(UN) BELIEVED

34.1K 2.2K 78
                                    

Ali's POV

"Aku mau fokus kuliah dulu."

Ucapan Prilly selalu menjadi hantu di sudut fikiranku. Aku sadar aku sudah sepakat dengan keputusannya. Tapi hatiku tidak rela. Aku ini hanya pria normal yang ingin memiliki buah hati dari wanita yang aku cintai. Tapi kenapa Prilly tidak mengerti itu? dia selalu mengatakan," Sabar, tunggu dulu." Sampai kapan? Usiaku semakin lama akan semakin tua. Aku sudah tidak sabar ingin bermain dengan anakku, mengajarinya banyak hal. Tapi apa daya, prilly belum ingin mewujudkannya.

Melihat Sania hamil, pasti sangat bahagia jika Prilly juga sepertinya. Aku ingin memanjakan istriku, memenuhi segala permintaannya yang orang-orang sebut mengidam. Aku masih kesal padanya, sudah seminggu ini aku tidak banyak berbicara dengannya. Bahkan aku tidak menyentuhnya. Walaupun aku sangat sulit menahan nafsuku.

Ku lihat Sania yang sedang melamun di depan televisi yang menyala, sedang mengelus perutnya yang sudah mulai membesar. Jika Prilly yang hamil, aku pasti akan mengelus perutnya. Mengajak bicara anak itu, walaupun masih di dalam kandungan. Namun sayangnya itu hanya impian semata.

"Ngapain ngeliatin orang bunting sampe segitunya?"Tanya Sania tiba-tiba, aku menoleh ke belakang. Tidak ada siapapun selain aku.

Aku yang malu karena kepergok memperhatikannya hanya menggaruk tengkukku yang tidak gatal,"hehehe sorry, abis lo asyik sendiri sih,tuh tivi ampe dianggurin."

Ku hempaskan tubuhku ke sofa yang diduduki Sania," gue gak sabar nunggu anak ini lahir,"ucapnya yang masih sibuk mengelus perutnya.

Aku hanya bergidik. Bukannya dia sendiri yang bilang ingin menggugurkan kandungannya?tapi kenapa sekarang dia berbicara seperti itu?Satu lagi sifat yang ku tahu dari Sania, dia itu labil.

"Kira-kira anak gue cowok atau cewek ya Li?"

Aku mengangkat bahuku," mana gue tau San. Lagi pula baru 3 bulan. Belum bisa di ketahui jenis kelaminnya apa."

Sania tertawa kecil," haha kok lo paham banget sih soal kehamilan. Ampe tau banget kalo masih 3 bulan belum bisa di ketahui jenis kelaminnya."

Jelas aku tahu. Aku sangat menginginkan hadirnya seorang anak dalam rumah tanggaku. Bahkan aku sudah mempersiapkan diri. Aku sudah membaca banyak buku soal kehamilan. Bahkan buku-buku tentang cara mendidik anakpun tak luput dari reading list ku.

"Kalau anaknya cewek, gue harap secantik mamanya. Tapi kalau cowok..,"ucapannya menggantung.

"Kalau cowok?"tanyaku penasaran.

" Gue harap seganteng lo. "Sahutnya tanpa dosa.

Aku terdiam, mataku membelalak tidak percaya. Sekarang Sania benar-benar frontal. Entah apa yang dia maksud. Yang jelas ucapannya barusan sangat menggangguku.

"Hahaha santai aja kali Li, gue becanda kok."lanjutnya lagi seolah-olah dia bisa membaca pikiranku. Aku hanya tersenyum simpul.

"Lagi pada ngomongin apa sih kok seru banget?"Tanya Prilly yang sudah duduk di samping Sania.

"Ngomongin anak ini Prill, semoga aja dia sehat selalu. Gue jadi gak sabar pengen cepet cepet melahirkan,"ujar Sania antusias, terlihat sorot kebahagiaan di matanya.

Prilly pun hanya tersenyum renyah, aku rindu sekali dengan senyuman istriku.

"Astaga gue lupa,"ucap Prilly memukul keningnya pelan.

"Lupa kenapa?"tanyaku.

"Hari ini jadwal lo cek kandungan kak."

"Aduh lo telaten banget sih Prill. Gue aja lupa. Ya udah nanti lo bisa nganterin gue kan?"

FREAKY WEDDINGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang