahan?
"Tha, ayo dong, aku malu," ringisnya kemudian.
"Maaf, maaf, ayo deh," aku berusaha mengontrol tawaku sebelum menyambut uluran tangannya.
Fadli... Fadli... memang ya, kamu moodbooster banget!
KAMU SEDANG MEMBACA
Crush
Dla nastolatków#26 in teenfiction (19 April 2017) Jika ada tempat, dimana memiliki terasa begitu mustahil, dan meninggalkan rasanya terlalu sulit, maka Dhanu dan Thalia berdiri di sana. Begitulah keduanya, yang satu berlari, yang satu hanya diam, yang satu mengeja...