Twenty Nine

197 15 8
                                    

Rome
Flow, aku tunggu kamu di kantin kampus.

Flow
Libur Rome, ada apa?

Rome
Datang saja ya, usahakan cepat.

Flow
Baiklah.

30 menit kemudian Flow datang dengan kameranya. "Ada apa?" tanya Flow, dia langsung menarik kursi menghadapku. "Aku akan pulang dulu, untuk beberapa hari ini. Temanku sakit dan dia butuh aku." Kataku. "Iya, lalu kamu mau berpisah?" tanya Flow. "Rencananya aku akan mengajakmu, itu-pun kalau kamu mau." aku cuma mengangkat bahu.

Kami lama di posisi itu sebelum akhirnya waktu semakin mendesakku, aku harus segera pergi. "Jadi?" Flow masih diam. "Berapa hari?" hmm, benar juga ya. "Seminggu bagaimana?" dia menggelengkan kepalanya. "Lima hari?" dia baru tersenyum sembari melihatku. "Baiklah, ayo. Lagi pula aku tidak punya banyak teman disini."

•••

Kami sudah berada di pedawat, selepas menunggu ocehan para pramugari, akhirnya kami berangkat pulang langsung menuju rumah, bersama Flow yang duduk di sampingku. Aku mau lihat bagaimana reaksi July saat melihatnya nanti, aku juga tidak sabar ingin menjenguk Tobey.

...

"Romeo datang dengan kuda hitamnya, dia menembus kabut tebal, menyusuri malam demi bertemu dengan Juliet. Namun sayangnya ayah Juliet mengetahui maksud Romeo, lalu dengan sepuluh pasukan berkuda. Raja mengepung Romeo, apakah Romeo akan pasrah? Tidak!"

"Itu mustahil, mah." potong seorang anak kecil dengan selimut merah yang menutupi tubuhnya. "Ada apa sayang?" tanya si ibu penasaran. "Romeo cuma sendirian, sedangkan Raja bersama sepuluh pasukan berkuda. Mustahil dia akan lolos, hidupnya pasti berakhir di dalam penjara, dan dipenggal keesokan harinya." ish ish ish, anak mamah sok tahu ya.. Ledek si ibu, kemudian dia melankutkan ceritanya. "Romeo dengan gagah mengalahkan kesepuluh pasukan itu, lalu dia kabur melarikan diri karena sang Raja memanggil lima puluh pasukan lainnya untuk mengepung Romeo."

"Dia laki-laki naif." potong anak kecil itu lagi. "Loh, kok naif sayang?" si anak memiringkan tubuhnya, membelakangi sang ibu, lalu mulutnya berucap. "Romeo akan pura-pura mati, kan? Lalu Juliet bersedih kemudian dia juga meminum racun yang sama. Naif bukan? Dia itu laki-laki yang terburu-buru."

Romeo itu laki-laki yang terburu-buru...

Sampai-sampai dia tidak tahu siapa di depannya, siapa cintanya, siapa jodohnya. Dan dia cuma menemui kesendirian

Rome?

Rome?

"Romeo!" plaaaak! Tamparan Flow kencang ke arah pipiku. "Apaaaa!?" teriakku terkejut, Flow terlihat sebal melihatku. "Kita sudah sampai!" huft, "iya, maaf Flow aku hanya terlalu capek hari ini, ayo turun."

•••

Tanpa perlu menunggu apa-apa lagi, kami bergegas pulang ke rumah ibuku. Berharap dia akan mengantarkan kami bertemu Tobey, jujur aku bingung mau mengatakan apa kepada ibu tentang Flow, sementara aku nekat membawa perempuan jauh-jauh dari Paris ke sini. Tapi biarpun begitu aku senang, Flow sepertinya menempukan beberapa hot spot untuk memotret. "Sedang lihat apa?" tanyaku. "Disini banyak tempat-tempat bagus, ya." aku cuma tertawa kecil lalu membiarkannya mengamati keadaan sekitar. "Taxi!" teriakku, kami memasuki Taxi kuning yang lansung berhenti itu, dan aku terkejut saat melihat sopirnya. "Black!?" dia menoleh ke belakang dan tak kalah terkejut denganku. "Wah, Rome? Hei sobat, apa kabar? Kemana kita?" setelah selesai memasukan barang ke bagasi, kami masuk ke dalam Taxi. "Aku baik, kau? Sejak kapan... Hmm." dengan cepat Black langsung menyambar. "Aku juga baik. Jadi supir Taxi? Hmm, baru 6 bulan ini. Kau tahu lah aku bukan tipe anak pintar dulu, jadi inilah aku." Black nampak lesu, dia langsung tancap gas. "Ya sudahlah, lagi pula ini lembaran baru kita. Ngomong-ngomong kita ke rumahku." kutepuk pundak Black. "Ya, kau benar juga. Pada akhirnya aku akan menyesal. Baiklah haha, Dia siapa?" aku suka saat orang tertawa karena kata-kataku, Black nampak kelihatan lebih lega setelah aku mengatakan itu.
"Brengsek bisa berubah, Black. Dan kau membuktikan itu. Ini Flow, dia temanku dari Paris. Eh, Flow. Dia Black, temanku saat sekolah dulu." mereka kemudian bersalaman. "Aku kira dia pacarmu hahahaha." hah? "Ehehe, banyak yang bilang begitu." bughh Flow dengan cepat meninju bahuku sambil memasang wajah terseramnya. "Dalam mimpimu!" dasar galak.

•••

"Terima kasih, bro. Tidak usah karena kita ini teman." Black buru-buru menutup kaca jendelanya. "Hei, Black! Tolong terima, ayolah..." dia melihatku sebentar. "Ayolah, anggap saja uang rokok, benar? Kulihat tidak ada bungkusan rokok disana, aku tahu Black yang ditakuti satu sekolah tidak pernah melepas batang rokoknya. Ini bukan kau, bro." Black tertawa terbahak-bahak seketika itu juga. "Sialan kau Rome!" dia mengambil uang dariku. "Thanks ya, aku pergi dulu." baiklah...

...

"Flow, selamat datang di rumahku." kataku lembut, lalu membukakan pintu untuknya. "Kamu, baik ya." katanya pelan, wajahnya sedikit merah. "Baik? Oh yang tadi? Itu bukan apa-apa kok." Sekali lagi Flow meninju bahuku. "Itu baik, tahu." tak lama kemudian terdengar suara langkah kak turun dari anak tangga. "Itu pasti ibu, kamu tunggu disini ya." kataku, lalu naik ke atas, belum juga kakiku sampai. Ibu langsung menangis haru memelukku. "Rome, ibu tahu kau akan datang. Ayo, Tobey sangat membutuhkanmu." kubalas pelukan ibu erat. "Aku mengerti, bu. Ibu apa kabar? Keadaan Tobey sekarang bagaimana?" ibu langsung menatapku sedih. "Ibu baik-baik saja, tapi Tobey! Dia memburuk."

°°°°°°

Go Go Go!!!
Ayo komen dan Votenya, supaya Author lebih semangat melanjutkan Dear God!!!

Dear GodTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang