Prilly menatap kalender di tangannya, seminggu lagi ia resmi menyandang status baru menjadi nyonya Mueller. Entah kenapa rasanya hampa, dia tidak antusias menyambut pernikahannya.
"Prilly," panggil Ully dari balik pintu. Prilly membuka pintu kamarnya.
"Ada apa Ma?"
"Ada yang mencarimu sayang,"
"Siapa?"
Ully mengangkat kedua tangannya sebatas bahu.
"Mama juga tidak tahu, yang jelas pria."
Prilly turun dari lantai dua kamarnya, dia terkejut mendapati Martin di ruang tamunya. Walaupun dia dan Martin tidak begitu mengenal. Namun pertemuan mereka yang hanya terjadi sesekali itu melekat di benak Prilly.
"Hay Prill, apa kabar?" Sapa Martin ramah. Prilly memutar bola matanya, memastikan Martin hanya sendirian.
"Kamu tenang aja, aku gak bawa Ali kok haha," lanjutnya seperti bisa membaca pikiran Prilly.
Prilly tersenyum kikuk, duduk di sofa samping Martin.
"Kabarku baik, ada apa ya? Tumben kamu kesini."
"Aku cuma mau ngabarin. Kalau Ali dan Niken sudah bercerai. dan sekarang Niken adalah istriku," jelas Martin santai meneguk secangkir teh yang disuguhkan di meja.
Prilly tersenyum getir, sekarang status Ali sudah tidak penting untuknya. Mengetahui statusnya yang single hanya akan membuat hatinya kembali bimbang.
"Selamat untuk pernikahanmu Martin, tapi sepertinya apa yang kamu ucapkan tidak ada urusannya denganku."
Martin menghela nafas.
"Prill, Ali sangat mencintaimu. Hidupnya benar-benar kacau, dia tidak mau keluar apartemennya. Wajahnya terlihat kusut, kerjaannya hanya mabuk. Dia seperti tidak punya semangat hidup. Apalagi setelah dia mengetahui berita tentang pernikahanmu."
Ada kekhawatiran di hati Prilly mendengar cerita Martin, ingin rasanya dia datang ke apartemen Ali sekarang juga, memukul pria bodoh itu karena sudah menyia-nyiakan hidupnya hanya karena cinta.
"Kalau kamu datang untuk memintaku menemuinya, itu akan sia-sia Martin. Seminggu lagi aku akan menikah. Aku tidak mau Ali semakin berharap."
Martin meraih tangan Prilly, berusaha membujuk wanita satu itu,
"Ku mohon Prill, datanglah sekali. Bantu dia keluar dari keterpurukannya. Aku akan semakin merasa bersalah kalau Ali hidup seperti ini."
Prilly menyipitkan matanya bingung.
"Merasa bersalah?"
Martin menghela nafas panjang sebelum bercerita.
"Selama ini istriku sudah membohongi kalian. Bila bukan anak kandung Ali. maafkan aku tidak memberi tahumu selama ini."
Mata Prilly terbelalak mendengar pengakuan Martin, namun dengan cepat dia menormalkan ekspresinya. Baginya semua sudah terlambat, sebentar lagi dia akan membangun bahtera rumah tangga dengan pria lain. Dia tidak mau Ali terus menjadi bayang-bayang dalam hidupnya.
"Jika tidak ada yang ingin kamu sampaikan lagi, kamu bisa pergi dari sini."
"Tapi Prill."
"Sudah cukup Martin, aku dan Ali hanya masa lalu. Aku tidak mau menyakiti Ranu," potong Prilly cepat.
"Kamu tidak ingin menyakitinya? Hanya itu?" Martin menghela nafas sebelum melanjutkan kalimatnya, " berarti kamu tidak mencintainya Prilly. Buka matamu, menikah bukan perkara yang mudah."
KAMU SEDANG MEMBACA
FREAKY WEDDING
Fanfiction18+ Cerita ini adalah karya @leosenja dan atas persetujuannya cerita ini di publish kembali setelah direvisi terlebih dahulu oleh @widyahadi Cinta datang tak mengenal usia, cinta datang dengan cara tak terduga,dan cinta tahu kemana takdir membawa ki...