Setelah mengunci lokerku, aku bergegas menuju perpustakaan. Aku lebih menyukai tempat sepi daripada keramaian.
Perpustakaan dimana ya? Aku terus mencari letak perpustakaan sampai akhirnya ketemu juga. Letaknya tidak jauh dari kelasku ternyata.
Aku melangkah masuk. Tempatnya sepi, sempurna. Aku langsung mencari deretan buku novel. Ya, aku senang membaca novel.
Ternyata deretan buku novel terletak di bagian belakang. Aku tersenyum bahagia saat melihat buku yang ingin kubaca. Aku mencoba meraihnya, buku itu terletak di rak atas. Sulit sekali.
Tiba-tiba aku melihat sesosok bayangan. Bukan bayangan diriku. Tapi bayangan orang lain yang berada di belakangku. Lalu aku melihat ke atas. Aku melihat sebuah tangan mengambil buku itu.
Pelan-pelan aku memutar badanku. Ternyata seorang laki-laki. Dia putih, bertubuh tinggi dengan badan idealnya, matanya hitam, dan wajahnya lumayan tampan.
Baru aku sadari, jarak antara aku dan dia sangatlah dekat.
Dia memberiku buku yang ingin kubaca itu.
"Ini.."
"Oh ya terima kasih." Aku mengambil buku itu.
"Kau, anak baru itu kan?"
"Hah?"
Dia mendekatkan wajahnya kepadaku. Aku ingin berjalan mundur tapi apa daya aku tak bisa karena di belakangku adalah rak buku.
"Kau.. Charlotte. Iya kan?"
Aku hanya diam menatapnya. Melihat aku yang hanya diam, dia pun tersadar lalu segera menjauhkan wajahnya kembali.
"Ehem.. maaf. Tapi aku yakin kau Charlotte. Iya kan?" Dia mengangkat satu alisnya.
"Ya.."
"Ah benar kan. Kau tidak tahu siapa aku?"
Aku hanya menggeleng.
"Aku Aaron. Hey, aku teman sekelasmu. Kau tak tahu aku?"
Aku tetap menggeleng.
"Baiklah anak baru tidak mungkin bisa mengingat semua nama teman barunya."
Aku hanya tersenyum lalu hendak pergi.
"Apa yang kamu lakukan di sini saat jam istirahat?"
Aku menghentikan langkahku.
"Hanya mencari ketenangan." Jawabku.
"Baiklah makanlah ini. Aku yakin kau belum makan."
Dia memberiku sebuah coklat. Aku hanya menatapnya.
"Ayolah.." dia memutar bola matanya.
"Aku jamin coklat ini aman tanpa racun atau narkoba apapun. Kau bukan tipe perempuan yang benci coklat hanya karena takut gemuk kan?"
Aku menggeleng cepat.
Dia menarik tanganku lalu menaruh coklat itu di telapak tanganku.
"Ambilah, aku hanya ingin berbuat baik pada anak baru." Katanya lalu pergi.
Aku hanya terdiam menatap coklat itu.
"Terima kasih." Kataku pelan.
"Aku dengar itu. Sama-sama."
Jawaban itu membuatku kaget. Ternyata dia mendengarku. Aku hanya tersenyum.
KAMU SEDANG MEMBACA
DANDELION
Teen FictionHarapan. Itu yang membuat kita kuat dalam cinta. Harapan. Itu yang membuat kita bersemangat mengejarnya. Tapi, bagaimana jika harapan yang kita buat itu salah?