PROBLEM (again) 2

33.6K 2K 61
                                    

Ali's POV

"Salah paham gimana?semuanya udah jelas, gue kecewa sama kalian berdua. Pernikahan kalian jadiin mainan!!" sahutnya meninggalkanku berdua dengan Prilly di taman. Baru dua langkah Alya berjalan, dia berbalik tersenyum sinis ke arah kami.

"Gak usah sok mesra, kalau itu cuma kebohongan semata!"

Prilly menangis di pelukanku, bahunya bergetar menahan isak.

"Li kenapa semuanya jadi kayak gini?" ujarnya disela-sela isakannya.

Aku menghela nafas, aku juga tidak tahu kenapa surat kontrak itu bisa sampai ke tangan keluargaku.

"Li," panggilnya lirih.

Aku hanya bergumam, dia mendongak menatap wajahku.

"Kamu kok diem aja sih?gimana nih?" tanyanya panik. Ku hapus sisa air mata yang mengalir di pipinya.

"Udah kamu tenang aja, lebih baik kita pulang. Percuma kita disini, mama masih marah."

Dia hanya mengangguk lemah.

Prilly sudah tertidur di sampingku, matanya sembab karena habis menangis. Ku kecup keningnya perlahan, mengelus pucuk kepalanya. Otakku masih bergerilya memikirkan dari mana keluargaku mendapatkan surat kontrak itu, seingatku surat kontrak itu sudah ku robek dan ku buang ke tempat sampah. Sontak Prilly terbangun dari tidurnya, dia mengerjap-ngerjapkan matanya kemudian menatapku heran.

"Kamu kok nggak tidur?emang nggak cape?" tanyanya dengan suara serak parau. Aku menggeleng lemah.

"Aku lagi mikir aja," jawabku santai. Dia menegakkan tubuhnya.

"Mikir apa?"

"Dari mana papa dapat surat kontrak itu? soalnya seingatku surat itu udah aku robek dan aku buang ke tempat sampah. Oh ya copyan yang punya kamu, amu taruh di mana?" tanyaku pada Prilly.

Dia menunjuk lemari pakaian," aku taruh di situ," aku bergegas membuka lemari pakaian. Mencari surat kontrak itu di tumpukkan file.

"Gimana Li, ada?"

Mataku membelalak, "surat kontraknya ada nih."

Prilly memutar bola matanya," kalau punya kamu udah kamu robek, dan punya aku ada di sini trus yang kak Alya pegang tadi?"

"Brengsekk! Martin," ucapku geram. Cuma dia satu-satunya orang yang tahu kontrak nikahku dan Prilly. Tidak salah lagi pasti dia.

Aku hendak bergegas keluar kamar. Aku harus memberi pelajaran kepadanya. Namun Prilly mencegahku, dia menarik tanganku," jangan nuduh orang sembarangan."

"Aku bukan nuduh, tapi ini kenyataan. Dia yang ngurus kontrak kita. Pasti dia yang ngasih surat itu ke papa," sahutku melepaskan tangan Prilly yang menarikku.

"Kamu di sini aja, aku mau ke kantor Martin sebentar." ku kecup keningnya singkat lalu bergegas keluar kamar. Buru - buru aku ke basement dan segera mengendarai mobilku.

***

"Martin keluar lo!!!" teriakku rusuh.

Aku sudah tidak bisa menahan emosiku lagi. Aku sangat kecewa dengar Martin, pasalnya dia bukan hanya sekedar notarisku tapi dia juga sahabatku sejak SMA. Dan sekarang bisa-bisanya dia mengkhianatiku. Entah apa yang ada di fikirannya, padahal seingatku kami tidak pernah terlibat cekcok apapun. Apa mungkin Martin memiliki dendam denganku? Ditambah lagi dengan sifatnya yang tidak terbuka dan cenderung pendiam.

"Di mana Martin? Gue mau ketemu sama dia sekarang!!" bentakku pada sekretarisnya.

Ku lihat sekretaris Martin bergetar, mungkin dia takut denganku. Tapi aku tidak peduli. Emosiku sudah tersulut. Dia mengambil gagang telpone, menelfon Martin.

FREAKY WEDDINGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang