"Apa maksudmu dengan vonis ini!?" braaak! Tak terasa ku gebrak meja ini, sementara July cuma tertunduk atas sikapku. "Ini memang vonis yang aku beri untuk Tobey, cuma ini satu-satunya jalan untuk dia. Seharusnya kau paham!" tidak! "Kau seharusnya yang paham! Tobey temanmu juga ingat!?" July dengan marah menarik kerah bajuku, menarikku sampai pintu. "Keluaaaar!!!"
•••
"Kamu baik-baik saja?" ucap Flow, tapi aku hanya diam tidak mendengar ucapannya. "Hei!"
"Maaf, Flow. Aku baik-baik saja."
Rome
Boleh bertemu Tobey?July
Lima menit saja."Flow, temani aku." pintaku, sambil menggandeng tangan Flow. "Iya Rome."
•••
Brubh.. Brubh.. Brubh..
Aku tidak tahu mau bilang apa lagi, yang aku lihat Tobey terbaring lemas dengan infus dan tabung oksigen yang harus dia pakai setiap hari. "Ini temanmu, Rome?" tanya July. "Iya, dia sahabatku, sekaligus saudara bagiku." Flow tersenyum, dia mengelus punggungku, mengeratkan tangan kami. "Beri dia semangat kalau bangun nanti, kamu tahu karena Tobey beruntung punya saudara sepertimu. Di ruangan ini dua orang cuma boleh 5 menit, tapi kalau kamu sendiri bisa 10 menit. Jadi sebaiknya aku keluar agar bisa menemani ibumu. Flow kemudian beranjak dari kursinya, memijat sedikit bahuku. "Tegarlah, vonis bukan sebuah akhir." kuraba tangannya yang halus, menaruh tangan itu ke pipiku. "Terima kasih, Flow." tanpa kami sadari July mau masuk ke ruangan ini, sebelumnya dia sempat melihat kami saling support sedekat ini. "Permisi, aku harus mengecek keadaan Tobey." sambar July, Flow yang terkejut langsung keluar dari ruangan. "Aku tunggu di luar." sambung Flow.
•••
"Bagaimana keadaannya?" tanyaku. "Tobey belum stabil, dia masih harus dirawat secara lanjut. Jantung dan nafasnya terus melemah." jawab July. "apa langkah terbaik?" dengan cepat July berkata. "Waktu kita sudah sedikit, sementara sakit Tobey sudah terlalu parah. Penyakitnya ini mamicu komplikasi hati dan ginjalnya, salah satu cara terbaik adalah kita harus memberikan sisa waktu terbaik untuknya." kepalaku langsung lesu, tersandar di samping Tobey. "Kau bohong! Tobey tidak selemah ini, dia akan sehat sebentar lagi." bentakku, July rupanya semakin emosi lalu melempar kertas hasil cek darah Tobey pagi ini. "Kalau tidak percaya lihat itu! Aku bukan bicara sembarangan oke! Tolong, hargai profesiku." lalu sebuah ketukan pintu terdengar dari luar tok..tok..tok.. "Maaf dokter July, pasien di ruang 29 mengalami pendarahan." huhh, "lihat itu, baca dan pahami! Aku permisi dulu." kemudian dia pergi meninggalkanku.
Itu saja?
•••
"Hanya aku dan hujan yang bisa membuat sesuatu, tanpa kamu sadari itu menjadi batu yang menyusahkanmu dan aku tahu itu akan berlalu, lalu senyumu akan mengigitku. Pria yang selalu berjalan.
Dia berkata "hari akan berlalu dengan cepat." tapi nyatanya hari ini terasa dua kali lebih lama, dan aku cuma berharap kamu kembali dan melihatku. Pria yang selalu berjalan.
Dia tahu aku cuma beban bagimu, dan aku tidak bisa berpindah dari hatimu. Aku cuma diam, dan tetap diam menunggu bayanganmu naik lalu kamu tersenyum melihatku tanpa arah di mataku, dan aku tahu semua akan indah, saat kamu melihatku di sudut kota ini. Sekarang juga aku tidak bisa tidur wahai pria yang selalu berjalan."
Sebuah sajak yang Flow ciptakan entah untuk siapa.
Dia duduk berdua di samping ibuku, bersurakan hujan mereka nampak tertawa membicarakan sesuatu yang manis. Lalu aku kembali ke ruangan Tobey, melihatnya masih belum sadar ini sungguh membuat aku tidak bisa diam. Berharap July bisa serius menangani Tobey.
13.00
Tobey belum menunjukan pergerakan sama sekali.14.00
Masih sama.14.15
Ada suara hembusan nafas panjang dari mulutnya.15.00
Aku tertidur dan tidak sadar ternyata saat bangun Tobey sedang diberi pertolongan pertama oleh July karena tubuh Tobey mendadak kejang-kejang, sontak saja aku yang masih mengantuk langsung memegangi tangan Tobey yang terus berherak. "Tenanglah kawan, tenang. Asatagaa July apa yang terjadi???" tanyaku, July tidak menggubris dan dia masih sibuk dengan segala alat medis di hadapannya. "Rome?" panggil July. "Ya?" kataku. "Sebaiknya kau keluar, keberadaanmu disini malah menghambat prosedur medis kami."•••
"Bagaimana keadaan Tobey? Apa yang July sedang lakukan?" tanya ibu, aku cuma menggoleng lemas lalu duduk di sebelah Flow. "Tobey kejang-kejang, dia sedang dirawat July." jawabku. "Astaga..."
"Ibu sudah menghubungi kerabat besar Tobey?" tanyaku. "Sudah tetapi nomor mereka tidak aktif semua. Bibi Tobey bilang mereka pindah ke luar negeri, tapi entah bagaimana kabarnya juga tidak ada. Di negara mana bibi Tobey tidap paham. Tetapi dia akan datang sore ini." jelas ibu. "Sialan."
17.00
Tubuh Tobey sudah normal seperti biasa, dan dia sudah bisa diajak bicara."Tobey, Bagaimana keadaanmu?" tanyaku, Tobey cuma tersenyum tipis. "Aku baik-baik saja, kapan sampai?" ucap Tobey. "Aku belum lama, kenapa bisa sampai begini Tob? Setahuku kau ini termasuk orang yang pintar menjaga kesehatan, dan kau juga jago menjalankan pola hidup sehat setiap harinya." Tobey cuma membuang nafas panjangnya. "Sudah tidak, saat aku banyak pikiran sekarang-sekarang ini. Lupakan saja, ayolah aku telah merepotkanmu sampai harus datang kesini." dia tertawa sedikit, "tidak apa-apa, kau mau bercerita sesuatu, bro?" tanyaku, tapi Tobey cuma diam. Sepertinya tidak. "Sudah?" ucap Tobey pada akhirnya. "Sudah apa?" tanyaku. "Move on." ledeknya. Aku langsung menepuk pundaknya. "Sialan, sudah sih... Sepertinya." Tobey tertawa terbahak-bahak melihat reaksiku. "Hahaha, ada orang lain di luar? Selain ibumu?" tanyanya. "Ada, Flow. Mau aku kenalkan?" kataku. "Boleh, siapa tahu aku menyukainya." ledek Tobey lagi, aku cuma memasang wajah datar. "Ya, dalam mimpimu." kemudian aku keluar sebentar, sesaat kemudian July masuk.
"Flow, kemarilah... Akan aku kenalkan kamu dengan Tobey." Flow langsung bangun dari tempat duduknya. "Sebentar ya, bu." katanya kepada ibuku. Lalu dia menghampiriku, kugandeng tangannya dan masuk lagi ke ruangan Tobey. "Hei kawan, ini dia Flow. Flow, ini Tobey." Flow tersenyum, dan senyumannya dibalas hangat oleh Tobey. "Senang bertemu denganmu." ucap Flow. "Aku juga senang bertemu denganmu, hehe. Cantik ya, kamu fotografer kah Flow?" tanya Tobey, Flow tertawa riang sambil melirikku, dan bahu itu sungguh manis sampai mataku tidak bisa menoleh kemana-mana selain ke arah bibirnya. "Iya aku fotografer, Tob. Mau kuambil fotomu?" pinta Flow, Tobey mulai nyaman dengan obrolan ini sementara July hanya duduk dan memperhatikan. Sesekali dia melihat handphonenya yang sepi. "Boleh, tapi aku harus potong rambut dan ganti pakaian dulu sepertinya, hahaha." Flow kembali tertawa, dia mengangkat kameranya lalu membidik gambar Tobey. "Ini sudah tampan kok, tidak perlu berhias dulu. Tampil natural itu bagus tahu, wleeek." ledek Flow. Ckreek Ckreek. "Hei foto sama-sama dong" kataku, Tobey dan Flow kelihatan setuju. "Ayo sama-sama, dokter juga ikutan ya." ajak Flow ramah, tetapi July malah ingin keluar ruangan. "Maaf saya harus ke ruangan lain." aku langsung menahan tangan July. "Ayo July, untuk Tobey." kataku. "Betul dokter July, ayolah." tambah Flow, Tobey juga menarik tangan July. "Kita kan sahabat July, mau ya..." sesaat July diam, dia tertunduk lalu kembali tegar mengangkat kepalanya. "Baiklah, ayo." yess!!! Seluruh ruangan berseru gembira.
July, Aku, Flow, dan Tobey saling merangkul erat sementara ibuku yang masuk kedalam ruangan langsung mau mengambil foto kami. Semua memasang senyum bahagia, kecuali July yang nampak kurang senang. Kami ini teman.
Ckrek!
