ALI IS MY LUCK

45.4K 2.8K 20
                                    

Prilly's POV

Pernikahanku dan Ali sudah berjalan selama satu minggu. Kami memutuskan untuk tinggal di apartemen milik Ali yang berada di kawasan Gandaria. Kami sengaja memilih tinggal di apartemen di banding tinggal bersama orang tua kami. Kami tidak mau melihat kedua orang tua kami sedih jika melihat kelakuanku dan Ali yang jauh dari kata akur.

Setiap harinya aku selalu ribut dengannya. Ada saja ulahnya yang membuatku jengkel. Dari hal-hal kecil saja, dia suka menaruh pakaian kotor seenak jidatnya. Tapi paling tidak suka melihat ruangan dalam keadaan kotor. Kami memang sengaja tidak mempekerjakan orang untuk mengurus apartemen. Walaupun Ali sudah menawariku menggunakan jasa pembantu, namun aku menolaknya, aku berkaca pada mamaku yang tidak pernah menggunakan jasa pembantu. Semuanya di lakukan sendiri, mulai dari memasak, menyapu, mencuci dan lain-lain. Di rumah aku juga sering membantu mama. Karena aku juga suka bersih-bersih.

Berbeda dengan Sania, dia selalu mengeluh jika diminta membantu mengurus rumah. "Nanti tangan gue bisa kasar kalau disuruh nyuci!", "Engga ah! nanti gue kecapean!", "Nggak bagus buat kecantikan!" dan masih banyak lagi seribu alasan dari mulut Sania. aku jadi rindu dengan kakakku yang menjengkelkan itu.

Sejak pernikahan konyol itu sampai saat ini Sania belum memberi kami kabar. Mungkin dia takut akan dimarahi papa. Aku sebenarnya khawatir. Dia sekarang tinggal dimana?
Sontak ponselku berbunyi, ku perhatikan nomer asing yang menelponku sebelum ku angkat.

"Hallo."

"My Baby Prillyyy!! I miss you so bad darl."

"Kak Sania. Loe kemana aja sih?tahu nggak sih gara-gara loe gu..." baru aku mau ngomel-ngomel sama dia, dia sudah menyelaku.

"Gue baik-baik aja kok, malah gue happy banget. Doni tuh cowok idaman banget. Dia ngajak gue liburan di Singapore. Gue di beliin tas branded Prilly. Aduh sumpah ini lebih bahagia daripada yang gua perkirakan, nanti kalau kita ketemu gue kasih loe satu deh." terdengar guratan bahagia di suaranya, aku jadi tidak tega mengomelinya.

Sepanjang hidupku, baru kali ini aku mendengar Sania seheboh ini, walaupun sebenarnya dia memang heboh.

"hmm lebay banget sih loe. Baru dibeliin tas doang. Kayak papa gak pernah beliin aja. Mama papa kangen tuh sama loe!"

"Iya gue juga kangen sama mereka, tapi gue takut di gorok kalau balik. Lagipula gue masih have fun disini. Udah dulu ya Prill, gue mau diajak Doni jalan nih. Bye my little sister muaaach!!"

TUT. Sambungan Telephone terputus.

"Telpon dari siapa?" Tanya Ali yang sedang mengeringkan rambutnya dengan handuk.

"Teman." aku menjawab singkat, malas kalau aku jawab Sania yang menelpon pasti dia malah akan ngomel-ngomel mengingat sikap Sania yang sudah memalukan dirinya.

"Oh,"

"Mau pake kemeja yang mana?" tanyaku sembari membuka lemari pakaian. Sesuai dengan surat kontrak itu, aku harus menyiapkan segala keperluan Ali.

"Terserah,"

Aku memutuskan mengambilkan kemeja berwarna coklat tua dan dasi bercorak garis-garis yang berwarna coklat muda. Hari ini adalah hari pertama di mana Ali akan bekerja di kantor Papa mertuaku.

"Nih, gue taruh di kasur ya, sarapannya juga udah gue siapin di meja makan. Gue berangkat duluan udah siang," kataku yang sudah berpakaian lengkap. Hari ini memang hari pertama setelah libur seminggu karena menjelang ujian semester.

"Ya udah ngapain masih disitu?"Tanya Ali memandangku yang masih diam bergeming.

Aku menengadahkan tanganku,"Mana uang jajan gue?"

FREAKY WEDDINGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang