Suasana kelas sangat ramai. Aku sedang membuka lokerku untuk mengambil beberapa buku. Tiba-tiba aku melihat sebuah surat berwarna pink di dalam lokerku.
Aku mengernyitkan dahiku dan mengambilnya.
JANGAN DEKATI DIA
Apa ini?
"Hey !"
Suara teriakan Vero mengangetkan aku dan seluruh orang di dalam kelas.
Dia menutup lokernya dengan keras.
"Apa-apaan ini?!"
Vero mengangkat sebuah surat berwarna pink juga.
Jangan-jangan..
"Charlotte apa yang ada di tanganmu?"
"Hhmm.. ini.. ini.."
Dia langsung mengambil surat di tanganku dan membandingkan dengan surat yang ada di tangannya.
Dia langsung menatap Stefany.
"Apa? Mengapa kau menatapku seperti itu?" Tanya Stefany.
"Ini. Lihat. Kau yang membuatnya kan?"
"Aku tidak tahu apa-apa."
"Pem-bo-hong !"
"Bukan aku. Aku tidak berbohong. Bahkan aku tidak tahu apa itu."
"Ini. Surat ini. Tulisan ini. Kau yang buat kan?"
"Apa? Tidak. Aku tidak tahu apa-apa. Coba cocokan saja tulisan di surat itu dengan tulisan di bukuku."
Vero tertawa mengejek.
"Aku tahu kau pintar Stefany. Kau lihat, tulisan di surat ini bukan tulisan tangan. Tapi ketikan. Kau lebih pintar dari yang kukira."
"Apa? Benar. Aku tidak tahu apa-apa. Percaya padaku. Jangan sembarangan menuduh !"
Aku melihat mata Stefany mulai berkaca-kaca.
"Sembarangan menuduh?"
Vero mendengus lalu tertawa dengan nada mengejek.
"Pertama, kau ingat saat seragam olahraga Charlotte basah dan di situ hanya ada botol minummu. Kedua, saat meja Charlotte terdapat tulisan dari saus tomat dan hanya tasmu yang ada di kelas pertanda kau datang di sekolah paling awal lalu ditemukan botol saus tomat dalam tasmu. Ketiga, surat ini berada di dalam lokerku dan loker Charlotte dan kita semua di kelas tahu bahwa hanya kau yang selalu datang paling pagi."
"Tapi bukan aku yang melakukannya !"
"Jika kau ada masalah denganku ataupun Charlotte, bicaralah. Kau tahu, caramu seperti ini sangat seperti anak kecil !"
"Ssttt.. Vero sudahlah." Aku mencoba meredam amarahnya. Jujur, aku penasaran siapa yang melakukan ini semua.
Tapi aku percaya pada Stefany. Tidak mungkin dia.
"Tapi.."
"Sudahlah. Guru akan masuk sebentar lagi."
Aku memotong pembicaraannya lalu berjalan menuju kursiku.
---
Suasana kelas menjadi sangat aneh.
Pelajaran Kimia biasanya semua akan menjadi sangat serius.
Tapi kali ini berbeda.
Semua orang sibuk berbisik-bisik. Membicarakan Stefany. Semua orang menuduhnya.
Aku melihat ke sekelilingku. Semua sibuk berbisik-bisik. Ah tidak semua. Aaron seperti biasa tertidur di kelas dan Mike sibuk memperhatikan Bu Mia yang sedang menulis di papan tulis.
Aku melihat ke sampingku. Stefany sedang melamun. Ekspresinya sangat sedih dan kacau. Matanya terus berkaca-kaca. Aku tahu dia sedang menahan air matanya.
Tidak. Aku tidak bisa tinggal diam seperti ini. Aku akan berdiri di depan kelas yang membuat mereka percaya bahwa bukan Stefany pelakunya. Ya aku akan lakukan itu.
Aku pun berdiri. Tapi Mike ikut berdiri juga. Aku bingung dan terdiam melihatnya. Dia berjalan ke depan kelas lalu berdeham kecil.
"Bukan Stefany pelakunya."
Suasana kelas seketika menjadi hening.
"Mike, apa yang kamu lakukan? Kembali ke tempat dudukmu." Suruh bu Mia.
"Bukan Stefany yang melakukannya. Aku hanya ingin kalian percaya bahwa bukan Stefany yang melakukannya."
Dia berhenti sejenak.
"Kalian tahu, aku sudah kenal Stefany dari saat kami berada di sekolah dasar. Dia memang menyukai saus tomat, tak heran ada botol saus tomat di tasnya. Tentang seragam, itu semua sudah berlalu, lagipula Charlotte tidak mempermasalahkannya bukan?"
Aku mengangguk.
"Dan tentang surat, aku rasa bukan dia orangnya. Aku tidak tahu mengapa tapi feelingku berkata bukan dia. Lagipula dia bukan tipe orang yang seperti itu."
Mike menyelesaikan perkataannya lalu kembali duduk ke bangkunya. Semua mata tertuju padanya.
Apa yang telah dia lakukan?
###
"Apa yang kau lakukan?" Tanyaku saat jam pulang sekolah tiba.
"Apa?"
"Tadi di kelas saat pelajaran Kimia."
"Aku hanya melakukan apa yang biasanya kau lakukan."
Aku mengernyitkan dahiku.
"Kau selalu menganggap semua masalah orang lain adalah masalahmu."
"Karena Stefany adalah sahabatku."
"Ah ya aku tahu, bahkan semua orang tahu."
"Jadi, mengapa kau melakukan itu tadi? Bukannya kau tidak mendukungku(?) Kemarin kau menyuruhku untuk tidak membelanya. Kau tidak sedikitpun mendukungku. Tapi mengapa kau lakukan itu tadi?"
"Karena jika aku tidak melakukannya, maka kau akan melakukannya."
Aku diam. Mencoba mencerna perkataannya.
"Terkadang orang terlihat kuat dari luar memiliki hati yang rapuh."
"Apa?"
"Kau. Charlotte. Kau terlihat kuat, semua mengakuinya. Kau selalu menganggap semua masalah orang lain adalah masalahmu juga. Kau selalu ingin membantu orang lain. Tapi, tanyakan pada dirimu sendiri, apa kau benar-benar kuat? Kau juga pasti memiliki masalah dalam hidupmu. Apa kau sudah kuat menghadapi masalahmu sendiri? Dan sekarang kau ikut menghadapi masalah orang lain, apa kau benar-benar kuat?"
Dia pun pergi.
Tidak. Aku tidak kuat. Bahkan untuk melupakan masa laluku saja aku tidak bisa.
KAMU SEDANG MEMBACA
DANDELION
Teen FictionHarapan. Itu yang membuat kita kuat dalam cinta. Harapan. Itu yang membuat kita bersemangat mengejarnya. Tapi, bagaimana jika harapan yang kita buat itu salah?