Five

288 15 2
                                    

Tubuhku lemas tak punya daya, tertidur diatas sofa empuk. Tunggu dulu, di Neraka tidak ada sofa. Ini kah Surga?

"Hei bodoh, jangan mengigau!" oceh seorang perempuan yang aku sendiri tidak tahu siapa dia. Lalu kubuka mataku perlahan-lahan. "July?" gadis itu July, dia duduk di sampingku sambil membaca buku. "Bagaimana keadaanmu?" tanyanya, aku cuma menggangguk. "Lumayan." dia menaruh bukunya. "Untunglah aku menemukanmu, kalau tidak kau sudah mati. Apa yang terjadi padamu? Hah?" ucapnya, mataku menyorotinya tajam. Lalu aku tertunduk. "Kau tidak akan mengerti." kemudian July mendesakku untuk bercerita padanya. Aku masih memilih bungkam. "Dimana orang tuamu?" July hanya mengangkat bahunya. "Ada urusan kerja di luar negeri, mereka orang yang sibuk. Bagaimana denganmu?" dia menyodorkan kripik kentang untukku, aku mengambil beberapa lalu memakannya. "Orang tuaku buruk." dalam artian lebih buruk, kurasa begitu. "Hmm, pasti tidak menyenangkan." sambarnya. "Begitulah."

"Jadi, terima kasih sudah menolongku. Ini sudah malam aku harus pulang. Tidak baik juga untukmu." aku mulai berdiri namun July menahan tanganku. "Hei mau kemana? Diluar hujan. Apa maksudmu tidak baik juga untukku?" aku menatap tanganku, July juga menatap tangannya. Lalu dia melepasnya. Maaf... "Aku harus pergi, ada janji jam 12 malam. Oh itu, tidak ada apa-apa. Kau tahu? Aku laki-laki, kau perempuan, kita berada di satu rumah, dan jika setan membisikan hal buruk padaku bagaimana?" July tertawa melihat tingkahku, dia menepuk dadanya karena tersedak. "Kau aneh ya, setan tidak akan menggoda setan kau tahu?" dia kembali tertawa. Sial, benar juga kata-katanya. Aku tidak tahu kenapa, tetapi aku tertawa melihatnya. Aku duduk lagi di sebelahnya dan sepertinya aku baru menyadari sesuatu. "Hei July, kenapa pakaianku berubah? Kau menggantinya? Saat aku tertidur?" tatapanku mencurigainya, dia menyipitkan matanya. Lalu membalas tatapanku sambil mendekatiku. "Aku menelanjangimu, lalu menggantikan bajumu. Kau suka?" oke gadis ini menakutkanku. "Kau gila?!!!" dia lagi-lagi tertawa mendengar jawabanku. "Hei aku serius!" kataku menepuk pundaknya. "Aku bercanda, kau ini terlalu serius. Pantas saja hidupmu tegang begitu." aku mulai tenang. "Lalu bagaimana kau mengganti bajuku?" dia kembali mengambil kripik kentang. "Aku melucuti pakaianmu, lalu menggantinya. Tidak telanjang bulat kok. Nanti kau bisa masuk angin tahu." saat aku ingin membalas ucapannya, July melanjutkan kata-katanya. "Tunggu-tunggu, kau cuma 98% telanjang. Ya aku sudah ingat." katanya santai sambil kembali menyipitkan matanya. "Apaaaa!!!"

•••

Sialan, sudah jam satu malam. Tidak ada harapan lagi untuk menemui Black. Aku masih bersama July, dia mengajakku begadang sambil menonton film.
July masih meledekku, saat dia duduk lebih dekat padaku. Saat itulah aku juga takut padanya, jadi aku menggeser posisi dudukku. Namun July menggeser lagi mendekatiku, kugeserkan lagi bokongku semakin ke samping. Dia masih mengikutiku, akhirnya aku berhenti karena kalau aku bergeser lagi, aku akan jatuh. Jadi aku stop disini, July tertawa kecil melihatku menelan ludah. Astaga perempuan macam apa dia?

Ekspresinya sangat tenang walaupun baru mengenalku, dia belum tahu siapa aku. Tetapi dia sepertinya percaya padaku, aku jadi penasaran. "Hei Jul, apa kau tidak takut padaku?" dia menggeleng. "Tidak." aku semakin penasaran. "Kenapa? Bahkan kau belum mengenalku." dia mematikan TV. "Aku tahu namamu itu Rome, kenapa aku tidak takut padamu? Karena kejadian saat kau membentakku. Disanalah aku tau kau bukan tipe laki-laki yang suka berdekatan dengan perempuan. Hei bukan berarti aku mengiramu gay lho. Hanya saja, ya kau berbeda. Aku tidak tahu jelas." ucapnya, matanya memerah. Sepertinya dia mengantuk. "Dengar Jul, aku tidak bermaksud membentakmu tadi siang. Maafkan aku. Aku cuma sedikit..." July memotong kata-kataku. "Risih! Yap, tak apa Rome. Memang salahku. Kau lapar?" oh syukurlah. "Sebenarnya, aku sangat lapar. Bahkan ingin memakanmu." dia kembali tertawa sambil menepuk pundakku. "Itu lucu Rome, baiklah tunggu disini. Aku akan memasak sebentar untukmu." July mulai berdiri lalu pergi ke dapur. Aku menahannya. "July?" dia berbalik. "Ya?" aku menghela nafas huh... "Kau sangat baik, maaf merepotkanmu." dia tersenyum manis. "Kau juga baik, Rome. Percayalah..." lalu bayangnya hilang.

Dia barusan bilang aku baik? Apa aku salah dengar? Ah mungkin July sudah sangat mengantuk.

•••

Kira-kira sudah lima menit berlalu, July membawakanku dua roti isi jumbo dan dua kaleng soda. "Makanlah." ucapnya sambil tersenyum. "Kau juga makan kan?" dia masih tersenyum melihat makanannya. "Itu semua untukmu, kalau kau masih lapar. Kau bisa tambah." ucapnya, aku jadi merasa tidak enak. "Ayolah Jul, makanlah satu. Setidaknya temani aku. Oke?" July menatapku tajam. Oh Tuhan, apa aku salah bicara? "Aku meledekmu lagi, bung." katanya dan kembali tertawa sambil mengambil salah satu roti isi. "Kau sialan Jul." dia makin terbahak-bahak. "Entah kenapa aku suka sekali menggodamu. Baiklah-baiklah... Kita makan, cepat habiskan. Aku mengantuk." aku mengambil rotiku sambil tersenyum ke arah July, dia juga tersenyum padaku. Lalu kami menghabiskan roti isi kami.

Setelah tegukan terakhir sodaku, July mengajakku tidur. "Rome, ayo tidur. Besok kalau kau mau masuk Sekolah bersama denganku." aku mengangguk saja, lalu tubuhku rebah di sofa itu. "Selamat malam July." kataku, lalu menutup mata. Namun July masih berada di tempatnya. "Maksudku di kamarku." katanya ramah. "Oh tidak, terima kasih." kataku grogi, lalu membalik tubuhku membelakangi July. Namun July masih bersikeras untuk mengajakku tidur di kamarnya, dia menarik paksa tanganku. Namun aku juga menarik tanganku. "Hei!" bentaknya kesal. "Apa?" kataku masih bingung. "Jangan melawan perempuan! Ingat itu! Ayolah tidur di kamarku, aku tidak akan menyiksamu disana." aku mengangkat telunjukku seraya ingin berkata sesuatu namun July menutup mulutku dengan tangannya. "Shhht, lakukan perintahku kalau kau merasa sangat berterima kasih padaku. Mengerti?" sialan, dia membuatku terdesak. "Ya baiklah... Baiklah... Ingat, ini kau yang mau!" July tersenyum. "Iya dasar cerewet."

Jujur saja dia membuatku takut, jadi aku memasuki kamarnya. Sebenarnya apa rencana July? Yang jelas aku ini tetap saja laki-laki, kapanpun bisa terpancing. Tapi tidak padanya, tidak akan.

Dear GodTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang