Aku dan Mike berjalan menuju kelas setelah menghadap pa Billy.
"Bapak tidak mau ini terulang. Apapun alasan kalian, tapi bapak ingin ini jadi yang terakhir, jangan diulangi. Dan kamu Mike, jangan lupa besok ada pertandingan, bapa sudah beri tahu Aaron juga."
Ya kira-kira seperti itu yang tadi Pa billy katakan.
"Charlotte, aku harus bertemu kepala sekolah lagi. Kau tidak apa-apa di kelas sendiri?"
"Ya, pergilah." Jawabku sambil tersenyum.
Aku berjalan menuju mejaku. Astaga aku lupa membereskan mejaku yang masih basah ini.
Aku segera mengambil tissue di dalam tasku. Oh ya, aku lupa, tasku juga basah pasti tissue yang kubawa juga basah. Aduh ini salahku mengapa aku menaruh tasku di atas meja.
"Charlotte? Kau tidak ikut pelajaran olahraga tadi?"
Stefany masuk ke dalam kelas.
"Astaga. Ada apa dengan tas dan mejamu?"
"Aku tidak tahu, tadi semuanya sudah seperti ini saat aku masuk."
"Seragam olahragamu?"
"Basah."
"Astaga. Mengapa ini semua bisa terjadi?"
"Charlotte?" Tiba-tiba Vero masuk ke dalam kelas.
"Ada apa ini?"
Aku hanya diam.
"Astaga. Charlotte?" Vero memandangku setelah melihat apa yang terjadi.
Aku hanya mengangguk.
"Hey, bahkan meja Mike juga? Bagaimana bisa?"
"Hhmm itu.."
"Ini botol minum siapa?" Vero mengangkat botol minum di meja Mike.
"Punyaku." Kata Stefany yang dari tadi membisu.
Vero menatap Stefany dalam.
"Tidak. Bukan aku. Sungguh. Bukan aku." Balas Stefany sambil menatap aku dan Vero bergantian.
"Sudahlah lagipula semua sudah terjadi." Kataku sambil tersenyum.
"Charlotte, percayalah padaku. Bukan aku." Stefany terus memohon padaku.
"Tenang saja Stefany." Aku tersenyum.
###
Seperti biasa, aku berjalan kaki pulang ke rumah. Tapi kali ini berbeda, Mike berada di belakangku lagi. Karena ternyata rumah kami berasa di satu komplek yang sama.
Karena hari ini tidak ada ekskul basket, Mike dan aku pulang bersamaan.
Kakiku terasa sakit benar-benar sakit. Pegal rasanya seperti tidak bernyawa. Bayangkan, berlari 30 keliling. Lapangan outdoor tentunya lebih luas dari lapangan indoor.
Berkali-kali aku hampir jatuh karena tersandung kakiku sendiri.
"Kau bisa jalan dengan benar kan? Sudah kelima kalinya kau tersandung." Kata Mike dari belakang.
Aku hanya diam dan terus berjalan. Tapi terus saja aku tersandung-sandung. Jujur, aku jarang sekali berlari jauh. Olahraga pun seminggu sekali - karena ada pelajaran di sekolah -.
Tiba-tiba aku menghentikan langkahku. Aku melihat Mike ternyata di depanku sudah berjongkok membelakangiku
"Naiklah."
"Aku bisa berjalan. Percayalah."
"Sudahlah naik saja. Kau tahu, aku khawatir kakimu yang kurus itu patah sebentar lagi."
"Hey stop mengejekku."
"Baiklah. Baiklah. Sekarang naiklah."
"Tak apa. Kau pasti lelah."
"Aku sudah biasa seperti ini. Cepatlah naik."
"Tak apa. Aku bisa sendiri."
"Astaga, buktikan jika kau memang bisa sendiri." Mike berdiri.
Aku pun melanjutkan langkahku. Tentunya dengan hati-hati. Tapi jujur, kakiku benar-benar terasa pegal sampai rasanya mati rasa.
Aku benar-benar tidak beruntung, aku tersandung lagi.
Tiba-tiba Mike menggendongku di punggungnya. Karena kaget, aku langsung memegang bahunya dengan erat.
"Hey ! Sudahlah Mike tidak perlu."
Mike hanya diam.
"Mike !"
"Sstt.. kau tahu, kau itu beruntung."
"Apa?"
"Apa ini pertama kalinya kau digendong oleh pria tampan hm?"
Aku memutar bola mataku.
Tidak Mike. Kau bukan orang pertama. Sejujurnya, orang pertama itu..
Ah sudahlah, aku tidak ingin mengingatnya. Walau sekarang rasanya dadaku sedikit sesak dan aku berusaha menahan air mataku. Aku langsung menyenderkan kepalaku di bahunya dengan tanganku melingkar di lehernya.
"Hey.. charlotte? Kau tertidur atau apa?"
Aku tidak menjawab. Untuk kali ini, biarkan aku seperti ini Mike. Kataku dalam hati.
KAMU SEDANG MEMBACA
DANDELION
Novela JuvenilHarapan. Itu yang membuat kita kuat dalam cinta. Harapan. Itu yang membuat kita bersemangat mengejarnya. Tapi, bagaimana jika harapan yang kita buat itu salah?