Jealousy

2.9K 199 1
                                    

Bel istirahat berbunyi. Semua murid berlari keluar kelas.

Aku masih di dalam kelas membereskan bukuku.

"Charlotte ayo." ajak Stefany.

"Aku menyusul." jawabku.

Kelas sangatlah sepi. Ah aku memang lebih suka tempat sepi daripada keramaian.

Aku keluar kelas dan berjalan menuju kafetaria sekolah.

Tiba-tiba ujung mataku menangkap suatu bayangan. Bayangan seseorang yang membuatku khawatir. Entah mengapa tapi aku khawatir.

DEG.

Aku melihatnya sedang bercanda tawa dengan Vero. Ya, dia adalah Mike. Ada rasa yang mengganjal tapi aku tidak tahu apa itu. Ada rasa sakit, seperti perasaan tidak suka.

Mike melihat ke arahku.

1.. 2.. 3..

Tiba-tiba Vero memanggilnya. Arah pandangannya pun berpindah. Senyumnya terpancar. Senyuman yang sangat aku rindukan. Walaupun sekarang perasaanku tidak enak, tapi jujur aku lega. Dia baik-baik saja.

---

"Oke anak-anak kita akan ulangan pada tanggal 27 Oktober. Persiapkan diri kalian. Ibu tidak mau ada nilai yang di bawah KKM."

27 Oktober. Tanggal itu.

"Charlotte, ada apa?" stefany membuyarkan lamunanku.

"Ya? Ah tidak." aku mengembangkan senyum palsuku.

"Kau tahu, aku sudah membuat keputusan dan keputusanku sudah bulat tentangnya."

Stefany memang pernah bercerita padaku tentang seseorang yang dia cintai sejak lama.

"Coba beritahu aku apa keputusanmu itu." kataku sambil mengangkat satu alisku.

"Aku.. Akan melepaskannya."

"Apa? Tapi maksudku, mengapa?" tanyaku.

"Untuk apa mengejar seseorang yang bahkan tidak pernah menginginkanku."

DEG.

Kalimat itu. Dalam. Sangat dalam.

"Ah ya.. Itu benar." kataku sambil tersenyum kecil.

"Setidaknya aku sudah memberikan yang terbaik untuknya." katanya lagi.

Aku hanya tersenyum.

---

Aku berjalan keluar sekolah. Aku merogoh sakuku untuk mengambil handphoneku.

Aku akan memberi kabar pada mom kalau aku akan pulang sedikit malam hari ini. Tentunya aku tidak akan bilang bahwa aku akan berjalan-jalan di luar untuk sekedar menenangkan pikiran.

Langkahku terhenti saat aku menyadari bahwa sesuatu yang kucari tidak ada dalam sakuku.

Sialan.

Aku langsung berlari ke kelas sebelum benda berbentuk segi empat itu hilang entah kemana.

Tiba-tiba langkahku terhenti di pintu kelas. Mike dan Vero sedang bercanda tawa di dalam. Sepertinya mereka sedang belajar bersama tapi..

Mike menyadari keberadaanku.

"Charlotte?"

Vero langsung melihat ke arahku. Tatapannya seperti tatapan tidak suka.

"Hmm maaf.."

Aku langsung berjalan cepat menuju tempat dudukku. Mengacak-acak loker bawah mejaku dengan cepat. Aku tidak tahu mengapa tapi rasanya aku ingin cepat meninggalkan kelas.

Akhirnya sesuatu yang kucari tersentuh oleh tanganku. Aku langsung meraihnya dan berjalan dengan cepat keluar kelas.

Aku mendengar suara Mike memanggilku. Tapi sudahlah. Mungkin aku salah dengar atau bagaimana.

Sebenarnya apa yang membuatku jalan secepat ini? Mengapa aku harus bersikap seperti ini? Ada apa dengan hatiku?

Aku langsung menghentikan langkahku. Tidak Charlotte, ada apa denganmu. Aku menenangkan diriku dan mengatur nafasku.

Tiba-tiba aku melihat suatu bayangan di jalan. Bukan bayanganku. Bayangan yang kukenal. Bayangan yang entah mengapa selalu ada disisiku. Seperti menjagaku dari belakang.

Aku menahan tubuhku agar tidak membalikan badan. Tapi perasaanku terus memaksaku untuk membalikan badan.

Akhirnya aku membalikan badan dan..

Benar. Dia. Bayangan itu adalah dia.

"Kau tau, aku bingung, terbuat dari apa kakimu itu?"

"Hm?"

Dia memutar matanya.

"Kau berlari begitu kencang. Bahkan kau tidak mendengar panggilanku. Dan.. Rasanya saat kita dihukum berdua, larimu sangatlah pelan. Entah mengapa sekarang larimu sangat kencang."

Oohh jadi benar, dia memanggilku. Aku tidak salah dengar dan berhalusinasi tadi.

"Jangan berlari lagi dariku."

"Hm?" mataku membulat sempurna. Rasanya ada perasaan aneh yang mengganjal.

"Berjanjilah."

"Apa?"

"Berjanjilah kau tidak akan lari dariku."

"Mengapa aku harus berjanji?"

"Karena jika kau berlari, akan tambah sulit mengejarmu."

Aku mengerutkan dahiku. Mencoba mencerna perkataannya.

"Berjanjilah. Jika tidak, berarti kau mengakui bahwa aku tampan." katanya lagi sambil tertawa.

Jujur, aku sudah menyadari bahwa kau tampan.

"Tidak. Karena mau aku janji ataupun tidak, kau pasti berkata bahwa kau tampan."

Dia tertawa kecil.

"Kali ini tidak." katanya.

Aku menaikkan satu alisku.

"Aku tidak bohong." katanya lagi.

"Oke aku berjanji." kataku.

Senyumnya mengembang sempurna. Astaga, rasanya hati ini melompat-lompat melihatnya.

"Aku tidak akan berkata bahwa aku tampan. Tapi aku akan berkata satu hal."

"Apa itu?"

"Kau tau, kau itu cantik." katanya sambik memandangku dengan tatapannya yang mematikan

Entah apa yang menyerangku tapi aku merasa pipiku memanas. Rasanya hati ini ingin berteriak.

Tuhan.. Tolong aku...

DANDELIONTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang