Sorot benci dan kesedihan bercampur dalam mata Helen. Napas gadis itu terengah. Sementara pandangannya masih menatap sengit bola mata yang ada di hadapannya.
"Lagian, apa hubungannya sama lo?" Suara dingin gadis itu keluar.
Sementara sosok di hadapannya mencoba menenangkan diri, meski rasanya tidak mungkin. Hingga, ia menarik napas panjang dan perlahan, suaranya keluar. "Lo masih nanya apa hubungannya? Gue nggak habis pikir sama apa yang ada di—"
"Jangan ngaco kalo ongomong!" potong Helen. "Gue yang harusnya nggak habis pikir sama apa yang lo bilang."
Nathan geram. Sejujurnya ia tak tahu kenapa otaknya menyalahkan gadis ini. Habis, apa yang ada di hadapan matanya bukanlah hal yang dapat diganggu gugat. Gadis itu...
"Len," suara Nathan keluar lebih tenang, tapi siapa pun juga tahu kalau nada bicaranya yang dingin mengisyaratkan rasa sedih, amarah, dan kecewa yang menjadi satu. "Masalahnya lo yang nabrak dia, Len. lo yang ada di dalam mobil itu!"
Sial, suaranya malah meninggi. Ya Tuhan, ternyata memang mustahil untuk menahan emosi di saat seperti ini. Semuanya terlalu tiba-tiba dan rasanya juga mustahil. Namun, lagi-lagi kenyataan membuatnya sadar. Hal yang mustahil sekali pun menjadi mungkin.
Di sisi lain, gadis itu malah menundukkan wajahnya dalam-dalam. Tak ada yang tahu kalau air matanya kian menderas setelah sebelumnya ia tahan. Ia masih tak percaya dengan semua ini. Ia ....
"Bukan gue," suaranya terdengar penuh getaran. Siapa pun tahu kalau kini gadis itu ketakutan.
Nathan mengusap wajahnya frustrasi. Rahangnya kian mengeras bersamaan dengan detak jantungnya yang semakin kencang.
"Fine!" Satu kata keluar dari bibir cowok itu. "Lo boleh benci sama gue sampai kapanpun itu. Tapi nggak gini caranya, Len! Lo sal—"
Deg.
Jantung Helen menyentak kencang ketika Nathan mulai menyalahkannya kembali. Membuat tangannya mengepal kencang seraya mendongakkan wajah yang memerah karena air mata.
"Gue nggak pernah ada niat bunuh orang cuma karena dendam," suara Helen meninggi.
Helen tidak takut mengatakan itu karena memang bukan dirinya. Ia bersumpah kalau bukan ia yang melakukannya. Sekali pun dendam, ia tak akan melakukan hal sekeji itu. Kalau ia yang melakukannya. Sudah dipastikan kalau ia tak melihat kejadian itu, bukan? Hanya saja, ada sesuatu yang seketika membuatnya terduduk dalam mobil yang menabrak gadis malang di hadapannya.
"Len," suara Nathan lagi-lagi keluar, "Lo harus sa—"
"Ada orang yang ngejebak gue," potong Helen, "Gue bukan orang yang suka nyelakain orang cuma gara-gara benci. Apa lagi lo orangnya!" teriakkan Helen memekakkan telinga seluruh orang yang menyaksikan kecelakaan itu.
Tak ada yang bisa mengerti dirinya. Mereka hanya bisa memandangnya pedih.
***
Tok... tok...
"Bukan Len, plis!" teriak Helen begitu suara ketukan dari pintu terdengar.
Sudah hampir dua hari Helen terkunci rapat dalam kamarnya, terisolir dari dunia yang menurutnya amat kejam. Dunia yang kini—seolah—membencinya.
"Len, ini Mama. Makan dulu, yuk!" Suara Malaikat tak bersayap itu melantun menembus pintu kayu. Ini yang ke sembilan kali sejak anak gadisnya tak mau keluar dari tempat itu.
"Len." Lagi, mama memanggil Helen. Namun tetap tak dihiraukan olehnya. "Kalau lapar, mama udah buatin lauk kesukaan kamu. Mama mau keluar dulu."
Wanita itu pergi dan kini Helen sendiri.
![](https://img.wattpad.com/cover/54167327-288-k796805.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Love Life an Enemy Couple [END]
FantasyTeen Fantasy Fiction. Highest Rank #77 on Fantasy. #250517 Nomine WAWA2017 Romance Remaja Terbaik ❁❁❁ Helen, seorang gamers sekaligus penggila Jepang yang dunianya mendadak berubah sejak kedatangan Flash a.k.a Erza. Sesosok malaikat―yang meng...