DIVORCED

29.9K 1.9K 69
                                    

Prilly's POV

Seminggu berada di Swiss membuatku sangat merindukan mama, papa dan kakakku tercinta Sania. kuputuskan menerima tawaran Ali untuk mengunjungi keluargaku. Ali mengantarku ke rumah mama dan berjanji akan menjemputku jika urusannya sudah selesai. Sebenarnya aku sedikit bingung dengan sikap suamiku yang menjadi over protective. Tapi aku mengabaikannya, aku menganggap itu sebagai bentuk kasih sayangnya padaku.

Selama di rumah mama, aku menghabiskan waktu bersama mama dan Sania. kami masak bersama, menonton tv bahkan bersenda gurau di halaman rumah. Untungnya masalah surat kontrak itu tidak sampai ke telinga keluargaku.

Papa sudah bisa menerima keberadaan Sania, namun papa tidak mau mencari Doni. Baginya pria yang tidak mau bertanggung jawab tidak akan ada gunanya. Papa lebih memilih menampung Sania tanpa menikahkannya. Biarlah keluarga kami menjadi bahan cibiran. Kami tidak peduli, selama kami bahagia. Kenapa harus mendengarkan kata orang?

Aku sedang duduk di tepi kolom renang, kakiku ku biarkan mengambang di atas air menimbulkan suara gemercik kecil. Sania yang awalnya hanya memandangku akhinya mengikutiku. Dia duduk di sebelahku. Aku hanya melempar senyum.

"Gimana kandungan lo Kak?"

Dia melirikku sekilas kemudian mengelus perutnya yang sudah semakin membesar.

"Alhammdulillah baik Prill, gue gak sabar nunggu dia lahir."

"Gue juga kak. Gak sabar pengen ngajak dia main," sahutku mengelus perut Sania. ku rasakan perut Sania bergerak menandakan ada nyawa di dalamnya.

"Dia nendang Kak, sakit gak?" tanyaku pada Sania.

Mata Sania berbinar-binar.

"Gak akan terasa sakit Prill, malah bahagia banget. Itu artinya dia sehat."

Aku hanya bisa tercengang mendengar penuturan Sania. Dia sudah berubah menjadi wanita dewasa. Mungkin pengalaman pahitnya yang membuatnya seperti ini. Dia begitu tegar. Aku tidak bisa membayangkan dia akan melahirkan tanpa seorang suami di sisinya. Pasti sangat menyakitkan sekali. Tak terasa air mataku menetes membayangkan itu semua.

"Loh, kok lo nangis sih?" dia menghapus air mata yang membasahi pipiku.

Refleks aku langsung memeluknya, aku kagum padanya. mungkin aku tidak bisa setegar dia.

"Hey, kenapa?" tanyanya lembut membelai rambutku yang berada di pelukannya.

"Lo hebat kak," gumamku pelan. Sania tersenyum melepaskan pelukannya. Dia mencubit hidungku pelan.

"Adik gue gak pernah berubah. Dasar cengeng!! Hahaha," tawanya. Aku lega, seumur hidupku baru kali ini aku bahagia saat diejek Sania. senyumnya membuatku tenang. Terlalu banyak hal pahit yang sudah dia lewati.

"Hei, gimana kemarin abis honeymoonnya. Udah ada tanda-tandanya belum?"

Aku menghela nafas berat, belum ada tanda-tanda kehamilan di diriku. Mungkin ini hukuman dari Tuhan karena aku sempat menundanya. Harusnya aku dulu tidak menunda-nunda kehamilanku, sekarang aku malah sangat ingin hamil. Penyesalan memang selalu datang terlambat.

"Belum ada Kak, mungkin belum di izinin sama Tuhan."

Sania tersenyum, mengelus kepalaku sabar.

"Jangan lupa usaha tiap malem. Kalau bisa minimal 5 ronde per hari hahaha," tawanya di akhir. Ku cubit saja pipinya gemas. Ku rasa dia ketularan Ali yang sering menggodaku.

Sontak bel berbunyi, Sania ingin bangkit dari duduknya namun aku menahannya.

"Biar gue aja Kak." Aku kemudian berjalan ke arah pintu.

FREAKY WEDDINGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang