Aku baru saja dari toko buku dan alat tulis. Membeli beberapa alat dan bahan untuk membuat sesuatu. Tentunya sebuah kado untuk Tian.
Sungguh, hari ini adalah hari yang melelahkan.
Aku berjalan ke kelas. Kelas sudah sepi karena memang jam pulang sekolah telah berlalu.
Melihat kelas ini, aku jadi teringat akan Stefany.
"Astagaaaa..." aku mengeluh sambil menengadahkan kepalaku ke atas.
Tiba-tiba aku melihat sesuatu di sana.
Cctv.
Sebuah ide tiba-tiba muncul.
"Hey babi kecil kau pulang sore lagi hm?"
"Aaron ! Aku tahu sekarang ! Aku tahu ! Aku tahu ! Aku tahu !"
"Tahu apa?"Aku menarik tangan Aaron.
"Ada apa?"
"Ikut saja."
Aku membawanya ke ruang dimana pemantau cctv itu berada.
Tapi ternyata, ruangannya dikunci.
"Dikunci ya?" Tanya Aaron polos.
"Iya ini."
Aku berusaha membukanya.
"Astaga, kalo udah dikunci mau digimanain juga mana bisa kebuka."
Aku terkulai lemas. Ideku sia-sia.
Tiba-tiba Pa Tio - satpam sekolahku - lewat.
"Seperti biasa belum pulang neng Charlotte." Katanya dengan logat sunda yang masih kental.
"Ah iya pa hehehe."
Tiba-tiba aku teringat sesuatu.
"Pa Tio tunggu sebentar !"
"Iya ada apa neng?"
"Pa, bapa megang kunci ruangan ini ga?" Tanyaku sambil menunjuk ruangan yang kumaksud.
"Oh iya neng semua kunci ruangan di sekolah ini kan memang ada di bapa."
"Ah kebetulan sekali pa. Saya ada keperluan penting, penting banget."
"Apaan tuh neng?"
"Hhmm.. boleh tolong buka ruangan ini ga? Penting banget pa."
"Untuk apa neng?"
"Penting pa. Hhmm saya cuman mau liat rekaman cctv 2 hari lalu yang mengarah ke kelas 10 IPA - A. Boleh ya.."
"Eleuh neng bapa teh tidak berani."
"Yah pa, sebentar aja kok."
"Tapi siswa teh dilarang masuk ke ruangan itu."
"Hhmm.. gimana ya.."
Aku diam sejenak dan berpikir.
"Bagaimana dengan ini?"
Aaron tiba-tiba mengeluarkan sebuah flashdisk dari sakunya.
"Ah benar ! Pa, gimana kalau bapa copy terus masukin ke flashdisk ini."
"Ohh gitu ya?"
"Iya pa. Cuma yang 2 hari kemarin kok. Cctv yang mengarah ke kelas 10 IPA - A. Please ya pa.."
"Aduh ya sudah atuh tapi kali ini aja ya."
"yes ! Oke pa. Terima kasih banyak."
Pa Tio mulai membuka pintu ruangan tersebut.
"Pa, ini flashdisk nya. Bapa tahu kan cara meng-copy nya?"
"Ya tau atuh neng."
Senyumku mengembang lebar.
Aku dan Aaron menunggu di luar.
"Ini neng sudah bapa copy kan."
Pa Tio mengembalikan flashdisk milik Aaron.
"Terima kasih banyak pa."
"Iya sama-sama. Bapa permisi dulu atuh ya neng."
"Iya pa, sekali lagi terima kasih."
Pa Tio pun pergi meninggalkan aku dan Aaron.
Aku memandang flashdisk di tanganku. Aku percaya, bukan Stefany pelakunya.
Aku membalikkan badanku dan terkaget. Di hadapanku, badan Aaron, sangatlah dekat.
Aku baru menyadari bahwa aku sangat pendek. Hanya sedada Aaron. Ah mungkin Aaron lah yang terlalu tinggi.
Aku menengadahkan wajahku untuk melihat wajah Aaron.
Dia menatapku. Tanpa mengedip. Apa dia melakukan ini dari tadi?
Aku menatapnya. Kami pun di selimuti keheningan.
"Kau cantik. Luar dan dalam." Katanya tiba-tiba membuyarkan keheningan.
"Ini.."
Aku mengembalikan flashdisk miliknya.
"Simpan saja, kau harus menjadi orang pertama yang melihat rekaman itu. Kau akan terkejut." Katanya lalu melangkah pergi.
"Hey mau kemana?" Tanyaku sedikit berteriak.
"Kau pulanglah, sudah sangat sore." Jawabnya.
Aku hanya diam. Aaron memang aneh.
KAMU SEDANG MEMBACA
DANDELION
Teen FictionHarapan. Itu yang membuat kita kuat dalam cinta. Harapan. Itu yang membuat kita bersemangat mengejarnya. Tapi, bagaimana jika harapan yang kita buat itu salah?