"Aku pulang duluan ya." Kataku pada yang lain.
"Sendirian?" Tanya Aaron.
"Hhmm.. tenanglah aku sudah biasa pulang sendiri." aku mengiyakan sambil tersenyum.
Aku pun keluar dari cafe itu setelah pamit pada teman-temanku dan juga Sean.
Tiba-tiba langkahku terhenti. Teringat olehku sekolah lamaku. Letaknya tidak jauh dari cafe ini.
Kakiku membawaku pada gerbang sekolah Albertha.
Aku pun masuk ke dalam.
Semua siswa di sini pasti sudah pulang, batinku.
Astaga, sungguh aku merindukan sekolah ini.
Tiba-tiba aku mendengar suara teriakan dan tawa.
Aku pun berjalan menuju arah suara itu.
Ternyata suara itu membawaku ke sebuah lapangan besar.
Tiba-tiba jantungku terasa berhenti berdegup. Aku merasa sesak.
Suara Tian.
Suara itu, aku merindukan suara dan tawa itu. Aku benar-benar merindukannya.
"Charlotte?"
Aku langsung membalikkan badanku.
"Apa yang kau lakukan di sini?"
Aku hanya terdiam.
"Charlotte?"
Aku langsung melangkah dan meninggalkan sekolah itu.
"Hey ! Tunggu !"
Aku tetap melangkah bahkan aku mempercepat langkahku.
"Hey!"
Dia menarik tanganku.
Aku tidak berani menatapnya.
"Charlotte sadarlah." Katanya sambil mengibaskan tangannya berulang kali di depan wajahku.
Aku masih menunduk.
"Astaga. Kau bertingkah sangat aneh. Kau bertingkah sangat sangat aneh. Kau bertingkah sangat sangat sangat aneh. Kau bertingkah sangat sangat sangat sang.."
"Stop Mike !" Akhirnya aku memberanikan diri menatapnya.
"Kau melihatku seakan melihat hantu. Entah apa yang terjadi padamu tapi kau begitu aneh dan.. hey..." panggilnya lembut.
"Charlotte.. kau menangis? Matamu berkaca-kaca." Tanyanya lembut. Aku tahu pertanyaan itu tulus.
"Tidak. Hanya karena debu. Pulanglah."
"Aku sedang berada dalam perjalanan pulang."
"Terserah katamu." Aku melanjutkan langkahku.
Rasanya sedikit risih, menyadari Mike yang sesari tadi berjalan di belakangku. Aku melihat jalanan, bayangan Mike masih berada di belakang bayanganku.
Akhirnya aku pun sampai di halte bus.
"Pulanglah Mike jangan mengikutiku, hari sudah mulai malam."
"Aku sedang berada di dalam perjalanan pulang."
Akhirnya bus yang kutunggu pun sampai. Aku langsung naik ke dalam. Tak disangka, Mike pun masuk ke dalam. Dia duduk di sebelahku. Entahlah, aku tidak mempedulikannya. Aku memasang earphone dan mendengarkan lagu.
---
Setelah turun dari bus dan berjalan sedikit, akhirnya aku sampai di dengan komplek rumahku.
Hari sudah malam. Aku berjalan menuju rumahku.
Tiba-tiba seseorang menarik tanganku. Tak disengaja aku pun bersender pada dadanya.
"Hey!" Aku mendorong orang itu.
"Mike? Apa yang kau lakukan huh? Pulanglah." Aku terkaget. Mike belum pulang? Masih mengikutiku?
Dia melepaskan earphone dari telingaku.
"Berterima kasihlah padaku."
Aku tertawa dengan nada mengejek.
"Untuk apa?"
"Karena kau sudah kuberi kesempatan untuk mendengar detak jantungku walaupun hanya sebentar."
"Apa?!"
Dia memutar bola matanya.
"Lihat motor itu hampir saja menabrakmu. Berterima kasihlah karena aku telah menyelamatkanmu." Katanya sambil menunjuk sebuah motor yang sedang melaju kencang.
Aku mengerucutkan bibirku dan langsung berjalan.
Akhirnya aku sampai di depan rumahku.
"Aku sudah sampai. Sekarang kau pulanglah. Terima kasih karena telah menemaniku dan mengantarkanku pulang."
"Aku tidak mengantarkanmu pulang. Aku sedang berada dalam perjalanan pulang, sedikit lagi sampai."
Apa? Maksudnya.. rumahnya dekat dengan rumahku?
"Ah yasudah." Aku pun berjalan menuju pintu rumahku.
"Terima kasih telah menyelamatkanku." Kataku sambil tersenyum lalu masuk ke dalam.

KAMU SEDANG MEMBACA
DANDELION
Teen FictionHarapan. Itu yang membuat kita kuat dalam cinta. Harapan. Itu yang membuat kita bersemangat mengejarnya. Tapi, bagaimana jika harapan yang kita buat itu salah?