Three

352 15 0
                                    

Bersama hujan kuluapkan isi hatiku, ini jam makan siang. Tubuhku bersandar di jendela sambil mendengar rintik demi rintik hujan yang jatuh semakin deras. Dari jauh kulihat gadis itu lagi.

Berambut kecokelatan, mata besar yang indah, hidungnya seperti patung dewi yunani yang diukir begitu indahnya  dan tubuh yang sempurna. Huh... Aku menghela nafas setelah melihatnya, sepertinya dia juga sadar aku perhatikan sejak tadi. Wajahnya menampilkan ekspresi tidak suka seperti ingin berkata "Enyahlah kau berandalan." aku memang berandalan sayang.

Mataku tidak bisa berhenti mengawasinya, melihat setiap gerak-gerik jemarinya memainkan sendok, memasukan makanan ke mulutnya, dan setiap kunyahan itu membuatku ingin memperhatikannya lebih lama. Sekarang dia mengambil jus jambunya lalu meminumnya, aku melihat tegukan demi tegukan dari tenggorokannya. Kini jus itu membasahi bibir dan mulutnya. Lagi-lagi aku menghela nafas Huh...

Sebaiknya aku cepat-cepat menghabiskan makananku, tapi belum juga beranjak pergi Bluez datang dengan makanannya. "Sudah kuduga kau ada disini, bro." aku hanya mengangguk padanya. Lalu Bluez melambaikan tangan ke arah gadis itu. "Hai July." kemudian gadis itu membalas lambaian tangan Bluez. Kini aku tau namanya, July. Kurasa dia lahir di bulan July sama sepertiku.

"Jadi, kapan dia masuk?" tanyaku, Bluez menelan kentangnya terlebih dahulu. "Dia masuk dua hari yang lalu saat kau kabur dari kelas." daguku langsung terjatuh di atas meja makan. "Bagus, kini reputasiku jelek dimatanya."

"Dia cantik bro, kau setuju padaku?" ujar Bluez. "Hanya orang bodoh yang tidak setuju padamu." kataku pelan. Mataku masih mengawasi gadis itu, kalau dia sadar telah aku perhatikan. Aku langsung membuang muka. Lama-kelamaan aku tidak tahan berada disana, jantungku berdegup kencang. "Bagaimana matamu, Bluez?" Bluez memegang matanya. "Lumayan baik." kemudian kembali memakan daging dan sayur yang tersaji di hadapannya. "Baguslah, aku ingin tidur di kelas." aku langsung memasukan tanganku kedalam saku jaket lalu pergi menuju kelas melwati gadis itu. "Hei tapi belum bel." tahan Bluez. "habiskan saja makananmu."

•••

Aku lega sudah memasuki kelas, disana hanya ada Tobey bersama novel, dan jus tomatnya. "Hey, Tobey. Kau tau anak baru itu?" tanyaku, dia cuma mengangguk sambil membalik halaman dari buku yang dia baca. "Juliet, nama panjangnya." sambung Tobey. Juliet? "Bluez menyapanya July?" Tobey membetulkan letak kaca matanya. "Yap, dia lebih suka dipanggil July, Rome. Kebetulan aku berkenalan dengannya sejak hari pertama. Jangan beri tahu nama aslinya pada orang lain bro, hanya kau yang aku beri tahu karena kau sudah baik mendorongku sampai kelas. Anggap saja sebagai ucapan terima kasihku." jelas Tobey, dia tersenyum sambil memberitahukanku. Ku balas senyumannya sambil menepuk pundaknya. "Thanks bro" lalu Tobey kembali melanjutkan kesibukannya.

Kurebahkan kepalaku di atas meja, kulihat keadaan kelas yang masih kosong. Hanya ada aku dan Tobey disana. Tempat duduk July berada di baris ke dua, itu berarti dua baris di depanku. Lumayan, aku bisa memandangi rambutnya. Lalu aku teringat dengan janjiku dengan Black, bagaimana nanti malam?

Astaga Tuhan, kenapa aku selalu menyesali setiap perbuatanku? Kenapa aku selalu melakukan kesalahan? Kenapa aku begitu cepat mengambil keputusan?

Pertanyaan itu memutari kepalaku, aku sungguh pusing memikirkan balap liar nanti malam. Obat sialan ini sudah terlanjur ada di saku celanaku. Kalau aku kembalikan pada Black, bagaimana kehidupanku nanti malam? Aku pasti tersiksa.
Argh, ini yang terakhir. Setelah itu aku berhenti. Namun mataku melirik secarik kertas di bawah kursiku, kertas kecil yang kubuang minggu lalu. Bertuliskan "malam ini terakhir, besok aku berhenti." lalu aku menyadari sekuat apapun niatku, aku pasti kalah dengan obat itu karena aku sudah kecanduan! Brengsek! Bathinku berperang lagi. Sampai sebuah tangan menepuk pundak ku.

"Kau baik-baik saja?" suara perempuan, apa mungkin??? Sial, sial, sial. Kuangkat kepalaku pelan. Nafasku mulai tenang saat aku tahu yang menepuk ku tadi cuma Bella. "Iya, Bel." kataku pelan, saat melihat kedepan July sudah ada di tempatnya, dia juga melihatku dengan wajah aneh. Aku kembali membuang muka, sial nafasku naik turun lagi. Tunggu Rome, dia pasti sudah tidak melihatmu. Dia cuma penasaran kenapa kau menggigil.

Oke, aku mendengarkan kata hatiku. Sudah bel masuk, kuangkat lagi kepalaku sambil berbalik untuk memindahkan tas, saat tubuhku kembali kedepan. Astaga, July masih melihatku dengan tatapan itu.

"Kenapa kau melihatku seperti itu?!" bentak ku, July terlihat sedikit takut. Namun kemudian dia tersenyum. "Tidak ada." ucapnya, kemudian kembali menghadap kedepan. Dan aku cuma terdiam melihat reaksi July. Bluez menepuk pundak ku. "Santailah kawan, apa kau menggigil lagi?" aku menepuk keningku. "Iya." sialnya lagi, kata-kata tadi tidak seharusnya keluar. Aku mengutuk mulutku.

Mulut sialan, kau tidak tahu dia siapa? Dia July!

July siapamu? Mungkin dia membencimu karena kau telah membentaknya!

Argh! Keparat!

Dear GodTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang