Sudah bulan ke dua Erza berada di bumi ini. Selama itu juga, belum ada kemajuan akan tugasya. Castydile utamanya masih bersikap keras dan rasanya sulit membuat gadis itu mau mengaku. Lebih tepatnya, amat sulit membuat luka yang ada dalam diri Helen menghilang. Karena
Sekalipun perasaannya yang lama masih ada. Tapi tetap saja. Lagi pula hanya perasaan cinta murni yang bisa membuat Erza kembali ke Brilliance Heaven. Tempat ia tinggal bersama malaikat takdir lainnya.
Selain itu, menghilangkan rasa benci pada hati yang pernah terluka seperti itu rasanya mustahil. Pasti ada sisa yang mengendap. Karena setiap luka pasti meninggalkan bekas.
Sementara cinta murni adalah rasa yang seharusnya hanya dimiliki oleh seorang bayi yang baru lahir ke dunia, atau cinta pertama seseorang. Tapi bukan artinya cinta pertama yang terus terpendam. Melainkan cinta yang murni timbul untuk kesadaran yang pertama. Sebelum berubah menjadi sesuatu yang lain seperti ambisi.
Angin pergantian musim bertiup dengan lembutnya ke sekitar orang-orang. Erza yang siang ini duduk di pojok lapangan hanya termenung menatap kawan-kawannya bermain basket. Memikirkan jalan mana yang harus ia pilih.
"Oi," panggil seseorang dari belakang.
Erza langsung menoleh ke sumber suara. Itu Rendy. "Ya?"
"Main nggak?" tawar Rendy sambil menunujuk ke arah lapangan. "Lagian udah dua bulan jadi anak baru kok masih kaku."
Erza terkekeh mendengarnya. Iya, kalau dipikir-pikir ia terlalu kaku pada yang lain dan hanya terfokus pada Helen. Sekalipun sedikit bersikap lain, paling hanya pada Michelle yang kebetulan selalu bersama dengan Helen.
Juga ....
"Lo yang suka sama Len kan, ya?" celetuk Erza tiba-tiba membuat ekspresi Rendy berubah dari sebelumnya.
Rendy kaget, lagi pula memang Erza mengatakannya terlalu tiba-tiba dan kini ia malah tertawa melihat reaksi Rendy.
"Ya ampun, gak nyangka ekspre-oke, oke, sori. Gue ikut."
Rendy membuang napas lega, lentas berkata, "Lagian ya lo baru diajak ngobrol santai udah bahas begituan. Kayak ketemu Helen versi cowoknya sumpah."
Erza terkekeh mendengar penuturan Rendy. Omong-omong, Helen versi cowok? Manusia memang pintar dalam bergurau. Di sisi lain, ia jadi berpikir akan sesuatu. Seandainya saja ia bisa merasakan anugerah terindah ini. Sayangnya ia bukan manusia. Sekalipun jatuh cinta, ia bisa lenyap.
Satu hal yang pasti, ia harus segera menyelesaikan semua ini. Hanya itu.
***
Helen menatap lurus lapangan dari lantai dua. Biasanya ia melakukan ini jika kebagian duduk di dekat jendela saat rolling tempat duduk. Setidaknya sebulan bisa 5 kali-kalau beruntung bisa lebih.
P'rasaan yang sepenting apapun juga, suatu saat akan menghilang
Yang tertiup angin dan bergerak bukan awan itu, melainkan diri kita
Sang waktu dengan kebaikannya selalu menghapus serpihan hati yang telah hancur
JKT48 - Aozora no Soba ni Ite ( Tetaplah Ada di Langit Biru )
Sembari melihat langit yang cerah. Helen melantunkan lagu yang cukup ia sukai belakangan ini. Sembari berpikir tentang perasaan yang akan menghilang. Apa rasa bencinya akan menghilang juga? Ia belum tahu.
Kenapa gue jadi mikir yang kayak gini, ya? Batin Helen.
"Kenapa hayo!?" Seseorang tiba-tiba menganggetkannya dari belakang.
![](https://img.wattpad.com/cover/54167327-288-k796805.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Love Life an Enemy Couple [END]
FantasyTeen Fantasy Fiction. Highest Rank #77 on Fantasy. #250517 Nomine WAWA2017 Romance Remaja Terbaik ❁❁❁ Helen, seorang gamers sekaligus penggila Jepang yang dunianya mendadak berubah sejak kedatangan Flash a.k.a Erza. Sesosok malaikat―yang meng...