Helen duduk di bawah salah satu parasol yang ada di kedai es krim yang beberapa waktu ia kunjungi. Memandangi tempat di mana kejadian naas itu terjadi. Ia tak menabraknya. Ia bahkan menyaksikan semua kecelakaan itu di pinggir jalan. Tetapi, ia juga berada di dalam mobil itu sesaat setelah kejadian itu terjadi. Seolah-olah dia yang menabraknya.
Lo boleh benci sama gue sampai kapanpun itu. Tapi nggak gini caranya, Len!
Semua kata-kata Nathan saat itu kembali berputar ke dalam pikiran Helen. Sejujurnya ia menyesal menaruh rasa benci itu. Namun apa daya, itulah respon tubuh dan hatinya yang telanjur kecewa atas apa yang pernah terjadi.
Tunggu, hilangkan kata hati itu. Karena bagaimanapun juga, kemungkinan masih ada secercah cahaya dalam hatinya. Cahaya yang selama ini ia timbun di bawah kebencian yang menumpuk. Perasaan yang selalu ia sangkal selama ini.
Cinta murni seorang Helen.
Kepala Helen kini tertunduk. Sementara tangannya sibuk mengaduk-aduk es krim yang sama dengan hari itu. Es krim mint yang di atasnya terdapat guyuran cokelat cair. Namun, saat ini keduanya menjadi satu. Meleleh.
Tes
Air mata gadis itu jatuh. Tak akan ada yang menyadarinya karena tempat ini begitu sepi sekarang.
"Sekarang gimana?" Helen mulai bermonolog. Kemudian teringat akan surat kiriman Michelle.
Jangan biarin benteng pertahanan cinta itu sebagai alat buat nyakitin orang lain. Karena secara nggak langsung semua itu nyakitin diri lo sendiri.
Perlahan ia memejamkan matanya, merasakan rasa sakit di kepalanya. Seolah ada denyutan yang berulang. Tubuhnya pun ... tak dapat digerakkan.
Kenapa? Lo bisa tanya sama hati lo suatu saat nanti. Bukan sekarang, tapi suatu waktu pasti bisa lo temuin hal itu.
Perlahan rasa sakit itu meluas ke setiap syarafnya. Kilasan-kilasan balik kehidupannya seolah melintas. Mulai dari saat ia kecil bersama Nathan, saat SMP menjelang hari yang menyakitkan itu, lalu hari itu, hari-hari yang berlalu seterusnya yang perlahan membuat pandangannya membuyar. Setelah itu, semua berubah menjadi gelap.
Kak Nat.
***
Cklek.
"Len! Kamu nggak sekolah hari ini?" Suara teriakkan Mama membangunkannya dari―Mimpi?
Gadis itu langsung bangkit dari tempat tidurnya., menatap mama yang kini menghela napas.
"Sekolah!"
Helen refleks mengangguk lesu. Entah kenapa tubuhnya terasa lelah. Sampai ia tersadar akan sesuatu saat mama sudah keluar dari kamarnya.
"Semuanya ... mimpi?" Helen menyentuh pipinya. Sesuatu yang dingin dan basah terasa oleh kulitnya. Ia menangis.
Bruk
Terdengar suara sesuatu yang jatuh di balkon. Membuat gadis itu mengerjap dan segera menyeka air matanya. Baru setelahnya, ia bergegas membuka pintu. Di tempat itu, ia menemukan sesosok makhluk bersayap dengan cengiran khas. Sosok yang sangat ia kenali.
Itu Erza―Flash maksudnya.
"Uhuk, sayap lo ngebul!" tukas Helen saat bulu-bulu halus milik Flash membuat hidungnya sedikit gatal. "Lo ngapain, sih, pagi-pagi gini?" Ia bahkan lupa dengan kepindahan makhluk yang ada di hadapannya saat ini. Hatinya mendadak ringan setelah mendapat mimpi itu. Walau sebagiannya adalah mimpi buruk yang cukup membuatnya lelah.
![](https://img.wattpad.com/cover/54167327-288-k796805.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Love Life an Enemy Couple [END]
FantasyTeen Fantasy Fiction. Highest Rank #77 on Fantasy. #250517 Nomine WAWA2017 Romance Remaja Terbaik ❁❁❁ Helen, seorang gamers sekaligus penggila Jepang yang dunianya mendadak berubah sejak kedatangan Flash a.k.a Erza. Sesosok malaikat―yang meng...