Chapter 36: END.

638 35 1
                                    

Crown Point of View

Gue memang sedang berusaha memejamkan mata untuk mengistirahatkan kepalaku. Tapi tiba-tiba jantung gue berdebar kencang.

Aduh, kenapa sih tiba-tiba deg-degan?

Tunggu dulu. Kalo ini bukan gue berarti ini... Clover. Ya.

Kok kuat banget ya debaran jantungnya sampe kerasa gini? Kayaknya kemaren-kemaren ga sekuat ini deg-degannya.

"Aw!" pekik gue merasakan dada bagian kiri nyeri berlebih.

"Sh*t! Sakit banget ini!" Gue meremas dada dengan tangan untuk mengurangi sakitnya. Namun nihil. Sakit ini makin berkembang.

Gue tahu. Ada yang salah. Ada yang salah sama Clover! Dia kan lagi di tempat konser. Gue harus ke sana! Persetan dengan kekesalannya ke gue!

Dengan langkah terseok gue berjalan sambil memegangi dada kiri gue yang sangat terasa sakit. Bukan sakit yang mirip dengan penyakit jantung, lebih nyeri dari itu.

Dengan segera gue menyetir mobil dengan perasaan kalut. Sebenarnya tempat konser tidak begitu jauh dengan tempat gue sekarang. Tapi aku mengemudikan mobilku dengan kecepatan 120km/jam.

Satu hal. Gue harus menemui adik kembar gue!

Addlyn Point of View

Apa? Tadi aku salah dengarkan?

Zeyn enggak bilang kalo dia benci aku kan? Dia enggak minta putus kan?

Ini bercanda kan?

Aku masih terdiam di panggung. Mungkin hampir lima menit aku terdiam. Semua fans ternganga dengan hal yang diucapkan oleh Zeyn.

"Sorry, Babe, I just use you for a bet," ucap Zeyn tanpa melihat ke arah wajahku sama sekali.

Jujur. Sakit. Hati ini begitu perih. Dadaku sesak dan nyeri.

Tersenyum Adds. Seperti dahulu. Tetap tersenyum ketika mereka mem-bully-mu.

Ya aku tersenyum tulus.

Aku menahan air mataku.

Tuhan tolong jangan buat aku menangis aku mohon.

BUGH!

"Aaah!" pekik semua orang.

Tidak. Aku tidak memukul Zeyn.

Aku melihat siapa orang itu.

Dia Crown.

Crown menatapku. Ia menarik tanganku. Pergi meninggalkan tempat konser. Meninggalkan The Lads. Meninggalkan semuanya memasuki mobil.

"Kau ingin pergi kemana, Clov?" tanya Crown normal.

"Aku ingin ke..."

. . .

Third Point of View

Tempat konser itu hening sesaat. Tidak ada satu pun orang yang membantu seorang Zeyn untuk berdiri.

Elqee Donta dengan santainya memasuki panggung. Semua mata menatapnya sekarang. Ia menghampiri Zeyn yang sudah berdiri kembali dengan bekas pukulan di pipi kirinya.

PLAK!

Ya. Kali ini seorang El menampar Zeyn. Ia pun meninggalkan panggung tanpa rasa berdosa. Akibat dari kejadian tersebut konser tak bisa dilanjutkan. Semua orang kecewa. Terutama The Lads. Mereka kira, sahabat mereka berbahagia. Tetapi mereka salah, sahabat mereka sedang membuka luka lamanya.

. . .

Ethan, Nicholas, dan Anzac duduk di backstage mereka.

Zeyn yang baru saja masuk ke ruangan tersebut langsung di tatap dingin oleh ketiganya. Zeyn belum sadar, bahwa orang yang telah ia lukai sudah mengukirkan nama baiknya di hati ketiga sahabatnya. Para sahabatnya itu kecewa. Bagaimana tidak?

"Am I wrong?" Tanya Zeyn dengan bodohnya yang hanya dibalas tajam oleh ketiga sahabatnya.

. . .

Addlyn Point of View

"Halo, Balqi?" tanyaku setelah bunyi telepon diangkat di seberang sana.

"Kenapa Clov? Berantem lagi sama Crown?" balas Balqi santai.

"Enggak. Kita udah baikan."

"Terus? Kenapa?"

"Aku mau resign as manager The Lads, Bal. Keputusan aku enggak bisa di ganggu gugat. Aku mau pergi sama Crown. Jangan cariin aku. Bilang ke mom and dad aku mau menenangkan diri dulu, entar Crown tetep pulang kok, aku saja yang enggak akan pulang."

"Loh? Lo ada masalah Clov--" belum sempat Balqi menyelesaikan kalimatnya aku sudah mematikan telepon itu.

"Gue ada apartemen di sana, lo di sana saja ya?" tanya Crown.

Aku hanya mengangguk. Pikiranku kosong sekarang. Aku merasa tidak ingin berpikir apa pun.

"Maaf," lirihku.

"Udahlah, apa pun yang terjadi sekarang tugas gue buat bikin lo bahagia. Tidur gih!"

Aku pun memejamkan mataku hingga akhirnya kami sampai di bandara dan terbang ke Dubai. Tempat yang tidak mungkin terpikirkan oleh mom, dad, The Lads, Balqi, SEG, dan Zeyn.

. . .

Dubai. Negara impianku. Negara yang paling ingin aku datangi sejak aku tinggal di Australia. Untungnya saudara kembarku ini adalah seorang yang cukup mapan sehingga kini kami berada di apartemennya di Dubai.

Sudah seminggu sejak kejadian itu. Aku menutup semua media sosialku. Menghapus semua account yang aku punya.

Aku hanya menghubungi mom dan dad yang khawatir akan keadaanku setelah berita 'itu'. Tentunya dari handphone Crown. Aku menolak memiliki barang yang menghubungkanku dengan dunia luar kecuali laptop yang sempat Crown belikan untukku.

"Clov, gue balik ke London ya. Lo di sini sendiri gapapa kan? Ntar Shavee--asisten rumah tangga--bakal dateng buat beres-beres rumah. Jalan-jalan kemana pun lo mau, pake kartu kredit yang udah gue kasih. Pokoknya lupain semua kejadian itu, gue enggak mau lo terjebak lagi sama orang berengsek itu, okay?" jelas Crown panjang lebar sambil memasang sepatunya.

"Iya, Kapten!" balasku santai sambil meminum susu hangatku.

"Mom kemaren telepon, nanyain, kapan kamu mau pulang? Tapi gue jawab lo masih butuh waktu. Semoga lo bisa bangkit dengan cepet ya Clov!" kata Crown lagi, kali ini ia menjulurkan tangannya meminta aku memeluknya.

Aku memeluknya kuat dan dalam.

"Terkadang aku berpikir kenapa gue enggak dengerin kata-kata dia dulu," batinku.

"Udah jangan nyesel terus. Lupa kalo gue bisa baca pikiran lo?" ucap Crown.

Aku hanya membalasnya dengan senyum lebar.

Crown pun keluar meninggalkan apartemen. Aku di sini sendiri. Sudah kutekadkan aku akan melupakan semuanya. Menjadi orang yang lebih baik lagi.

Ya walaupun aku tahu sejak dahulu, aku hanya unlucky girl.

. . .


(Un)Lucky Girl (REPUBLISHED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang