VS 32 | Confession

848 120 16
                                    

Minggu-minggu terbebas sebelum akhirnya memasuki dua pekan liburan dan dengan resmi ujian-ujian akan menyambut setelah itu.

Helen kini duduk di tangga kecil menuju aula yang berada di atas ruang kesenian. Tangannya dengan cekatan menjelajahi keyboard. Tidak sendirian, di anak tangga yang lain terdapat Fian, Bagas, Adit dan Rendy. Semuanya sedang melakukan kegiatan yang sama. Mencoba gim yang beberapa waktu lalu dimainkan Helen dengan Nao.

"Ah, sial, Rendy!" pekik Helen lalu mematikan laptopnya.

Ya, ia melawan Rendy. Walau sudah berkali-kali diperingatkan. Gadis itu tetap saja ngotot ingin lawan dengan teman sekelasnya yang dewa itu.

"Ya, resiko lawan Kak Rendy, kan, gitu." Fian menoleh ke arah Helen, tak lama menutup laptopnya pula. "Ngomong-ngomong, kita udah lama nggak ngumpul limaan kayak gini."

Helen terdiam. Ah, sejak kedatangan Erza, ia jadi jarang kumpul sama tiga bocah ini. Atau .... Ia lupa. Terakhir berlima hanya di event lama yang sudah berlalu itu. Hari di mana―Nathan ada di sana juga. Ugh, ia bahkan tak bisa menghilangkan pikirannya sedikit pun dari cowok itu. Memalukan. Baru saja sekali ngobrol bareng lagi. Ia sudah kesambet. Gila.

Tapi di sisi lain, Erza juga tak bisa menghilang dari sudut pikirannya.

"Lo kenapa, Kak?" tanya Bagas membuyarkan lamunan Helen.

"E―eh, apaan, dih?" tanya Helen sedikit terbata karena kaget. Kemudian mengambil botol minumnya dari dalam tas, dan meminumnya.

"Dia lagi suka cowok," tukas Adit tiba-tiba tanpa mengalihkan pandangannya dari layar monitor.

"Uhuk! Sok tau!" pekik Helen tiba-tiba dengan sedikit menyemburkan air yang sudah memasuki kawasan rongga mulutnya.

Rendy yang ada di situ terdiam. Jadi, benar yang dikatakan oleh Erza waktu di kantin itu. Dia lagi suka sama orang.

"Duuh, my sista sudah besar." Fian mulai memasang wajah yang menurut Helen sangat menyebalkan.

"Bukan anak sini, kan?" tanya Bagas membuat Helen langsung menggeleng keras.

"Bukan," kata Helen lalu terdiam saat menyadari senyuman gila Fian. "Gue nggak lagi suka sama orang!"

Ah, seharusnya Helen tahu kelakuan mereka seperti apa. Memancingnya adalah salah satu cara paling tepat. Bahkan saat ia berkata bukan, ia tak menyadari bahwa pada saat itu ia berkata, Bukan anak sini. Orang luar.

"Ngaku aja, deh," kata Fian sambil cekikikan.

"Gue kayak pernah liat cowoknya," kata Adit membuat Helen membelalakan matanya.

Gadis itu kaget. Bagaimana bisa Adit tahu akan rupa―oke, di sini ia mengakui kalau ia sedang menyukai seseorang. "Cowok yang mana? Lo salah liat, kali. Temen gue yang cowok kan banyak." Helen mencoba menutupi sesuatu. Tapi tetap saja ketahuan.

"Nggak mungkin temen Lo," kata Adit, "kemarin sabtu, pulang UAS di kedai es krim deket kantor polisi, kan?"

Helen terenyak. Bagaimana Adit bisa melihat ia dan Nathan kemarin. Ah, ini salahnya sendiri memilih tempat yang sudah pasti banyak anak sekolahnya.

"Yaaaa, gak bisa boong lagi." Fian kini tertawa keras.

Sementara Helen terdiam. Kenapa ia bisa mati kutu di saat-saat seperti ini? Menyebalkan.

"Cowoknya sering gue liat di―"

"Cukup, Dit!" Helen menghentakkan kakinya kemudian bangun dari tempatnya sambil menggaet tas biru kesukaannya. Setelah itu pergi meninggalkan mereka.

Love Life an Enemy Couple [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang