Twelve

262 12 3
                                    

Pagi sudah datang, aku dan sarapan buatan ibuku. aku mulai dekat dengan ibu sejak kematian ayah, entah kenapa sikapnya berubah. Dia masih merokok, tapi lebih terlihat fresh.

Pagi kami lumayan baik seperti keluarga lainnya, aku cuma menatap bangku ayah yang kosong. Dia sering teler disana, dasar pemabuk. Andai aku punya seorang adik perempuan disini, atau punya kekasih mungkin. Ah bahagianya aku, tetapi entah mengapa hatiku berkata lebih sempurna jika July yang jadi kekasihku.

Jika orang menghakimiku karena kelakuanku yang liar, mereka harus melihat anak mereka sendiri. Terkadang saat jatuh, manusia selalu mempunyai malaikat penolong. Aku teringat dengan wajah July, dia bukan malaikat. Dia bidadariku.

Saat sendok makan ini menyentuh bibirku, ingatanku seakan memutar balik ketika July melumat bibirku. Huh... Ingatan itu selalu membuatku menghela nafas panjang, membayangkannya duduk di sebelahku dengan senyumannya. Lalu dia berkata. "kamu mau tambah sayang?" aku berkata. "Suapi aku sayang." astaga aku sedang berhalusinasi. Tapi ini agak asyik di ingatan, kemudian aku memegang tangan July, merangkul pinggangnya dan menuntunnya duduk di pangkuanku dengan wajah cantik dan mata indahnya. Oh July ku, jangan jauh-jauh dariku.
"Rome?" sebuah tepukan mendarat di pipiku keras. "Apa July?" kataku tanpa berpikir apapun. "Kau menelan berapa pil semalam?" pil? Kulirikan mataku kesamping, ternyata itu ibu. "Eh, maaf bu. Bukan apa-apa kok. Aku tidak menelan pil itu tiga hari ini." ibu tertawa sambil batuk-batuk di depanku. "Ada yang sedang jatuh cinta." ledeknya, mukaku langsung memerah. Tanpa memperdulikan ibu, tanganku langsung menyendok makanan memasuki mulutku. "July, siapa dia?" tanya ibu. "Dia temanku bu, pindahan dari luar kota." lalu ibu menyambar. "Apa dia gadis tinggi semampai dengan rambut kecokelatan, dan mata besar yang indah juga senyuman yang manis?" mataku terbelalak mendengar ucapan ibu. "Tahu dari mana bu?" ibu menunjuk jendela. "Dia di luar menunggumu." benar saja, di luar ada July. Aku langsung meninggalkan sarapanku dan langsung pergi ke luar rumah.

•••

July sudah ada di depan dengan mobilnya, tentu dia tidak lupa membawa senyumannya.

"Ayo sekolah." ajak July dengan raut wajah yang cerah dan mata yang sedikit bengkak karena menangis semalam. "Maaf July, tapi kamu tahu kan masalahku?" July menarik tanganku. "Kemari." katanya, lalu mulutnya mendekat ke telingaku. "Hutangmu dengan Black sudah aku bayar, jadi tenang saja ya. Ayo sekolah." oh tidak. "Kenapa kamu bayar? Aku bisa membayarnya nanti!" kataku dengan nada yang sedikit keras. "Maaf Rome, biarkan aku membalas kebaikanmu yang sudah mau mengantarkanku semalam. Kalau aku menunggumu, kamu pasti tidak masuk. Jadi masuk ya, ayo ganti pakaian kamu. Aku tunggu." ujar July, dia juga melambai kepada ibu. "Selamat pagi tante." ibu membalas lambaian July dengan senyum ramah. "Cepat ganti baju!" sambar July lagi tidak sabaran. "Iya Jul, iya..." kataku sedikit kesal, dia cuma tertawa kecil, dasar.

Lima menit berikutnya aku keluar rumah dengan jaket kebanggan baruku, July tersenyum lagi melihat aku memakai jaket pemberiannya. Setelah kami pamit, July langsung tancap gas menuju Sekolah.

•••

Kami sampai disana, anak-anak beberapa masih di luar bermain-main. Aku dan July melihat Tobey yang sedang di ganggu beberapa anak alumni.

"Hei, jangan ganggu dia." kataku, beberapa anak mulai melihatku termasuk Tobey. July bersembunyi di belakang tubuhku. "Rome, dia temanmu?" rupanya bos mereka adalah Flinz, temanku saat SMP. "Hei Flinz, jangan ganggu dia. Dia temanku juga." Flinz menepuk punggung teman-temannya cepat. "Sorry, Rome." ujar Flinz, kemudian mereka berjalan menjauh. "Kau tidak apa-apa Tob?" Tobey cuma mengangguk sambil membetulkan kaca matanya. "Thanks, bro." July mulai keluar dari persembunyiannya, kemudian dia berada di belakang Tobey memegang pegangan kursi roda Tobey. "Kalau ada gangguan dari mereka, sebut namaku saja Tob. Bagaimana tangamu?" Tobey melirik ke arahku dan July, kemudian dia tersenyum lebar. "July, Rome. Kalian berbarengan? Eh Rome, tanganku diberi kesembuhan. Aku sudah bisa mendorong tubuhku lagi ke kelas. Ya tapi kalau July tidak keberatan aku minta tolong di dorong." aku dan July tertawa bersama sambil mendorong Tobey. "Syukurlah Tob." kataku. "Apa ada perempuan cantik yang sudah kamu temui kemarin?" tanya July meledek. "Ada apa memangnya?" Tobey menaikan bahunya. "Kamu kelihatan tampan hari ini." Tobey melirikku tajam. "Hei bukan aku yang bilang sobat, tapi jujur Tob. Apa kau memotong rambutmu?" Tobey tersungut, dia melihat jam tangannya. "Apa ini sudah waktunya jam meledek Tobey?" kami langsung tertawa terbahak-bahak dengan lelucon Tobey, hahaha sabataku yang satu ini. Oh Tuhan, beri Tobey kesehatan. Kalau bisa beri kakinya kekuatan supaya bisa berjalan. Doaku selalu menyertai sahabatku.

Mataku kemudian berpindah melirik July. "Apa?" tanya July aneh. "Bukan hanya Tobey yang tampan, kamu juga terlihat cantik hari ini." mataku masih menyorotinya dengan senyuman tenang, July memerah dia mendengus dan kembali melihat kedepan sambil mendorong kursi roda Tobey, ekspresinya sangat lucu kalau salah tingkah. "Kamu mengejek ya?" tanya July, aku masih memperhatikannya. "Sama sekali tidak." July salah tingkah lagi, sekarang dia menggigit bibirnya sambil memainkan rambut. Aku dan Tobey tertawa kecil melihat tingkahnya. "Kau memang jail Rome." ledek Tobey.

Kami sudah memasuki kelas, Bluez sudah ada disana. Dia melirik tajam ke arahku dan July. Mungkin dia merasa heran kenapa kami jalan bersama dan tertawa bersama. Aku tahu dia cemburu, tapi maaf Bluez. Bukan maksudku untuk menodai pertemanan kita. Biarlah July memilih. "Apa kabar, Bluez?" sapaku, Bluez hanya menaikan kepalanya sedikit. "Yo, not bad." matanya masih menyoroti July yang menaruh Tobey di tempatnya. "Terima kasih nona cantik." ujar Tobey, July mengusap pundak Tobey sebelum duduk di bangkunya. "Sama-sama tampan." Tobey melirikku dan Bluez dengan wajah kemenangan. "Jangan iri padaku ya, double bro!" hahaha, aku cuma tersenyum. Berbeda dengan Bluez yang memajang wajah sebal.

"Kau kenapa, bro?" Bluez membuang nafas kesal. "Kalian sudah dekat?" tanyanya. "Lumayan." kataku singkat, kemudian Bluez membuang muka dan menggebrak meja. Gebrakannya sampai membuat July terkejut. "Ada apa bro?" Bluez tidak menjawab dan pergi ke luar kelas. July melirikku sambil berbisik. "Ada apa?" aku hanya mengangkat bahuku. "Tidak tahu Jul."

Dalam hati Tobey. "Mungkinkah Bluez cemburu denganku?" oh bukan itu Tobey, kurasa Bluez tahu tentang kedekatanku dengan July.

Belum sempat belajar, aku ingin mengejar Bluez. Menanyakan apa yang terjadi padanya. Benarkah ini masalah perempuan atau tidak. Tapi Mrs. Lince lebih cepat muncul. "Rome, kembali ke tempatmu."

"Baik, bu."

Dear GodTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang