Ali memandang gadis di hadapannya. Prilly, wanita yang sudah 6 tahun ini sangat dia rindukan. Prillynya sudah tampak dewasa. Dia menggunakan rok span berwarna hitam yang hanya sebatas lutut dengan blouse hijau tosca yang kontras dengan warna kulitnya. Tak lupa dengan heels yang berwarna senada dengan bajunya. Wajahnya di poles dengan make up tipis, sementara bibirnya berwarna merah menampilkan kesan sexy. Dia tersenyum lega, mendapati Prilly baik-baik saja.
Sementara Prilly memandang Ali kikuk, Ali seperti tidak terawat. Bulu yang tumbuh di rahangnya tidak dicukur dengan baik. Raut wajahnya seperti kelelahan. Namun dia mengabaikannya. Baginya Ali hanya masa lalu. Dia tidak berhak mengomentari penampilan mantan suaminya ini, bahkan di dalam hati sekalipun.
Prilly hendak bergegas kembali ke mobil Sania, namun Ali menahannya.
"Tunggu Prill."
Dia menghela nafas berat, dia harus bersikap biasa saja. Kejadian itu sudah lama, dia tidak mau mengungkitnya walaupun hatinya masih terasa sakit tiap kali mengingatnya.
Dia membalikkan badannya tersenyum ke arah Ali.
"Yaaa, kenapa?"
Ali menghela nafas lega, Prilly tersenyum kepadanya. Ali sangat merindukan senyuman Prilly. walaupun dia menyadari masih ada kekecewaan di sorot matanya.
"Bisa kita bicara sebentar?"
Entah apa yang ada di fikiran Prilly, dia mengangguk setuju saat Ali meminta waktunya. Dia tidak ingin munafik, dia merindukan mantan suaminya itu. dia ingin menatap Ali lebih lama. Walaupun Ali tampak seperti tak terurus. Tapi wajah Ali masih setampan dulu. Rahangnya masih sempurna dengan bola mata yang tajam. Serta tidak ketinggalan bulu matanya yang lentik.
"Prill, aku mau ngejelasin kejadian itu," ucap Ali membuka suara tanpa basa-basi setelah beberapa menit mereka hanya saling diam. Sibuk tenggelam dalam fikiran masing-masing. Sekarang mereka berada di café kecil yang tak jauh dari sekolah Nunu.
Prilly yang dari tadi meremas ujung bajunya terhenti sesaat. dia sudah tahu, Ali pasti akan membahas kejadian itu.
"Nggak usah Li, yang udah berlalu gak usah di bahas. Membahasnya kembali cuma akan bikin aku sakit hati."
Ali meraih tangan Prilly yang ada di atas meja.
"Tapi Prill.."
"Kalau kamu masih ingin bahas, lebih baik aku pergi dari sini," ucap Prilly hendak berdiri meninggalkan Ali. namun Ali menahannya.
"Iya maaf ya, aku gak akan bahas itu lagi. Aku cuma mau kita berteman."
Ada rasa sakit yang menjalar di hatinya saat Ali bilang berteman rasanya dia tidak ikhlas hanya dianggap teman. Prilly memukul keningnya pelan.
"Dia suami orang Prill," gumamnya dalam hati.
"Prill," panggil Ali membuyarkan lamunan Prilly. Prilly mendesah berat, bahkan hatinya terasa sakit mendengar Ali memanggilnya tanpa embel-embel sayang.
Sontak Prilly mengalihkan pandangannya menatap jam di dinding café.
"Li, maaf aku harus ke klinik, aku udah telat. Permisi," ucapnya pergi meninggalkan café. Dia tak menyadari, Ali mengikutinya dari belakang.
***
Prilly's POV
Aku menghempaskan tubuhku di ranjang, badanku yang belum terbiasa dengan dunia kerja rasanya pegal semua. Untungnya tadi aku hanya telat beberapa menit sehingga masih bisa mendapatkan dispensasi. Sesampainya di rumah tadi, aku hanya mendengar Sania mengoceh panjang lebar karena aku yang tiba-tiba meninggal dari mobilnya begitu saja. Semenjak memiliki anak, Sania menjadi lebih bawel. Aku hanya manggut-manggut tidak jelas. Percuma emak-emak dilawan, pasti bakalan kalah.
KAMU SEDANG MEMBACA
FREAKY WEDDING
Fiksi Penggemar18+ Cerita ini adalah karya @leosenja dan atas persetujuannya cerita ini di publish kembali setelah direvisi terlebih dahulu oleh @widyahadi Cinta datang tak mengenal usia, cinta datang dengan cara tak terduga,dan cinta tahu kemana takdir membawa ki...