VS 8 | Another Star

1.5K 203 6
                                    

Helen masih termangu mendengar penuturan mamanya barusan. Ia berusaha mencerna dan mengerti, tapi di sisi lain ia tak mau menerima. Maksudnya, apa-apaan semua itu? Helen yakin kalau ia tak salah dengar bahwa Erza akan tinggal di rumahnya dan ... ya, ini aneh. Terlalu mendadak dan hidupnya semakin hari rasanya makin kacau saja. Dan orang inilah yang menjadi salah satu penyebabnya.

"Len, kok malah diem? Harusnya kan kalian udah saling kenal. Sekelas, kan?" tanya Mama bertubi-tubi.

Gadis itu mengerjap kala ia tersadar dari lamunannya. Sekarang, ia hanya menghela napas lesu. Masih dengan wajah kagetnya, Helen duduk menuju bangku kosong sebelah Erza.

"Hmm," gumam Helen membuat yang lainnya kebingungan. Tumben sekali si bawel ini terdiam dan tidak protes, biasanya―"Mama kenapa gak bilang-bilang sebelumnya? Sejak kapan mama jadi buka tempat kost kayak gini? Dia tidur di mana? Helen, sih, ogah ngasih kamar tidur buat dia dan diusir ke gudang. Kalo Ressan bodo amat."

Lihat? Helen tak mungkin diam saja. Pada akhirnya ia pasti protes.

Sementara Ressan mendengkus mendengar ocehan kakaknya.

"Idih, siapa juga yang mau pake kamar lo," ujar Erza tiba-tiba.

Helen menatap Erza tajam. Ia curiga kenapa makhluk ini bisa dengan santainya bersikap demikian dan tidak tahu malu-kalau perlu ia tulis pakai kapital. Memangnya siapa yang punya rumah ini? Oke, ia akui ini rumah milik orangtuanya. Tapi, kan ....

"Orang dia di kamarnya Ressan." Mama ikut-ikutan bicara.

"Terserah," tukas Helen yang sudah tak mau tahu.

"Erza, maafin Helen, ya?" pinta mama yang sudah mengalihkan pandangannya dari anak gadisnya ke arah Erza. "Dia emang kaya gitu, jadi maklumin aja."

"Nggak apa kok. Justru Erza yang harusnya minta maaf karena udah ngerepotin kalian," kata Erza sembari mengulas senyum ke arah gadis itu.

Dasar tukang hipnotis, batin Helen.

Tapi tunggu, entah kenapa Heelen baru menyadari sesuatu dalam dirinya. Kenapa sikapnya saat bertemu Erza malah seperti ini. Bukankah ia yang sedari kemarin mencari manusia―salah malaikat gila ini? Ah, cukup! Ia bingung dengan semua ini.

"Udahlah, Kak," kata Ressan yang sudah memakan nasi dan lauknya terlebih dulu, "lagian lo gak laper apa?"

"Ng―"

Kruuuk~

"See?" kata Ressan membuat Helen menekuk mukanya.

"Ya udah. Makan dulu, yuk! Jangan lupa baca do'a." Mama mencoba menengahi cekcok antar adik-kakak tersebut.

"Tau, ah!"

Erza tertegun melihat sikap gadis itu. Ah, harus ke mana lagi ia mencari sisi lembut gadis ini? Rasanya amat mustahil meskipun Erza tahu kalau ini hanya sikap andalan gadis itu saja. Tapi, rasanya aneh melihat seseorang tetap memakai bentengnya di dalam rumah.

Dan satu pertanyaan yang ada di benak Erza sekarang, Lukanya ... sudah sebesar apa?

***

Pagi hari pertama sejak kedatangan Erza ke rumah Helen. Gadis itu masih bungkam tak mau bertanya dan bicara apapun padanya. Masih bingung juga dengan apa yang sebenarnya ia pikirkan.

Sampai, Erza memulai percakapan pada gadis itu. "Oi," panggilnya.

Helen masih diam tak menjawab. Fokus pada sepatu serta talinya.

"Len," panggilnya lagi.

Gadis itu melirik sambil memasang wajah datar. Lalu mengangkat kedua alisnya bersamaan.

Love Life an Enemy Couple [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang