Aku masuk ke ruang kelas.
Sengaja aku datang lebih pagi. Entah aku hanya tidak bisa tidur tadi malam. Mungkin bisa dibilang tadi malam aku hanya tidur selama 1 jam.
Ruang kelas masih kosong. Hanya ada 1 tas yang berada di ujung sana. Aku tahu persis, itu tas Stefany. Tapi, dimana dia? Untuk apa dia datang sepagi ini?
Aku berjalan menuju mejaku.
Astaga.
KAU BUKAN SIAPA-SIAPA. JANGAN BERHARAP TERLALU TINGGI.
Tulisan itu. Tertulis jelas di mejaku. Bau saus tomat. Ya, tulisan itu ditulis dengan saus tomat.
Aku langsung mengambil tissue dan mengelapnya. Siapa yang melakukan ini semua?
"Charlotte itu kau? Bau apa ini?"
Vero. Suara Vero.
Dia melangkah mendekatiku.
"Astaga, saus tomat." Dia langsung menutup hidungnya.
Aku tahu benar, Vero benci saus tomat.
Aku langsung melihatnya dan membawakan tasnya ke mejanya.
"Ikut aku." Kataku sambil menarik tangannya keluar kelas.
Huhh.. dia mendengus kencang.
"Akhirnya aku bisa bernapas lega."
"Tapi, bagaimana kamu bisa belajar nanti? Seisi kelas bau saus tomat."
"Aku selalu bawa masker di tasku. Tenang saja."
"Charlotte? Kau tidak masuk ke dalam?"
Stefany. Itu Stefany.
"Hey Stefany ! Apa kau yang melakukan itu? Kau bertanya seperti itu pada Charlotte agar dia melihat semua yang ada di mejanya. Beritahu aku, apa aku salah?"
"Apa? Aku bahkan tidak mengerti yang kamu katakan Vero."
"Saus tomat itu kau tahu. Jika kau ingin melakukan itu pada Charlotte, setidaknya jangan saus tomat. Karena itu menggangguku juga."
"Sstt.. sudahlah. Aku tidak apa-apa." Kataku.
"Aku membencimu Stefany !" Vero langsung meninggalkan aku dan Stefany.
Aku menatap seseorang di hadapanku. Stefany. Orang yang sudah kuanggap sebagai adikku walaupun umur kami sama. Jujur, dia adalah seorang perempuan yang sangat polos.
"Char.."
"Sstt.. aku percaya padamu. Kau tidak melakukan itukan?"
"Aku benar tidak tahu apa-apa."
Aku tersenyum. Aku percaya padanya.
---
Seisi kelas mengetahui kejadian itu. Semua menuduh Stefany yang melakukannya. Terlebih lagi ditemukan sebuah botol saus tomat di tas stefany. Bukti yang memang jelas, tapi jujur aku tetap percaya pada Stefany.
"Charlotte, aku ke kafetaria dulu ya." Kata Stefany sambil tersenyum. Tapi aku tahu, senyuman itu palsu.
"Mau aku temani?"
"Ah tidak perlu. Aku tahu kau belum menyalin PR Matematika kan. Salin saja punyaku." Katanya lalu pergi.
Hanya aku sendiri di kelas.
Aku menaruh kepalaku di meja dan menghadap ke tembok lalu mendengus keras.
"Ada apa dengan hari ini.." keluhku.
KAMU SEDANG MEMBACA
DANDELION
Teen FictionHarapan. Itu yang membuat kita kuat dalam cinta. Harapan. Itu yang membuat kita bersemangat mengejarnya. Tapi, bagaimana jika harapan yang kita buat itu salah?