Sudah satu jam lebih Erza memandangi lampu yang menjadi sumber cahaya kamarnya-yang aslinya merupakan kamar Ressan. Akan tetapi, matanya tak kunjung terpejam. Ia terkena insomnia malam ini.
Di sisi lain, Ressan sudah tertidur pulas dengan wajah yang ... err―mulut terbuka dengan saliva yang mengalir, serta suara dengkuran yang cukup keras.
Sementara jam dinding terus berdetak. Jam sebelas lewat tujuh belas. Sudah hampir tengah malam. Tangan kanan Erza menyentuh dada bagian kiri yang hanya terbalut kaus dalam tipis.
Satu helai rambut yang menyebalkan, batinnya. Pikirannya kembali melayang dan teringat saat-saat bersama gadis itu. Gadis yang merupakan Castydile-nya.
Kenapa? Hati kecilnya bertanya.
Tik tok tik tok .... Teng!
Sudah tengah malam. Buktinya satpam komplek sebelah sudah memukul tiang pertanda waktu. Baru saja Erza ingin menutupi kepalanya dengan bantal. Tiba-tiba terdengar suara.
Prang!
Karena merasa terganggu-sekaligus panik. Erza memutuskan untuk pergi ke dapur. Habisnya, suara itu mirip tutup teko yang tersenggol oleh gelas. Kalau maling kan bahaya.
Cklek!
Erza mulai melangkah perlahan menuruni anak tangga yang jumlahnya tak lebih dari dua puluh. Pandangannya remang-remang karena lampu yang ada di ruangan bawah dimatikan. Hanya ada cahaya yangterpancar dari kamar yang ia tempati, juga kamar Helen.
Drap ... Drap ... Drap ...
Langkah kaki Erza terdengar meskipun pelan. Di sisi lain, sebuah bayangan tampak dari anak tangga ke empat dari bawah. Tiba-tiba, saat Erza hendak berbelok di ujung tangga. Tampak dua buah bola mata bertubrukan dengannya.
Deg
"A―hmmph!" Belum selesai berteriak, Erza langsung membekap mulut sosok tersebut. Itu Helen. "Lep―hwas!" titahnya membuat Erza melepas bekapannya.
Mereka terdiam. Satu. Dua. Ti―"Apa-apaan sih pake ngebekap segala? Lo kira gue maling, hah?! Baju lo juga mana dodol?!"
Erza sudah menduganya. Gadis itu langsung menyemprot dengan suara lantangnya. Seperti biasa. Padahal, seharusnya ia tahu dengan kondisi saat ini.
Ini malam! Rasanya Erza ingin meneriakkan hal itu pada gadis yang kini dibalut dengan piyama.
"Jangan berisik," bisik Erza hati-hati. "Nanti yang lain bangun."
Helen terdiam menyadari kesalahannya-walau sedikit merengut. Kemudian mengangguk pelan sebelum bola matanya tertuju pada kristal merah yang ada di dada kiri cowok tersebut.
Kristal? Dewi batinnya bertanya. Lupakan, itu privasi Erza. Selang beberapa detik, ia menaiki tangga sambil membawa nampan yang tampaknya berisi satu termos kecil susu dan kue kering yang tampaknya baru matang dari oven.
Gila!
"Siapa suruh lo ngikutin gue masuk kamar?!" bentak Helen yang kini menuju balkon kamarnya.
Sementara Erza hanya terdiam. Ya Tuhan! Bukankah ia seharusnya lebih menjaga jarak dengan castydile-nya setelah insiden hairline? Ah persetan, ia tak peduli mau lenyap sekali pun. Gue bisa gila lama-lama, batin Erza.
"Ya udah, tapi nanti keluar! Plus ...,"―Helen menggantung kalimatnya―"Awas kalo kurang ajar!"
Erza pun mengikuti Helen yang kini duduk di teras balkon kamarnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Love Life an Enemy Couple [END]
FantasyTeen Fantasy Fiction. Highest Rank #77 on Fantasy. #250517 Nomine WAWA2017 Romance Remaja Terbaik ❁❁❁ Helen, seorang gamers sekaligus penggila Jepang yang dunianya mendadak berubah sejak kedatangan Flash a.k.a Erza. Sesosok malaikat―yang meng...