Part 3

803 26 0
                                    

Terlihat wanita cantik dgn dress merahnya sedang berjalan menyebrangi jalan yg biasa di gunakan kendaraan untuk menuju parkiran sebuah gedung. Langkah Deva nampak tertatih karena kondisinya kakinya memang sedang sakit akibat terkilir beberapa saat yang lalu. Namun di luar dugaannya ketika Deva merasakan hal yang teramat nyeri mendera kakinya. di waktu bersamaan juga nampak sebuah mobil yang siap menghantam tubuhnya. Tampa mapu deva berbuat apa-apa selain berteriak. Deva hanya berdoa semoga tuhan masih mau menyelamatkan dirinya.

Di detik berikutnya Deva merasakan dirinya terhempas. Ah bukan tepatnya dirinya merasakan tubuhnya di tarik namun ntah oleh apa itu. bahkan kini tubuhnya merasa sangat hangat. hangat...hangat kenapa Deva pun tak berani menebak-nebak. Sungguh dirinya tidak bisa merasakan hal apapun selain kehangatan. Apakah dirinya sudah mati. Seulas pertanyaan bodoh memenuhi pikiran deva.

Deva masih terdiam sembari memejamkan matanya. sungguh Deva tak berani membuka matanya dan memastikan apa yang terjadi sebenarnya. Namun ntah mengapa lagi-lagi otak dan hatinya berbicara bertentangan. Perlahan dengan ragu Deva coba memberanikan diri untuk membuka matanya. ntalah mengapa tubuhnya merasakan hal lain. Hal yang bahkan belum Deva rasakan sebelumnya. Sesaat setelah Deva membuka matanya. Sosok Pertama yang Deva lihat adalah sesosok laki-laki berjas hitam dengan dasi kupu-kupu berwarna merah yang tengah berdiri di hadapannya. Sosok tegap dengan aroma tubuh yang begitu menenangkan

Sosok itu menatap tajam kearah mata hitam deva. Sesaat mata mereka pun saling bertemu. Deva tak mampu melihat apapun selain sorot mata tajam yng berasal dari sosok yang laki-laki yang masih berdiri tegap di hadapanya. Apakah laki-laki itu yang menariknya dan menolongnya daru kejadian mengerikan beberapa saat lalu. Deva nampak bertanya pada hatinya. Deva coba menatap dalam-dalam wajah penolong di balik topeng yang hampir memenuhi seluruh wajah laki-laki itu. Hanya mata mereka yang saling bertatapan. Mata mereka saling bertemu di satu titik. Mereka saling berpandangan. Perlahan waktu seakan berhenti sejenak. Bibir deva keluh dan sorot mata tajam itu seakan membuat tubuh mungil Deva membeku. ntalah

" Mau sampai kapan loe meluk gue..." Saruan laki-laki itu nampak begitu ketus. Sontak ucapan laki-laki tegap itu berhasil membangunkan Deva dari lamunannya. Ucapan dinginnya seakan menarik deva kembali ke dunia nyatanya. setelah tangan Deva di tarik dari peristiwa mengerikan beberapa saat yang lalu, Deva memang sangat erat memegangi baju laki-laki yang menolongnya. Deva bahkan Mencekram tangan kekar penyelamatnya. Seakan Deva meminta perlindungan. Bahkan tindakan deva itu bisa di katagori memeluk iya itu benar. Dengan Cepat Deva melepaskan genggaman tanganya

"ma..maaf..maaf kan aku tuab.." ucap Deva terdengar gemetar dan gugup.

"lo itu kalau jalan pake mata tahu ngga jangan hanya pake kaki..disini memang bukan jalan raya tapi lo lihat bukan kalau disini tuh banyak kendaran yg berlalu lalang untuk menuju parkiran tidak bisakah lo lihat itu,apakah lo sudah bosen hidup nona" ucapan laki-laki itu terdengar begitu jutek. Deva merasa dirinya tengah di omeli. Namun oleh orang yang tidak di kenalnya tentu hal yang baru untuknya. Namun ntah mengapa deva hanya mampu terdiam tampa membalas ucapan ketus laki-laki itu. karena deva akui dirinya memang salah ketika itu. jika bukan karena laki-laki bertopeng itu ntah apa yang terjadi pada Deva saat itu.

" iyaa..aku tahu aku salah maafkan aku...

" jika tadi lo ketabrak ucapan maaf lo itu tidak berguna tahu ngga "ketusnya lagi

Oh tuhan..ini laki-laki makan cabe apaan sih ucapanya bukan hanya ketus tapi juga pedas. Sangat pedas. Deva berdesak sebal dalam batinya. Tatapan nya begitu mengerikan. Sungguh Deva baru pertama kali melihat tatapan yang begitu tajam dari seorang laki-laki. Tapi bagaimana pun laki-laki jutek itu yang menolongnya dari kejadian mengerikan beberapa saat lalu. Memang benar jika tadi dia bertabrak kata maafnya memang tidak akan berguna. Tapi tidak bisakah lakilaki itu berkata sedikit lebih manis sungguh membuat deva harus beberapa kali menahan nafasnya karena mendengar ucapan ketusnya

Cinta Diujung Senja ( Karya : Dhiechie Edogawa )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang