Mata hitam, bibir pucat. Siang datang, malam sirna. Aku lagi bersama langkah kakiku menuju Rumah. Ada ibu dan beberapa orang berpakaian hitam disana, ada apa?
"Siapa yang mati?" tanyaku, ibu langsung memelukku. Aku kembali bertanya padanya. "Siapa yang mati?" ibu menjawab. "Howard, dia tertabrak kereta api saat bekerja." ayah...
•••
Aku melihat mayatnya di hadapanku saat memasuki rumah, ludahku tertelan beberapa kali saat meyakinkan diriku kalau itu benar memang ayah. Kain putih itu kuangkat sebentar, benar saja itu ayah. Mulutnya mengaga dan kulitnya memucat. Lututku langsung lemah, tubuhku bersandar di dinding semakin lama kaki ini tak mampu menahan tubuhku, akhirnya aku ambruk juga.
Dia mati, apa boleh menangis untuk orang yang terus mengecewakanku?
•••
Pagi semakin siang, puluhan teman ayah berdatangan berganti-ganti. Aku tidak beranjak dari tempatku sampai seorang pria menepuk pundakku. "Kau Rome?" aku hanya mengangguk iya. "Namaku Kyle, Howard punya titipan untukmu." pria tua bernama Kyle ini memberikanku sebuah koper yang tertutup rapat. "Apa ini?" tanyaku. "Milik ayahmu, jujur aku kasihan padanya." jawab Kyle, kemudian dia megeluarkan sapu tangan lalu mengelap matanya yang basah. "Baiklah, terima kasih." Kyle cuma mengangkat kepalanya, dia berusaha tegar. "Sama-sama nak, ingat. Biarpun dia sudah tidak ada. Brengsek bisa berubah. Percayalah..."
•••
22.30
Brengsek bisa berubah, katanya. Aku juga bukan manusia yang berada dalam kebenaran.
Pemakaman ayah baru selesai pukul 7 malam tadi, sengaja dipercepat supaya ibu bisa menghemat uang. Hari ini semua kejadian berjalan dengan sangat cepat mulai dari mencium July sampai memakamkan ayah. Aku tidak tahu apa yang harus aku lakukan, mungkin beberapa jam lagi tubuhku akan menggigil. Satu hal yang membuat aku penasaran malam ini adalah...
July sedang apa?
Nonton film?
Apa dia masih marah denganku?
Huh... Yang jelas tidak bersamaku, tubuhku rebah. Aku belum mengerti bagaimana semuanya bisa cepat berubah dan berlalu begitu saja. Apa maksud Kyle? Koper ayah masih kusimpan karena aku tidak tahu sandinya. Tetapi aku penasaran juga akhirnya, jadi tubuhku langsung bangkit.
Mengambil palu dan obeng untuk merusak kuncinya, kupukulkan beberapa kali ke letak sandi koper itu. Dan dengan mudah terbuka juga. Cih, ini bukan peti harta karun.
Satu persatu barang-barang di dalamnya ku keluarkan, ada beberapa handphone disana, kemudian ada foto ketika aku masih kecil saat digendong kakek. Aneh, aku malah lebih rindu dengan kakek ku. Setelah aku periksa lebih dalam disana ada dua buku dan lima belas lembar catatan yang tersobek dari buku itu. Kuambil buku pertama, buku yang sampulnya putih sedikit kusam.
Romeo anakku, manusia pertama yang membuatku menyesali segala salahku. Di setiap langkahku, aku tahu dia sangat membenciku. Itu yang aku tahu, namun yang aku percaya. Jagoanku akan memaafkanku walau prosesnya sangat memakan waktu.
Ayahmu ini brengsek nak, bejad, bajingan, tidak bertanggung jawab. Aku menyadari hal itu di setiap kedipan mataku. Setiap aku memejamkan mata, aku melihat Romeoku dengan pakaian rapih, memakai jas, dan sedikit berkumis. Namun saat aku membuka mata, aku melihat Romeoku dengan pakaian apa adanya, memakai jaket, tanpa kumis tipis, mata hitam, dan bibir pucat. Disitulah aku merasa gagal sebagai ayah.
Aku memang tukang mabuk, aku sering teler saat pulang. Tapi nak, aku masih mampu membedakan mana Romeo dan anak lain. Aku memperhatikanmu setiap hari. Setiap jam istirahat kerja aku selalu menyempatkan diri untuk melihat kondisimu. Di sekolah, di kelas, di rumah dan sebagainya juga kamarmu yang dimana aku sudah lama mengetahui kalau kau pemakai narkoba. Jujur aku kecewa, tapi aku tidak bisa menegurmu karena aku juga tidak kalah buruk darimu.
Mataku berkaca-kaca.
Kau tahu nak? Terkadang aku dan ibumu bertengkar bukan untuk membuatmu pusing dan tidak nyaman berada di rumah, bukan. Itu cara kami untuk mencari solusi dan jalan keluar. Ya... Memang caranya salah, dan selalu beberlarut-larut.
Romeo, aku tidak mengharapkan maaf darimu. Kalau kau memaafkanku, dadaku akan sesak. Biarlah kau yakin dulu mau memaafkanku atau tidak. Jangan cepat-cepat nak, ini catatan terakhirku karena aku merasakan gejala aneh akhir-akhir ini. Banyak suara berbisik di telingaku, langkahku berat, kepalaku pusing, waktu berjalan sangat cepat bagiku. Disanalah aku menyadari firasat. Firasat yang mengatakan kalau sebentar lagi aku akan meninggal. Semoga saja tidak, jangan Tuhan. Aku belum menebus salah kepada anakku.
Romeo, maafkan ibumu. Aku juga yang membuatnya melakukan kesalahan padamu.
Romeo, ingat kata-kataku ini...
Ayah... Air mataku menetes turun.
Sejahat-jahatnya manusia, se-bagaimanapun buruknya dia, brengsek bisa berubah. Justru malah orang baik yang munafik. Mereka sama-sama brengsek, tetapi malu mengakuinya.
Jadilah domba berbulu serigala untuk mengetahuinya, tapi aku mohon. Hentikanlah mengkonsumsi obat-obatan terlarang itu, aku tidak memaksa cepat nak. Hentikan saja dengan caramu, seorang malaikat pasti akan membantumu. Percayalah.
Romeo, aku dan ketidak sempurnaanku sebagai ayah dan suami. Brengsek ini tetap ayahmu, nak. Semoga Kyle menyuruhmu membaca ini, dia agak sedikit pelupa.
Romeo, anakku. Lind, istriku. Aku menyayangi kalian, jaga diri kalian. Gunakan tabungan yang kusimpan sebaik-baiknya. Lind, kurangilah rokokmu. Sebab kalau Romeo punya istri atau pacar, dia akan risih padamu. Untuk Romeo, stop menggunakan narkoba nak. Jangan merokok, itu merusak paru-parumu, jangan minum alkohol, nanti mulutmu bau sepertiku, jangan main perempuan karena perempuan itu untuk disayangi. Bukan dimainkan. Bergaulah dengan teman-teman yang baik. Ayah mencitai kalian, ayah tetap mengawasi walaupun jaraknya bumi dan akhirat.
James Howard.
•••
Vote dan Comment sangat membantu semangat Author untuk melanjutkan Dear God
Thanks for Reading.
-Rijal
