Chapter 28: Nenek Misterius

374 36 0
                                    

New Cast:

Urrysa Bown Darwin – Mom

Adji Handoko Winaya - Dad

. . .

Flashback on19 years ago

Urry (Mom) Point of View

Malam ini tidurku tidak begitu nyenyak. Entahlah, rasanya masuk angin di sekujur tubuhku. Datang bulanku juga sudah telat. Apakah mungkin aku hamil?

"Hunny, wake up, please?" Aku membangunkan Adji, suamiku tercinta.

"What's wrong, Babe?" tanyanya dengan suara serak yang menurutku cukup seksi.

"Sepertinya aku harus menggunakan testpack-ku. Mau menemaniku, Hun?" balasku.

Wajahnya cukup kaget dan cukup berharap.

Ya wajar saja karena memang sejak dua minggu yang lalu aku sengaja tidak meminum pil KB-ku.

Adji bangun dan memegang tanganku penuh harap. Kemudian bangun dan membantuku berdiri, juga membawaku ke kamar mandi.

Setelah aku mencoba testpack-ku, aku mendapatkan hasilnya.

"Bagaimana baby? Apakah kita akan memberi adik untuk Balqi?" tanya Adji gugup.

Aku tersenyum dan itu menjawab pertanyaan Adji.

. . .

"Hun, liat deh itu nenek kasian," tunjukku kepada seorang nenek ketika kami sedang berada di taman.

"Biarkan saja, Babe. Nanti kita malah mengganggunya."

"Gak! Pokoknya aku mau ke nenek itu!" paksaku kesal sambil melangkah ke arah nenek itu dan Adji mengekoriku.

"Nek, kenapa Anda sendiri di sini? Perlukah saya menemani?" tanyaku sambil duduk di samping nenek itu.

Nenek itu menatap mataku intens. Aku kemudian tersenyum. Nenek itu pun ikut tersenyum. Kemudian ia mengelus-elus perutku.

Tunggu ini sangat aneh. Aku memang hamil, tapi ini baru minggu ke empat dan aku belum memperlihatkan baby bump-ku. Tapi kenapa nenek ini?

"Kau orang yang baik," katanya pelan.

"Te--terimakasih, Nek," ucapku terbingung-bingung.

"Anakmu kembar," tebak nenek itu.

Hah? Maksud nenek ini apa?

"Hah? M-maksud nenek?" tanyaku bingung.

"Akan aku beri mereka ikatan yang sangat kuat dan tak akan bisa di pisahkan," ucap nenek itu lagi sambil mengelus perutku.

Aku dan Adji hanya terdiam dan saling menatap penuh kebingungan.

"Setelah lahir, biarkan mereka bersama di 1 tahun pertama mereka hidup. Namun setelah itu, pisahkan mereka hingga mereka cukup dewasa. Jangan mempertemukan mereka di saat mereka masih kecil karena itu akan menghancurkan mereka," lanjut nenek itu lagi.

"Memangnya kenapa nek?" tanyaku masih penuh kebingungan.

"Ikatan itu akan terlalu kuat jika mereka memulainya sejak kecil. Jangan pernah pertemukan mereka kecuali mereka sudah cukup dewasa," ujar nenek itu lagi.

"Tapi kami tak mungkin memisahkan mereka jika benar mereka kembar, Nek!" protes Adji.

"Kau. Kau bisa," ucap nenek itu sambil menunjukku.

"Ta--tapi nek--" Ucapanku terputus ketika nenek itu terbatuk begitu keras hingga aku melihat darah keluar dari mulutnya.

"Hun! Blood!" pekikku kaget.

Panik! Aku dan Adji panik!

Tanpa pikir panjang Adji langsung menggendong nenek itu dan mengajakku ke mobil. Aku membukakan mobil bagian belakang dan Adji langsung menidurkan nenek itu. Kemudian kami pun langsung menuju rumah sakit.

"Hun! Faster!" kataku panik.

"Sabar, baby! Aku sedang berusaha!" ucap Adji.

Lima menit kemudian kami pun sampai rumah sakit dan membawa nenek itu ke UGD.

Sudah sekitar 30 menit aku menunggu bersama Adji hingga dokter keluar dari tempat pemeriksaan yang ditutupi gorden.

"Bagaimana dok?" tanyaku panik.

"Maaf, bu. Tapi Nyonya itu telah... meninggal," sesalnya.

Apa?! Kami kaget.

. . .

"Hun?" Aku mulai pembicaraan di kasur sebelum tidur ini.

"Ya, babe?" balas Adji sambil memelukku.

"Apa kita akan melalukan hal yang dibicarakan oleh nenek itu?" tanyaku.

"Aku tak tahu. Bagaimana denganmu?" Tanyanya padaku.

"Instingku mengatakan, kita harus melakukannya," ucapku pelan.

"Okay, we'll do it. Just sleep right now, baby." Adji pun memelukku hingga aku terlelap.

. . .

8 months later

"Oee! Oee!" Tangisan itu mulai terdengar.

"Apakah Crown bangun, hun? Clover juga mulai menangis," kabarku.

"Iya, cup cup, jagoan dad enggak boleh nangis," kata Aji sambil menenangkan Crown.

"Benar kata nenek itu, ikatan mereka begitu kuat hingga saat kita ingin memisahkan mereka, mereka menangis begitu keras," ucapku sedih.

"Okay. Sesuai kesepakatan kita, kamu bawa Clover ke Australia dititipkan ke kakakmu, aku bawa Crown ke Argentina dititipkan ke adikku. Penerbanganmu satu jam lebih awal, Babe," kata Adji.

"Yes, hun. I'll go. Bye bye My Little Crown." Aku mengecup Crown tapi tangisan Clover dan Crown bertambah kencang.

Sebelum tangisan itu mengganggu orang-orang aku langsung saja menyusui Clover ketika sampai di kursi penerbanganku.

. . .

Ya, perkataan nenek itu benar. Anakku lahir kembar. Mereka Addlan Crown Winaya yang lahir lima menit lebih dulu dibanding adikknya, Addlyn Clover Winaya.

Entah ikatan apa yang dimaksud oleh nenek misterius itu sekitar satu setengah tahun yang lalu, tapi aku rasa mereka memang harus dipertemukan ketika dewasa. Aku tak mau ikatan itu terlalu kuat seperti yang nenek itu bilang.

Flashback off

"Okay, that's the story kids!" jelas dad.

"Okay, mom and dad will leave today to Hawaii. You twins can be together cause Balqi sent you two to the tour!" kata mom bersemangat.

. . .


(Un)Lucky Girl (REPUBLISHED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang