Bu Cahaya--Guru BK kelas Helen-tersenyum orang-orang yang kini berdiri di depan kelas. Mereka adalah perwakilan dari salah satu Universitas Swasta yang tentunya datang untuk memperkenalkan kampus mereka. Bukan hanya itu saja, salah satunya adalah alumni dari sekolah ini.
Dan Helen mau tak mau langsung mengenalinya. Ya, ia memang mengenalinya.
"Ck, pake dia segala," gumam Helen seraya memandang orang yang berada tak jauh dari bangkunya.
Itu Nathan.
Ah, kenapa pula sejak kejadian dikejar orang gila, Helen jadi sering bertemu dengan cowok itu. Dua hari lalu di jalan, meskipun hanya Helen yang menyadarinya. Keesokan harinya di mini market dekat rumah. Seharusnya Helen tak pernah menyadari keberadaan cowok itu, dengan matanya yang mempunyai minus 4,5 semua ini tak seharusnya terjadi. Nyatanya, semua pertemuan ini terjadi. Dan kebetulan-kebetulan ini ....
Rasanya kayak waktu itu, keluh Helen dalam hati. Di sisi lain, ia merutuki otaknya yang malah mengingat kejadian-kejadian di masa lalu. Menyebalkan.
Michelle yang ada di samping gadis itu menyadari perubahan sikap gadis itu. Ia masih belum sadar kalau salah seorang yang ada di depan kelas saat ini adalah orang yang bisa membuat mood sahabatnya tidak keruan.
"Ya, semuanya," kata Bu Cahaya, "perhatikan ke depan!"
Nathan menarik napasnya sejenak. Memandang lurus para siswa 12 IPA 3 yang dahulu merupakan adik kelasnya. Tanpa sadar, matanya tertuju pada Helen yang tampaknya tak terlalu antusias. Sesaat, pandangannya bergeser ke depan gadis itu. Menatap salah satu murid cowok yang―
Tunggu, dia kan yang waktu itu benerin rambut ..., Nathan tahu kalau ia tidak mungkin salah lihat dan ingat. Cowok itu yang bersama Helen di event dan juga ... yang tengah membenahi rambut gadis itu depan toilet.
Di sisi lain, para siswa mulai tertarik dengan sekumpulan orang yang ada di hadapannya. Walaupun ada-saja-beberapa yang masih sibuk dengan jokes-nya masing-masing.
"Len, kenapa?" pertanyaan Michelle pada akhirnya terlontarkan.
"Nggak," balas Helen kemudian menempatkan kepala pada tangannya yang sudah terlipat. "Gue mau tidur, bangunin kalo udah beres."
Di saat para mahasiswa yang berada di depan mempromosikan tempat mereka menuntut ilmu. Helen memejamkan matanya, tak sepenuhnya terlelap. Suara-suara dari depan masih terdengar jelas di telinganya.
"Masa depan tidak akan ada yang tahu," kata seseorang yang suaranya sangat Helen kenal. "Semua kemungkinan dapat terjadi."
Sepintas, perkataan itu menusuk dalam dada. Helen tak tahu pasti, tapi apa yang terdengar olehnya terasa amat menyakitkan. Terlebih, ini tahun terakhir ia berada di SMA. Lalu, setiap kali mendengar bahasan tentang masa depan, rasanya menyakitkan. Rasanya ia telah tertinggal jauh dari yang lain.
Tanpa Helen sadari, air matanya mendesak keluar.
"Jadi, jangan mengharapkan sesuatu yang belum pasti."
Sontak saja, air mata gadis itu mengalir. Rasanya ingin sekali terisak saat ini. Jangan mengharapkan sesuatu yang belum pasti. Telak, apa yang ia dengarkan benar-benar menohok langsung.
Helen menyadari kalau masa depannya saat ini bahkan belum jelas. Tentang impiannya, semuanya buram. Dan dirinya mengharapkan hal buram itu. Sama seperti orang itu dulu.
Jangan nangis, nanti ketauan guru. Sekelebat suara terlintas di pikirannya.
Helen tersadar, lalu melirik ke arah Erza sesaat. Cowok itu memberikan tatapan menyebalkan padanya, di sisi lain ia juga seperti memberikan kekuatan.
![](https://img.wattpad.com/cover/54167327-288-k796805.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Love Life an Enemy Couple [END]
FantasyTeen Fantasy Fiction. Highest Rank #77 on Fantasy. #250517 Nomine WAWA2017 Romance Remaja Terbaik ❁❁❁ Helen, seorang gamers sekaligus penggila Jepang yang dunianya mendadak berubah sejak kedatangan Flash a.k.a Erza. Sesosok malaikat―yang meng...