Chapter 8: Sean, Tampar Aku!

673 53 0
                                    

Aku berjalan sendiri terburu-buru menuju ruangan di sebuah kantor dekat apartemenku dan The Lads. Aku menuju ruangan tempat The Lads bertemu dengan SEG. Sebenarnya aku dan The Lads sampai kantor ini bersama sama. Tapi aku harus mengurus beberapa masalah dengan alat-alat band yang akan digunakan untuk The Lads latihan setelah bertemu dan berdiskusi dengan SEG.

Akhirnya aku sampai ke ruangan itu. Aku mengetuknya pelan dan membuka pintunya. Terlihat The Lads sudah ada di meja berbentuk lingkaran dan berbincang dengan empat orang pria yang membelakangiku. Di sana juga sudah ada Dassie dan Balqi yang duduk di ujung-ujung meja. Terlihat The Lads dan keempat pria yang aku pikir adalah SEG itu bercakap-cakap dengan bahagia. Hingga akhirnya Sean menyadari kehadiranku.

"Mommy Adds!" teriak Sean sambil berlari dan memelukku.

Aku melihat ke arah Sean dan membalas pelukannya kemudian aku melihat ke arah meja dan semua mata tertuju ke arahku. Terlihat The Lads, Dassie, dan Balqi tersenyum kepadaku. Terlihat pula empat pria yang awalnya membelakangiku kini telah memperlihatkan wajahnya dan menoleh ke arahku. Wait. Sepertinya aku mengenal mereka. Tunggu dulu.

Kemudian untaian flashback seperti dipertontonkan dalam pikiranku.

Oh No! SEG are them.

Aku mulai merasa lemas. Mungkin mukaku mulai pucat. Aku mengenal mereka. Mereka adalah the bullies. Zeyn, Anzac, Ethan, dan Nicholas. Mereka memang terlihat berbeda dari terakhir kali aku melihat mereka. Tapi aku tahu dan aku yakin itu mereka.

Aku merasa kakiku cukup lemas hingga tak dapat menahan postur tubuhku. Aku terjatuh dengan lutut yang sekarang menjadi tumpuanku. Semua orang kaget ketika aku jatuh, kecuali mereka berempat. Mereka saling bertatapan dan mengeluarkan smirk yang biasa mereka keluarkan sebelum melakukan hal jahat padaku walaupun kali ini mereka terlihat lebih baik.

"Sean?" Aku menatap Sean ragu. Sean berusaha membantuku dan mulai meraih tanganku.

"Are you alright, Mom? You didn't look well," tanya Sean.

Aku tak membalas pertanyaan Sean. Hanya ada sebuah kalimat yang terlintas di pikiranku. "Sean. Tampar aku!" ucapku dengan muka tanpa ekspresi.

The Lads dan Balqi kaget. Sedangkan Dassie dan the bullies terlihat kebingungan karena aku menggunakan Bahasa Indonesia.

PLAK!

Panas terasa di pipi sebelah kananku. Suasana ruangan yang diam membuatku merasa suara tamparan itu begitu keras. Dassie terlihat kaget dengan apa yang dilakukan oleh Sean.

"Hey! What are you doing, Sean? You hurt Adds!" kata Dassie yang membantuku berdiri dan berusaha membelaku.

"Its okay Das. I'm the one who want him to slap me," ucapku dengan agak lemas.

Dassie terlihat kebingungan.

Ya. Itu adalah sebuah kebiasaan yang aku dan The Lads lakukan. Ketika kita meminta di tampar, maka kami akan menampar orang itu dengan tamparan yang keras. Itu juga mengisyaratkan bahwa orang yang ingin di tampar sedang tidak baik-baik saja.

Ya aku memang sedang tidak baik-baik saja.

Setelah kabur selama satu setengah tahun, aku berakhir bertemu dan sepertinya akan bekerja dengan mereka.

Why god? Why?

Aku pun dituntun Dassie duduk di kursi di antara Ethan dan Anthon. Tapi, aku menolak, aku malah mengambil tempat duduk yang awalnya diduduki oleh Sean. Itu membuat Sean akhirnya duduk di antara Ethan dan Anthon.

"So Adds, this is my Boys, Sharp Eyes Gangs," ucap Dassie agak ragu-ragu memperkenalkan mereka setelah kejadian yang tadi terjadi.

Di sebelahku ada Day. Dia cuek namun ia menawarkan tangannya untuk di genggam. Dia memang pengertian. Dia tahu aku sedang tidak baik-baik saja dan berusaha menenangkanku tanpa diketahui oleh orang lain. Aku menggenggam tangan Day keras. Namun raut mukanya tak berubah.

"Hello, I'm A-Addlyn Winaya. The Lads' manager." Aku menyebutkan namaku dengan gemetar hebat namun hanya Day yang mengetahui bahwa aku gemetaran.

"Hi Addlyn," balas Nicholas yang dilanjutkan dengan evil smirk-nya.

Aku melihat ke arah Zeyn. Ternyata ia juga sedang melihat ke arahku. Kemudian dari bibirnya itu terlihat bahwa ia berbisik, "hi baby" tanpa suara.

"I'm ANZAC RASHTIN," kata Anzac yang menekankan namanya. Aku tahu dia sengaja. "I'm the bassist and second vocalist."

"I'm Ethan Solomon, Babe. I'm the drummer." Ethan berpura-pura memperkenalkan diri seperti Anzac. Ia memanggilku dengan 'babe', panggilan yang dulu ia gunakan sebelum, saat, atau sesudah mem-bully-ku.

"I'm Zeyn Raymond. I'm the main vocalist. Sometimes I play guitar too," ucap Zeyn kemudian mengeluarkan tatapan tajam yang membuatku teringat akan tatapan tajamnya ketika mem-bully-ku.

"And I'm the last but not least, Nicholas. I'm the guitarist and the back singer." Nick tetap menunjukkan evil smirk-nya.

Kita pun berbicara seputar konser. Walaupun dalam perbincangan itu 97% aku diam tak berbicara dan terus menggenggam tangan Day. Namun akhirnya pertemuan ini berakhir.

. . .

(Un)Lucky Girl (REPUBLISHED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang