Play: Ellie Goulding – Burn.
Suasana rumah sakit begitu senyap. Leona langsung dilarikan kerumah sakit begitu Brooklyn menangkap suara bedebum keras didepan pintu apertemen dan mendapati Leona yang pingsan tak sadarkan diri dengan luka tembak didada kirinya.
Dada kiri. Nyaris kejantung.
Astaga.
Justin masih menatap Leona melalui kaca bundar dipintu kamar perawatan dengan getir. Pria itu merasa sangat bersalah. Melihat Leona terbaring tak berdaya diranjang dengan pakaian biru pucat khas pasien rumah sakit, rambut pirangnya yang berantakan, dan infus di nadinya membuat Justin merasa bodoh. Dia terlalu bodoh sehingga tidak bisa menjaga adiknya sendiri.
Justin menarik nafas, lalu memutar badannya menatap Letty, Brooklyn, dan DOM (minus Kristen) sedang terduduk dikursi biru gelap yang berjejer dilorong rumah sakit. Justin menggigit bibirnya lalu memijit pelipisnya frustasi.
Siapapun dia. Siapapun dia yang telah menembak Leona, dia mencoba membunuh Letty atau mungkin membunuh dirinya sendiri. Pasti orang itu adalah salah satu dari antek – antek Davin Cyrus atau Leonardo Bach. Dan mereka sudah tau letak apertemennya. Itu berarti Justin harus meminta pengamanan ketat disetiap sudut – sudut kamarnya dan bahkan gerbang apertemen. Atau Justin bisa memasang interkome auto audio yang menggunakan suara, dan pemeriksaan sidik jari. Jadi siapapun tidak bisa menyakitinya ketika dia lengah, atau sedang beristirahat.
Heran, bagaimana bisa Davin atau Leo masuk kedalam gedung apertemen dimana setiap mobil tak dikenal yang mencoba masuk harus melakukan pemeriksaan ketat dan penunjukan kartu tanda identitas mereka?
Kecuali mereka penjahat ulung.
Geez. Sepertinya dia tidak bisa lagi terus berdiam diri seperti keledai bodoh. Dia harus menumpaskan siapapun Davin dan Leo beserta bos mereka berdua. Oh lihat saja, jika dia bertemu dengan orang sialan itu, bisa dipastikan mungkin Justin akan langsung mematahkan tulang lehernya dan membakar tulang tengkoraknya.
"Justin," Emosi masih menyulutnya hingga ujung kaki ketika suara lembut Letty terdengar. Justin mendongak menatap Letty yang terduduk dikursi dengan lesu. "Relax." Desis gadis itu.
Relax? Bagaimana dia bisa relax? Kalau adiknya sedang bertarung melawan malaikat maut disana? Justin membuang pandang dari Letty, lebih memilih menatap kekanan dimana koridor rumah sakit tampak senyap dan kelam. Pria itu perlahan merosot ketika dia membayangkan hal – hal buruk yang menimpa Leona. Dan itu semua karena dirinya.
Bagaimana jika penembak itu tepat sasaran? Bagaimana jika yang tertembak adalah jantung Leona? Bagaimana jika Brooklyn tidak menyadari hal janggal dan mereka telat menyelamatkan Leona? Bagaimana jika dokter gagal menyelamatkan Leona? Bagaimana...bagaimana..
Justin tidak tahu. Dia tidak tahu bagaimana keadaan berubah menjadi kejam padanya. Setelah merenggut Mina, apakah Tuhan masih tega merenggut Leona darinya?
"Jangan," Justin berdesis, mengubur kepalanya diantara tekukan lututnya. "Jangan." Dia menangis. Memeluk lututnya sendiri. Berharap kalau Tuhan masih menyayanginya.
***
Letty Fillard berjalan dengan malas memasuki sebuah cafe Starbucks yang berjarak lima blok dari rumah sakit. Gadis itu baru saja masuk antrian ketika seseorang menepuk pundaknya.
"Letty Fillard?" gadis berambut hitam manis dengan garis wajah angkuh berbicara padanya sambil menggenggam senampan berisi delapan gelas kopi Starbucks.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Fast And Furious of Justin Bieber
Hayran KurguJustin Bieber. Siapakah orang dungu yang tak kenal dengan pria tampan nan macho ini? Bukankah Justin Bieber mempunyai miliaran fans yang tersebar dimana saja? Dengan wajahnya yang tampan, kharismanya yang luar biasa, serta suaranya yang bagai desau...