Twenty Seven

239 15 1
                                    

"Rome, bersiaplah." ujar Flow dari pintu masuk galeri. "Baik, aku akan merapihkan yang disini." inilah aku, membereskan banyak foto yang sudah Flow bingkai semalaman. Yup, tiga menit lagi galeri dibuka.

"Flow, kamu tampak tegang. Kenapa?" tanyaku yang heran sejak tadi melihat Flow tidak mau berhenti mundar-mandir cemas. "Ada fotografer internasional yang akan datang nanti, dia terkenal seantero eropa." oh, oke. Itu lumayan membuat cemas. "Memang siapa?" Flow menggigit jarinya sambil menatap jendela. "Leguini Francesco." dahiku berkerut. "Lamborgini apa???" dengan cepat Flow menyambar. "LEGUINI! Romeoooo. Dasar payah." gerutunya sebal. Maklum ini pertama kalinya aku datang ke galeri foto seperti ini. "Eh, Flow. Aku punya keinginan." kataku, Flow sedikit tertarik. "Apa?" katanya tajam. Glek... "aku mau jadi asistenmu." dia menoleh tidak percaya. "aku tidak biasa punya asisten, Rome. Aku lebih suka mandiri, sendirian, tanpa ada cowok sok mengatur mengikuti di belakangku." benar-benar setajam pisau kata-katanya. "aku tidak mengaturmu kok, aku janji Flow." kuangkat jari kelingkingku ke arahnya, Flow nampak bingung. Tapi belum juga dia memutuskan, galeri sudah waktunya buka. "Ayo kita sambut mereka." sambung Flow.

Beberapa orang kian lama semakin banyak mengunjungi galeri Flow, terurama Leguini yang dia takutkan sejak tadi. Seorang pria rapih dengan kamera unik menggantung di lehernya keluar dari dalam limosin berwarna silver terang, kumis khas pria Italia terlihat jelas diatas bibirnya yang keriput. "Oh Tuhan, mati aku kalau ada sedikit cacat pada fotoku." ucap Flow sebelum akhirnya dia meninggalkanku dan menyambut Tuan Leguini. "Good luck." kataku sambil menepuk pundak Flow, dari jauh kulihat mereka saling sapa dan sedikit mengobrol tentang... Kau tahu? Seni. Si kumis Italia itu sangat pelit senyuman, dan Flow sangat gugup. Dia bisa salah kata nantinya, itu tidak bagus. Jadi, aku. Romeo. Akan memberikan sepatah, dua patah lata untuk Tuan Leguini. "Permisi Tuan, hormatku padamu. Perkenalkan, aku adalah Romeo. Asisten nona Flower." pria galak ini melirikku lambat, ini sungguh dramatis layaknya film horror. "Sebenarnya asisten belum resmi!" Flow mendengus dengan mata tajamnya. "Aku tidak perduli. Resmi. Atau. Tidak. Disini yang aku nilai hanyalah foto, dan seni. Nona Flower, sudikah kau?" Flow tersenyum terpaksa melihatnya. "Dengan senang hati Tuan." lalu kemudian mereka berjalan memutari galeri dengan seksama, Flow tampak menjelaskan secara detail semua karyanya. Dan tiba-tiba Tuan Leguini melihat foto yang Flow potret siang ini. Oh tebak siapa pria tampan itu, itu adalah aku. Hah!? Aku!???

"Romeo, kemari." panggil Flow, jantungku berdegup kencang sembari menghampirinya. "A-da, a-ap-apa?" Tuan Leguini melihat tubuhku menyeluruh dari ujung rambut sampai sepatuku. "Ini karya payah." Flow langsung terkejut, dia gemetar hebat. Aku tak kalah gugup dengannya. "Bukan aku yang memasang Tuan, setiap foto di galeriku semuanya sudah di perhatikan secara detail terlebih dahulu." ucap Flow cepat, Tuan Leguini sepertinya tidak mau ambil pusing. "Kau, anak muda?" tanyanya padaku. "Aku tidak sengaja memasangnya, itu insting saja. Hehe, eh Tuan. Mohon jangan anggap ini karya cacat." Flow menginjak kakiku kencan. Aaawwww! "Kenapa kau ini!!!?" kataku pelan ke arah Flow, Dia cuma melelotot kesal. "Genius." sambung Tuan Leguini. Apa aku tidak salah dengar? "Genius?" tanya Flow, Tuan Leguini mengangguk pelan. "Seni memang membutuhkan insting yang tajam Nona Flower, asistenmu ini berbakat dalam seni, kalau dia ada dua mungkin satunya lagi sudah aku pekerjakan." lalu pria ini tersenyum ramah sambil mencatat sesuatu. "DeadFlower, meski nama galerimu menyeramkan. Ini nilai sempurna untukmu." Tuan Leguini memberikan selembar kertas emas kepada Flow. "Tuan, ini kan..." Flow terkejut dengan benda yang baru saja dia terima. "Iya, pemenang galeri terbaik tahun ini. Nona Flower, aku sudah memantau kemajuan galerimu dari minggu ke minggu, dan grafik menunjukkan ketertarikan pengunjungmu bertambah pesat seiring waktu, kami juga melihat followermu di Twitter. Dan itu cukup mencengangkan." ucap Tuan Leguini, aku senang mendengarnya. Flow nampak terharu. "Kau serius tuan? Terima kasih Tuan Leguini, astaga aku tidak menyangkanya." Tuan Leguini mengangguk sambil tersenyum. "Baiklah itu saja, Nona Flower. Resmikan anak muda ini sebagai asistenmu, instingnya benar-benar bagus." Flow beralih memandangku, dia memukul pelan pundakku. "Thanks Romeo." Flow tersenyum haru melihatku. "Baik Tuan, dia akan segera aku resmikan jadi asistenku." sekarang aku yang terharu, senangnya aku...
"Bagus, sampai jumpa Nona Flower." ucap Tuan Leguini, lalu dia kembali masuk ke lemosinnya, dan pergi dengan tenang. "Flow, kau menerimaku?" kataku tidak percaya. "Benar, Rome. Selamat ya..." Flow memelukku erat, aku tahu ini pelukan posesif seorang wanita. Kubalas pelukannya tidak kalah erat. "aku tidak tahu bagaimana cara berterima kasih padamu, astaga kamu sangat membantuku Romeo. Aku sangat senang, aku bahagia, aku gembira!!!" teriak Flow dalam pelukanku, dan aku cuma tersenyum. Itu saja...

•••

Selamat sore Paris, Flow sedang mentraktirku makan nih... di sebuah kedai fast food.
"Habiskan Rome, setelah itu kita ke kamar kost milikku, ya?" ajak Flow, aku langsung menghabiskan seluruh makananku dengan terburu-buru. "Mau, sekarang kan?" kataku dengan mulut yang masih penuh. "Dasar..." protes Flow.

•••

Kami sudah di kamar Flow, kamar yang rapih. Tidak ada benda yang berserakan sedikitpun. Bahkan setiap foto disini semua terpajang begitu indah, dengan bingkai buatannya sendiri. Waw... aku kagum denganmu, Flow.

"Kamu bisa mengubah ruangan yang tidak begitu luas jadi seperti ini?" Flow cuma mengangguk sambil membuatkan sirup untukku, sekarang aku tahu. Dia lumayan feminim kalau di kamarnya, bahkan mau repot-repot dulu untuk membuatkanku minuman.

"Rome, santai saja ya... Anggap saja kamar sendiri. Tapi jangan kurang ajar denganku, karena aku menguasai Wing Chun, Karate, Muay Thai, dan Kung Fu. Kalau tidak percaya boleh coba." ya Tuhan, menyakitinya itu sama saja menuntun nyawa. Glek... "Rome?" panggil Flow. "Kamu disana?" tanyanya lagi, aku cuma diam karena masih takut. "aku disini." kataku gemetaran. "Oh, aku kira kamu mati." dia sangat kejam, seperti tidak punya hati. Sayangnya itu hanya sebuah joke.

Setelah Flow kembali, kami mengobrol di kamarnya. Lumayan asyik kalau sudah kenal dengan cewek ketus ini, di kamarnya Flow memakai baju santai dengan celana yang lumayan sexy. Sisi feminimnya sangat terlihat disini. "Jadi, apa artinya foto bagimu?" sekilas Flow memandangi semua foto di dinding. "Foto itu caraku untuk mengingat, aku ini pelupa Rome. Jadi aku butuh memotret sesuatu untuk mengingatnya. Setiap foto disini memiliki kenangan, ada yang manis, ada yang pahit. Beda dengan foto yang ada di galeri, disana semua manis. Tetapi disini hanya ada kenangan pahit. Contohnya itu." Flow menunjuk foto lamanya yang sedang duduk di kursi roda dengan rambut pendek berantakan. "Aku dijauhi teman, keluarga, saudara. Semuanya karena Narkoba. Itu yang membuat diriku tertutup, belum lagi dengan kondisiku yang sering sakit-sakitan." aku terkejut mendengarnya, sangat sedih mengingat bahwa kami adalah sama-sama mantan pecandu. "Kamu memakai narkoba dulu?" mata Flow berkaca-kaca. "Iya, kamu mau menjauh? Silakan, aku sudah terbiasa sendiri." aku memegang pundaknya, meneguhkan dirinya. "Kamu tidak sendirian, narkoba juga pernah menjeratku." Flow mengangkat kepalanya. "Sungguh?" aku mengangguk pelan, dengan wajah yang sama-sama sedih kami bertukar cerita. "Aku terbuai obat sialan itu karena ingin lari dari masalahku, tapi bukannya lari. Masalah malah makin besar menimpaku, sampai-sampai orang yang aku sayang pun pergi meninggalkanku." Flow membuang wajah sedih ya ke lantai. "Pacarmu?" tanyanya. "Pacar temanku, seorang gadis yang temanku rebut dariku. Sekarang mereka sudah menikah." Flow memandangiku lembut, matanya sedikit berair. "Hei, itulah gunanya kita hidup. Hanya orang mati yang tidak punya masalah, oke? Pilihan kita cuma dua. Bangkit, atau menyerah. Semua ada yang mengatur." aku mulai tegar saat mendengar ucapan Flow. Dia memberikan dorongan semangat untukku, padahal dia awalnya terlihat membenciku. Flower, mekarkan hatimu.

•••

Hidup itu tidak semudah membuat Quotes bijak.

Vote dan Comment, Dear God lanjut. Kritik dan saran selalu saya terima.

Dear GodTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang