VS 4 | Glare Heart

1.9K 240 16
                                    

Kilauan yang membelalakan mata terpampang di seluruh penjuru tempat ini. Hening sekaligus menenangkan. Konon katanya, hanya makhluk tertentu yang dapat menembus tempat bernama Glare Heart ini. Tepatnya, hanya pemilik tempat ini dan orang yang namanya ada di tempat ini yang dapat masuk.

Hening perlahan tergantikan, suara kepakan sayap terdengar. Tampak sesosok makhluk bercahaya turun dari langitnya. Sama-sama menyilaukan. Sayapnya mengepak perlahan namun menghasilkan angin yang cukup kencang sehingga bulu-bulu putihnya berjatuhan. Itu Flash. Ya, dia pemilik Glare Heart ini.

Set.

Tubuhnya kini menapak ke tanah. Ah, bukan tanah, melainkan kristal. Kristal transparan yang membentuk lapisan seperti lantai. Bening, berkilau, bahkan kau dapat melihat pantulan tubuhmu dari situ.

Tap... Tap... Tap...

Flash melangkahkan kakinya perlahan. Matanya menerawang mencari sesuatu. Hingga, ia melihat sebuah tempat yang mirip dengan bangunan-bangunan seperti kuil di Yunani. Entah apa namanya.

Sepi, tak ada orang di tempat ini selain makhluk itu. Kemudian, ia menaiki tangga yang menghubungkan tempatnya berada dengan bangunan itu secara perlahan. Di sana, ia menatap lekat sebuah kotak yang terbuat dari kristal putih. Tampaknya terbuat dari bahan sama dengan lantai yang dipijaknya tadi.

"Aku tak mungkin salah," gumamnya memecah keheningan tempat ini.

Di dalam kotak tersebut terdapat sebuah benang. Benang berwarna merah, dan di setiap sisinya terdapat sebuah nama. Nama seorang gadis serta seorang pria. Namun anehnya, banyak benang lain yang ikut terbelit. Benang takdir.

Flash mengembuskan napas panjang. Seolah menyesal karena sesuatu. Karena ia harus menyakiti gadis itu sebelum membahagiakannya.

"Tak ada yang bohong di tempat ini," katanya sambil terus memandangi kotak itu. Lagi-lagi tak teralihkan. "Lagi pula, kalau ku putuskan ia akan mati," katanya sendu sebelum akhirnya berbalik dan pergi meninggalkan tempat itu.

***

Guru jam terakhir kelas Helen telah meninggalkan kelas. Hampir semua murid sudah pulang. Hampir, karena masih ada Helen dan Michelle dalam kelas. Helen yang sedari tadi menanti kedatangan murid baru di kelasnya. Serta Michelle yang setia menunggu sahabatnya itu.

"Len, balik aja, yuk!" ajak Michelle yang berulang kali menguap menahan kantuknya.

Helen melirik cewek itu sejenak. "Nggak apa kalo lo mau balik duluan, Le," katanya sambil tersenyum. Senyum sendu. "Lagian lo juga kayaknya udah ngantuk."

"Tapi sampe kapan lo mau nungguin?" tanya Michelle dibalas gelengan kepala Helen.

"Udah, lo balik duluan aja. Sorry, ya, malah nungguin gue gak jelas kayak gini." Helen jadi merasa tak enak pada gadis di depannya ini.

"Ih, gue yang harusnya minta maaf." Michelle menepuk pundak Helen kemudian menggaet ranselnya. "Gue duluan, ya. Hati-hati!" ucapnya sebelum pergi meninggalkan kelas.

Helen menarik napas panjang kemudian mengembuskannya. Sendiri, hanya dia yang ada di tempat ini sekarang dan detakkan jarum jam yang sedari tadi menemaninya.

Sebenarnya ke mana Erza pergi sejak istirahat tadi?

Sekelebat pikiran Helen kembali ke saat itu. Ya, saat Erza membawanya ke parkiran. Saat ia berkata kalau Nathan adalah pasangan takdirnya. Ia tak mengerti kenapa bisa mengucapkan kalimat kejam pada Erza. Padahal, cowok itu hanya menjalankan tugasnya saja. Hanya saja, Helen masih belum bisa menerima semua kenyataan itu. Itu terlalu sulit.

"Aku benci mengakui kalau aku ini tsundere!" katanya sambil menginjak-injak lantai berulang kali. "Tapi, mana ada tsundere ngaku tsunde"

"Lah baru nyadar kalau sendirinya tsun." Suara itu memotong ucapan Helen.

Tunggu, bukannya itu suara, Erza? Dia―Belum selesai pada pemikirannya, gadis itu langsung berbalik dan menghambur ke pelukkan cowok itu tanpa peduli.

"Lo kemana aja, sih?! Rese! Ada ya malaikat baperan?"

Erza yang melihat reaksi itu terkejut. Persetan dengan yang dilakukan cewek ini. Jantung Erza berdetak keras. Demi apapun ini bahaya. Plis, batin Erza.

"Et! Apa lo peluk-peluk?!" ujar Erza sok ketus. Sial! Kenapa sekarang dirinya yang seolah seorang tsundere.

"Maaf!" kata Helen dengan suara bergetar.

Tunggu, ia menangis?

"Maafin gue malah biki susah keadaan!"

Erza yang kedua tangannya masih berada di atas kebingungan. Sampai akhirnya ia membalas pelukan gadis itu. "Udah, gak usah nangis," ujar Erza menenangkan seraya mengusap lembut rambut Helen.

"Maaf kalo lo malah repot ngurusin manusia bego kayak gue!" kata Helen sambil mencengkram erat kemeja Erza yang kini sudah basah dengan air matanya. "Maaf!"

"Udah, itu emang tugas gue, kok," Erza tersenyum lembut. "Sekarang pulang, yuk!" ajaknya.

Helen mendongakkan wajahnya. Menatap kedua bola mata makhluk di hadapannya. Benar-benar penuh cahaya. Sementara Erza menangkup kedua pipi gadis itu. Lalu menyeka air mata yang mengalir di setiap sisinya.

Kalau di manga-manga sih adegan ini biasanya berakhir dengan sebuah ciuman―yang katanya―manis antar kedua tokoh. Tapi, itu tak mungkin terjadi di sini. Oh ayolah, hidupnya tidak sedrama itu. Lagi pula itu bukan hal yang wajar untuk anak SMA. Ia masih menyandang gadis bermoral ingat.

"Makasih!"

Tanpa disadari. Ada yang melihat apa yang terjadi di antara mereka berdua dalam kelas. Dengan rasa sakit yang mencengkram dadanya, ia langsung pergi dengan wajah tertunduk.

***

Helen menatap langit-langit kamarnya sedari tadi. Sesekali mengalihkan matanya yang tertuju pada jam dinding. Sekarang pukul sembilan lewat empatpuluh tiga menit. Oke, ia insomnia malam ini.

Bip

Ponsel dengan casing light blue di sebelahnya berbunyi. Menandakan ada seseorang mengiriminya pesan lewat sebuah aplikasi chat.

Pai, tadi kenapa nggak kumpul? Itu, chat dari Fian.

Oh ya, kumpul? Bahkan ia lupa dengan ekskul kesayangannya itu. Lagi pula ... ia benar-benar memikirkan Erza tadi.

Maaf ya. Gue lupa, lagian gak ada yang jemput ke kelas tadi. Send.

Helen termenung. Sebenarnya balasan itu tak akan bisa jadi alasan kuat. Karena pada dasarnya Helen-lah yang paling rajin kumpul.

Kak Rendy tadi nyamper jam 3 lewat. Katanya lo udah ga ada di kelas, balas Fian cepat.

Tapi tunggu―Helen merasa ada yang aneh. Bukankah ia baru pulang jam setengah 4. Dan saat jam 3 lewat―Erza datang.

***

tsundere: orang yang emosionalnya tidak stabil, kasar di luar lembut di dalam.

***

Bogor, 14 Januari 2019

Aku enggak tau mau bilang apa hehehe. Maaf baru up jam segini. Tadinya mau ku up siang tapi lupa hehehe. Semoga suka dengan versi ini! :)

Remake on 20.06.2016
Another Revision on 21.10.17


Regards

Nari

Love Life an Enemy Couple [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang