VS 39 | Good Bye

1.1K 149 74
                                    

Bip!

Erza! Gue nggak mau tau. Malam ini lo harus main ke rumah. Gak ada tapi-tapian. Kalo nggak bakal gue pastiin lo mati besok!!!

Tak ada yang tahu kalau di balik pesan itu sang pengirim tengah menangis. Berharap malaikatnya tidak benar-benar mati.

Erza yang menerimanya cukup tahu akan makna di balik semua itu. Walau tak tahu seberapa dalamnya kesedihan yang kini dirasakan gadis itu.

Ya. Send.

Sepintas, hati Erza kembali menerang. Ya, ia tak ingin Helen memastikannya mati besok.

Kini, Erza mengalihkan pandangannya pada kristal itu. Tinggal beberapa serpihan lagi. Dengan begitu ia akan mati dan melenyapkan orang-orang yang berharga itu. Untuk saat ini, ia hanya bisa bertahan dan berusaha.

Dan, biarkanlah perasaannya yang mati.

***

Langit malam terakhir di Bulan Desember tahun ini. Rangkaian bintang di langit menyebar. Tak ada awan sedikit pun yang menghalangi. Malam ini benar-benar cerah. Seolah menyambut sesuatu yang baru, dan tentunya juga akan melepas sesuatu.

Di saat orang lain tengah berkeliling dan sibuk dengan pernak-pernik tahun baru. Helen malah diam melamun di balkon kamarnya. Menatap langit berbintang. Ah, ia jadi teringat malam saat menyanyikan Hoshi no Mukougawa, kemudian sebuah keajaiban terjadi. Ya, pada akhirnya ia teringat pada makhluk bersayap putih itu. Ia menantikannya.

“Kak,” panggil seseorang dari pintu kamar Helen, itu Ressan. “ Kak Erza belom datang?” tanyanya.

Gadis itu untuk ke sekian kalinya menggeleng. Kemudian Ressan pergi meninggalkan Helen sendiri di balkon. Padahal anggota keluarga yang lain tengah bakar-bakar di bawah. Hanya gadis itu saja yang enggan turun. Ia tak ingin melewatkan waktu yang tersisa ini.

Padahal tadi Erza berkata akan datang. Padahal ia sendiri yang membalas seperti itu. Tapi kenapa ia belum datang juga? Sekarang, Helen hanya menatap layar ponselnya. Menampilkan pesan Erza yang tadi sore sampai padanya.

Entahlah...

Tap

Terdengar langkah mendekat ke arahnya. Helen memejamkan matanya menahan airmata yang hendak jatuh. Sampai bulirnya mengalir kala sosok itu merangkulnya. “Dia pasti datang.” Itu Nathan. “Dia pasti datang. Kamu gak usah khawatir. Ini belum terlambat.”

“Tapi―”

“Dia nggak akan biarin kamu tanpa kebahagiaannya.”

Lama kelamaan Helen terisak. Ingatannya terlempar ke hari-hari yang telah berlalu. Berlalu dan ia lalui dengan sosok itu. Andai waktu bisa ia putar kembali, ia ingin bersikap lebih baik pada Erza. Ia ingin lebih percaya pada sosok itu. Ia ingin ....

Jangan lagi, jangan seperti ini, Len. Nathan hanya bisa mendekapnya.

Tap.

Terdengar lagi suara langkah seseorang dan yang pasti bukan milik Nathan. Kedua orang itu menoleh cepat.

“Cieee....” Helen membelalakan matanya kala tahu siapa itu. “Udah berani peluk sama jo―”

“Erza!!” pekik Helen langsung berlari ke arah cowok itu, melepas dekapan Nathan begitu saja.

Sementara Nathan sudah menyunggingkan senyum di bibir kanannya. Menyakitkan memang. Tapi makhluk yang wajahnya seolah tak mengapa itu pasti lebih merasakan apa yang namanya sakit.

“Sialan!” kata Helen lalu menjitaki cowok itu. “Lo kemana aja, sih?!”

Erza hanya meringis kesakitan kala jitakkan itu sampai. Aw! Cubitan juga. Lalu apa lagi ... ah Helen sudah menggelitikkinya kuat-kuat.

Love Life an Enemy Couple [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang