Dandelion

3.1K 204 2
                                    

Mike sudah ditangani oleh Pa Erland. Katanya, Mike hanya keram dan ada sedikit cidera. Namun untungnya cidera yang dialami Mike hanyalah cidera ringan.

Sekarang Mike sedang tertidur di UKS. Tentunya Vero yang menemani. Entah apa hanya perasaanku saja, tapi Vero sepertinya berusaha agar aku meninggalkan UKS. Contohnya dia menyuruhku memanggil pa Erland, membeli minum untuknya, mengambil tasnya di tempat duduk lapangan, dan lain-lain.

Aku pun keluar dari ruang UKS walaupun jujur aku masih merasa khawatir. Sangat khawatir. Tapi aku percayakan pada Vero.

Aku berjalan tanpa arah dan tujuan. Pertandingan pasti sudah selesai. Aku hanya berjalan sambil menundukkan kepala.

Dukk.. Tiba-tiba aku menabrak seseorang.

"Maaf.. Aku minta.." aku tidak melanjutkan kata-kataku. Aku hanya diam. Rasanya sekujur badanku membeku. Hati ini tiba-tiba merasakan sakit. Tenggorokanku rasanya tercekang. Bahkan tak ada lagi kata-kata yang bisa keluar dari mulutku.

Selama beberapa detik tak ada lagi yang ku dengar. Rasanya semua sunyi, padahal di sekitarku sangat berisik.

Dia. Seseorang yang dihadapanku hanya terdiam menatapku. Aku berusaha menahan air mata. Perasaanku campur aduk. Antara sakit dan senang. Senang karena seseorang yang kurindukan berada tepat di depanku.

Tanpa berkata apa-apa, dia melangkah meninggalkanku.

Jangan pergi. Tolong. Bahkan aku memohon dalam hatiku. Jangan pergi. Berbaliklah. Aku di sini. Bahkan selama bertahun-tahun aku selalu di sini. Selelah apapun aku, aku tidak pernah pergi. Aku selalu di sini. Tian, berbaliklah.

Tiba-tiba seorang perempuan menghampirinya. Perempuan cantik, tinggi, ramping, rambutnya ikal panjang berwarna kecoklatan. Tangannya langsung menggelantung di tangan Tian.

Perempuan itu melihat handband di tangan Tian lalu tersenyum.

Aku baru menyadari, itu bukanlah handband dariku. Warna memang sama, tapi handband dariku tidak ada garis hitam di tengahnya.

Ah ternyata itu bukan sekedar garis hitam. Ada tulisan tidak terlalu besar tidak juga terlalu kecil bertuliskan "Louisa".

Lalu mereka pergi. Aku masih terdiam. Masih berusaha menahan air mata ini.

Tiba-tiba seseorang menggenggam tanganku. Aku langsung menoleh. Aaron. Dia menarik tanganku. Aku pun pasrah mengikutinya. Rasanya lemas, aku terlalu lemas untuk menolak.

Aaron membawaku masuk ke dalam mobilnya. Dia memberi kode pada sang supir. Sang supir pun langsung mengangguk tanda mengerti.

Selama perjalanan aku hanya diam. Tidak berbicara sepatah katapun. Aku hanya melihat ke arah jendela mobil. Pikiranku kosong. Tatapanku pun kosong.

Tak terasa aku sampai di depan sebuah rumah. Rumah yang besar dan mewah.

Aaron membukakan pintu mobil untukku. Aku turun dengan keadaan yang bisa dibilang kacau bahkan seperti orang yang tidak bernyawa. Aaron menarikku masuk ke dalam dan menyuruhku duduk di sofa ruang tamunya.

"Tunggu sebentar ya babi kecil." katanya lalu pergi ke lantai atas.

###

*AUTHOR POV*

Setelah menunggu sekitar 15 menit, akhirnya Aaron turun dari lantai atas. Dia memakai celana selutut untuk santai dan baju berwarna hitam.

"Maaf menunggu lama. Sore ini cuacanya bagus. Aku akan mengajakmu ke suatu tempat."

Charlotte hanya diam.

Aaron menggenggam tangan Charlotte lalu tersenyum.

"Ayo." kata Aaron.

Ternyata Aaron mengajak Charlotte pergi ke taman yang tidak jauh dari rumahnya.

Disana bukan seperti taman bunga pada biasanya. Tidak juga seperti taman bermain dengan ayunan dan jungkat-jungkit. Di sana hanya terdapat banyak sekali tanaman putih. Tidak ada bunganya. Putih bulat seperti bulu di pucuknya. Tidak ada ayunan, hanya terdapat satu bangku taman panjang berwarna putih.

Aaron dan Charlotte duduk di bangku taman itu. Keduanya diam. Menikmati pemdangan dan cuaca yang sejuk dengan angin berhembus sepoi-sepoi.

Aaron memetik setangkai tanaman itu.

"Ini Dandelion." kata Aaron lalu memberikannya pada Charlotte.

Charlotte mengambilnya dengan tangan mungilnya.

"Katanya, jika kau membuat harapan lalu meniup dandelion ini, harapanmu akan terkabul."

"Benarkah?"

"Coba saja.." jawab Aaron sambil tersenyum.

"Baiklah. Tapi apa hanya aku yang akan membuat harapan?"

"Ah ya baiklah aku pun akan ikut membuat harapan." Aaron memetik satu dandelion lagi untuk dirinya.

Charlotte menutup matanya.

Teringat olehnya semua kenangan bersama Tian. Orang yang dicintainya sejak lama. Saat mereka bermain bersama, saat Tian membantunya, saat Tian menghiburnya dan mendukungnya, saat hanya Tian yang mengerti dirinya semua kenangan yang tak mungkim bisa dilupakan Charlotte. Tanpa sadar, air mata Charlotte pun menetes satu demi satu. Sakit rasanya sakit. Charlotte pun mulai membuat harapan dalam hatinya.

Aku berharap Tian menjadi seperti dulu dan kembali padaku.

Charlotte membuka matanya lalu meniup dandelion itu. Ah bulu-bulu halusnya terbang, terbang bersama harapanku, kata Charlotte dalam hati.

Charlotte memandang Aaron yang berada di sampingnya. Aaron sedang menutup matanya.

Sedangkan Aaron, dalam lubuk hatinya berkata. Aku menatap seseorang di sampingku. Seseorang yang entah mengapa bisa membangkitkan semangat hidupku. Seseorang yang selalu kurindukan jika dia tidak bersamaku. Seseorang yang membuat hatiku damai saat mendengar tawanya. Seseorang yang selalu berkeliling di pikiranku. Seseorang yang membuatku khawatir segala tentangnya. Dan sekarang, seseorang itu sedang kacau dan hancur. Entah apa alasannya tapi aku merasa hatiku sakit saat melihat air matanya menetes bahkan saat dia memejamkan matanya tadi. Hatiku sakit melihatnya hancur.

Aku berharap, aku bisa selalu berada di dekatnya walaupun mungkin aku tidak bisa memilikinya.

Aaron membuka matanya. Lalu meniup dandelion itu. Dia menatap seseorang disampingnya. Charlotte sedang tersenyum melihat dandelion yang berterbangan. Hal itu membuat Aaron tersenyum juga.

Charlotte.. Andai saja kau tahu..

DANDELIONTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang