THE SICKNESS

48.8K 2.9K 48
                                    

Ali's POV

Mobilku sudah terparkir di parkiran apartemen yang kami tempati. Aku menatap Prilly, Sepanjang perjalanan dari café tadi Prilly tertidur. Mungkin dia lelah karena menangis. Suasana jalanan kota Jakarta yang macet, membuat kami agak lama di perjalanan. Aku membuka seatbelt yang melilit tubuh mungilnya. Jujur saja, saat Prilly menangis tadi,hatiku terasa perih. Aku tidak mampu menatap matanya yang berair,suara tangisnya menjadi lagu terburuk yang pernah ku dengar. Telingaku pun tidak kuat mendengar suara isakannya. Entah apa yang aku pikirkan. Ku bawa dia ke pelukanku. Ada rasa damai saat dia mulai tenang dalam pelukanku. Aku mengatakan bahwa dia tidak boleh dekat dengan Halik lagi.

Hatiku panas, ada yang bergejolak saat ku lihat Halik mengusap bibir Prilly. Prilly itu milikku, aku tidak akan membiarkan siapapun menyentuhnya. Termasuk Halik. Anggaplah aku egois. Tapi aku tidak peduli. Aku beralasan bahwa Halik adalah cowok yang tidak baik. Ku harap Prilly percaya.

Aku hendak menggendongnya karena aku tidak mau membangunkannya. Namun saat tanganku menyentuh kulitnya, kurasakan suhu tubuhnya yang diatas normal. Tubuh Prilly panas. Ku letakkan punggung tanganku di dahinya. Benar saja, dia demam. Aku panik, Prilly bergumam tanpa membuka matanya, "sakit Li."

"Iya, kita ke dokter sekarang ya." tawarku, aku hendak menyetir mobilku. Tapi Prilly menghentikan tanganku.

"Ngga mau. Kita masuk aja."

"Tapi Prill."

"Ngga mau Ali. Gue gapapa."Prilly bersikeras tidak mau ke dokter. Aku pun menurutinya, walaupun aku khawatir.

Aku menggendong tubuh Prilly. Hingga di depan lift aku bersusah payah menekan tombol lift.

"Li, turunin gue. Gue gapapa kok,"ucapnya dengan wajah pucat pasi.

"Gapapa gimana.Muka loe pucat gitu." Pintu lift pun terbuka, aku langsung menuju pintu apartemenku.

Kurebahkan tubuh Prilly di ranjangnya.

"Sebentar ya, gue ambil kompresan dulu." Aku bergegas ke dapur mengambil baskom dan air dingin. Serta handuk kecil.

Ku letakkan handuk yang sudah ku basahi dengan air dingin di keningnya.

"Li, makasih ya."ucapnya dengan suara serak. Aku hanya mengangguk dan tersenyum kepadanya.

Tiga jam sudah berlalu, aku masih setia duduk di tepi ranjangnya. Sesekali ku kompres lagi keningnya. Sontak tubuh Prilly menggigil. Wajahnya semakin pucat, bibirnya bergetar.

"Sakit Li."rintihnya dengan suara yang hampir tidak terdengar.

Aku panik dan segera mengambil ponsel menelpon dokter langganan keluargaku.

" Sabar ya, gue udah nelpon dokter." ucapku menggenggam tangannya. Prilly hanya mengangguk lemah.

Tak lama dokter Aji, dokter langganan keluargaku datang. Dia memeriksa Prilly.

"Kamu tenang aja Li, dia gapapa. Dia hanya kecapean saja. Makanya dia jadi masuk angin. Kamu kasih saja obat ini saja. Diminum 3 kali sehari. Kalau sampai besok pagi panasnya belum turun juga. Telfon saya saja," jelas Dokter Aji memberikan obat kepadaku.

"Saya pamit dulu," ucapnya menepuk pundakku pelan.

"Terima kasih dokter."

"Gue sakit apa Li?"Tanya Prilly yang masih terlihat pucat.

"Loe kecapean, sekarang loe diam disini dulu. Gue mau kedapur buat makanan. Jangan kemana-mana," Perintahku.

Dia tersenyum kecil,"emang loe bisa masak?"

FREAKY WEDDINGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang