Sixteen

252 10 1
                                    

Aku, pagi hari, film horror sialan, dan July yang tertidur di pelukanku. Aku tidak mau leher July sakit saat bangun nanti, jadi aku memindahkannya ke atas kasur, lalu ikut tidur bersama July sambil merangkul pinggangnya. Tapi ini sudah pagi, kami harus sekolah. Jadi aku membangunkan July perlahan, kuelus pipinya tidak sabaran. "July? Sudah pagi, ayo bangun." kataku lembut, tak lama kemudian July membuka matanya. Dia terkejut lalu memeriksa pakaianya, dan itu masih lengkap. "Hei tenang, aku tidak menudurimu." aku tertawa dengan gelagat July, tapi July cuma cemberut. Dia memanyunkan bibirnya. Oh tidak, dia tetap manyun. Apa ini kode? Apa aku harus memberikan kiss morn?

July menormalkan bibirnya. "Kau lama! Itu menyebalkan!" sial, aku membuang kesempatan emas. "July!" aku mencubit hidungnya dan menarik dagunya pelan, dia terlihat kesal. "Apa-apaan sih! Sakit tahu!" aku menjulurkan lidah untuk meledeknya. "Maaf July sensi." kataku, July mendengus sebal. Maksudku sebalnya July itu malah membuatnya terlihat cute.
Sekali lagi July memanyunkan bibirnya. Yes! Aku bersorak penuh kemenangan di dalam hatiku. "Kemari, Jul." kusentuh pipi July lalu bibir July kulumat sebagai tanda kiss morn. July tersenyum lagi setelah habis kulumat bibirnya, dagunya sedikit basah. Jadi aku mengelap ludah kami di dagunya, namun July menahan jariku."biarlah disana sampai hilang sendirinya." mulut July sedikit terbuka lagi, aku sungguh-sungguh tidak tahan. Aku meniban tubuh July perlahan, bibirku siap melumat bibirnya lagi. Akhirnya kami kembali beradu bibir, memamerkan keahlian melumat masing-masing sampai kurasakan July memainkan lidahnya, kuserang dia juga dengan jilatan lidahku. Lumayan lama kami melakukan ini dan aku sangat merinding mengingat aku tidak pernah melakukan ini dengan gadis lain. Bibir July sunggu nikmat, aku mengecup setiap sudut bibirnya, merasakan fantasi yang July tengah rasakan. Namun aku tahu, kami tidak boleh kelewatan. Kami juga bukan pasangan pacar. Kuangkat tubuhku, sambil melepas ciumanku. Bibir July justru malah ikut terangkat seolah tak mau aku lepaskan, itu sangat lucu. "Maaf manis, kita punya jam pelajaran hari ini." July menepuk pipiku. "Sial! Kamu benar, andai ini weekend." kupindahkan posisi tubuhku, dan duduk di samping July yang baru terbangun. "Jadi," July melirik penuh curiga. "Jadi apa?" aku tersenyum lebar, "apa di rumah ini tidak ada sarapan?" alis July naik sebelah, tatapannya mempermainkanku. "Biar kutebak, ada yang lapar disini." aku mengangkat bahuku. "Tamu adalah raja, kan?" Julya masih melirikku. sialan, dia membuatku mengaku. "Iya, aku lapar July." July langsung menarik bibirku kencang, aku meloncat kesakitan lalu memegang tangannya. "Sakit tahu!" lidah July terjulur meledekku. "Wleek. Itu pembalasanku, sekarang ayo kita masak." dasar, tidak heran kalau aku menyukainya. July memang jail dan humoris.

•••

July menyuruhku menunggu di meja makan, tetapi aku tidak mau. Hari ini dia akan membuatkanku hamburger keju dengan daging salmon. Tapi aku benci keju, jadi kupindahkan keju itu ke roti July. "Kenapa?" aku mendegus. "Alergi." hidung July berkerut. "Uh, kasihan tamuku." bibirku komat-kamit. "Sebenarnya jijik juga." July menatapku lagi sambil mencuci selada. "Jijik?" yeah... "Kamu tahu, tikus suka keju, kan?" July menggeleng. "Itu hanya ada di dalam kartun, Thomas." lidahku terjulur meledek July. "Dasar kamu, Jerry."

Akhirnya nama itu menjadi panggilan sayang kami yang pertama. "Tom, bisakah kamu menggoreng salmon itu?" aku berbalik ke arah July. "Apa tidak sebaiknya kita panggang saja, Jer?" July memasukan banyak keju di rotinya. "Goreng saja biar cepat, lagi pula gizinya tidak kurang. Dasar kucing!" kugoreng potongan salmon itu sambil meledek July. "Sudah kulakukan tikus! Awas kejumu terlalu asin." satu sama. "Memang keju dari dulu asin, kucing!" masih satu sama. "Sama seperti ketiakmu ya?" apakah dua satu? "Tidak Tom, ketiak itu asam. Bukan asin. Wlek." dua satu untuk July si tikus. "Kejumu bisa memenuhi roti sampai luber lho..." aku yakin ini strike, tapi July malah tertawa. "Salmon kamu mau gosong lho..." kulirik salmonku yang hampir sepenuhnya terbakar, ya Tuhan, ya Tuhan salmonku! Sialan, tiga satu. Pemenangnya adalah July si tikus. Mari tepuk tangan, prok! Prok! Prok!

•••

Kami berdua ada di meja makan sambil memperhatikan burger masing-masing. "Selamat menikmati salmon gosong, kucing." aku melirik July sebal. "Terima kasih, tikus." July tertawa penuh kemenangan sambil melahap burgernya, dan keju yang meleleh itu. Dan salmonku? Agak garing plus pahit di bawahnya. Tapi aku menikmatinya.

"Jerry, hari ini pelajaran Mrs. walker. Kamu sudah mencatat teori aljabar terbaru?" July menggeleng. "Sebenarnya Tom, aku kurang suka matematika." aku terperanjat. "Benarkah? Maksudku, rata-rata anak perempuan menyukai pelajaran itu. Kukira kamu salah satunya." July menggigit potongan burger terakhir. Nyam... Nyam... "Aku lebih sedikit anti mainstream Tom, matematika cuma membuat otakku berasap. Ergh, aku serasa gila jika mendengar namanya saja." hmm, aku sangat menyukainya saat berkata "Ergh." itu seksi menurutku. "Aku setuju denganmu Jerry, tapi waktu kita semakin cepat saja rasanya." July melirik jam dinding. "Iya kamu benar, ayo mandi. Kamu pakai kamar mandi bawah, aku yang atas." aku mengangkat kedua jempolku. "Siap, kapten Jerry!" July mengedipkan sebelah matanya untukku. Aku anggap itu sebagai pembangkit semangat pagi.

•••

Aku dan July sudah bersiap dengan pakaian rapih, July juga memakai jaket hari ini. Karena cuaca juga agak sedikit mendung. "Kamu tampak cantik." pipi July memerah lagi. "Makasih, Rome." aku tersenyum manis. Tanganku menggenggam tangan July erat, kami bergandengan tangan sampai membuka pintu.

Dan ternyata.

Di depan pintu.

Ada, Bluez yang kaget melihat kami.

"Pagi, yang, sial. Terima kasih Tuhan."

"Selamat pagi, sahabat-sahabatku." kata Bluez dengan senyuman sinting. "Dengar, Blue-" Bluez menepak tanganku. "Hei!" bentak July singkat, dia juga terkejut dengan kehadiran Bluez. "Aku kesini cuma mau minta maaf, barusan aku ke rumahmu, Rome. Tapi kau tidak ada. Aku mau minta maaf padamu July, atas kelakuanku di pesta dansa semalam, aku mabuk. Aku sadari hal itu, tapi jujur saja. Aku tidak menyangka teman baikku sendiri memanfaatkan kondisiku yang tengah tidak sadar. Sialannya kau Rome! Persetan denganmu! Diam-diam kau juga mengincar July!" mengincar? "Aku pergi, July. Sebaiknya jangan terlalu dekat dengan Rome. Dia berbahaya." tanganku menarik pundaknya. "Hei Blue, aku mohon maafkan aku. Sikapmu semalam-" dengan cepat Bluez menghajar hidungku kencang, July berteriak histeris melihat serangan Bluez. "Hentikan!!!" geramnya. Tapi Bluez sulit berhenti. Dia menendang tubuhku sampai ambruk meniban meja kaca di ruang tamu July sampai hancur berantakan. Reflex, July mengambil tongkat baseball milik ayahnya, lalu menghantam pelipis Bluez dengan itu. Bluez terkejut, dia menahan tongkat baseball itu. July memelototinya tajam sambil menahan air mata. "Maaf atas mejamu." Bluez mengeluarkan segepok uang, lalu memberikannya pada July. July langsung menampar Bluez kencang! Pipi Bluez memerah, dia membetulkan rambutnya yang acak-acakan, lalu merapihkan bajunya. "Kamu begitu dekatnya dengan Rome, tapi kamu tidak tahu kalau dia itu pemakai narkoba! Kamu seharusnya merasa ditipu July. Selamat pagi." Bluez pergi dengan menaiki mobil sportnya. July tertegun melihatku yang pingsan dengan kata-kata Bluez barusan. "Rome, pemakai- Narkoba?"

Yang aku ingat, aku pingsan cukup lama karena kepalaku membentur vas bunga dari keramik di meja kaca itu.

Dear GodTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang