Sudah seminggu sejak kepergian Erza dari rumah Helen. Semua merasa kehilangan. Namun untuk hari ini, semua seolah kembali ke awal. Awal sebelum kedatangan Erza. Sekarang, gadis itu berjalan dari arah gerbang masuk. Ia fokus pada jalannya, sampai mendengar seseorang memanggilnya.
"Len!" Itu Erza, dan membuat gadis itu kebingungan. Kemarin-kemarin ia hanya terdiam tanpa berbicara dengan dirinya. Bertemu pun hanya mengulas senyumnya.
Hari ini semua beda dari biasanya, batin Helen.
Semua seolah kembali ke hari-hari itu. Hari di mana mereka berdua selalu bersama. Kini, tanpa ia ketahui penyebabnya. Bibirnya mendadak bergerak sendiri.
"Apaan?" Gadis itu berbicara dengan nada seperti biasanya. Hari-hari itu.
"Hehe," Erza terkekeh. "Liat PR." Ia menjulurkan sedikit lidahnya seperti anak kucing.
Sikap kekanakan itu ... aku merindukannya. Helen memandang cowok itu malas. Walau sebenarnya ia sudah ingin tersenyum.
"Ah, gue kira apaan." Lagi, Helen bersumpah kalau ia tak ada niat membalas semua itu. Lalu, bibirnya membentuk kurva. Ia ... tersenyum dengan sendirinya.
"Ayolah," rengeknya.
Helen berjalan ke arah cowok itu. Sebenarnya menuju kelasnya sih. "Seyakin itu? Emang gue udah ngerjain?" Helen tergelak puas. Semantara Erza hanya mengerucutkan bibirnya.
"Gue tau kalo lo udah ngerjain, Len." Erza menyusul langkah gadis itu.
Ya Tuhan, seandainya ini mimpi. Jangan biarkan ia terbangun sekarang. Ia rindu semua ini. Gadis itu memohon dalam hati.
Sekarang, mereka sudah ada di kelas. Tumben masih sepi seperti ini. Padahal sudah jam .... Oke! Masih jam 06:20.
"Iya-iya," kata Helen. "PR apaan? Yang mana?"
"Fisika," kata Erza, "yang disuruh ngerangkum itu."
Helen mengeluarkan bukunya. "Baru setengah." Ia menyerahkan buku catatan milikknya pada Erza.
"Nggak apa," kata cowok itu sambil menerima buku itu.
"Habis suka nggak guna kalo pelajaran Pak Gana," keluh Helen. "Entar dia ngasih catetan lagi, nulis lagi."
"Iya juga, sih." Erza mengangguk tanda setuju. "Ngabisin kertas."
Helen tak menjawab. Ia bangun dari tempat duduknya. Erza langsung menatap kepergian gadis itu.
"Mau ke mana?" tanya Erza cepat.
Helen menghentikkan langkahnya. Lalu menoleh ke belakang. "Kantin," katanya singkat, "mau ikut?"
Erza mengangguk. Lalu berlari mengejar gadis itu. Meninggalkan buku fisika itu di atas meja yang entah milik siapa. Dasar laki-laki.
***
Bel terakhir hari ini berbunyi. Gerbang depan sudah dipenuhi kendaraan yang berebut keluar masuk. Keluar bagi para siswa, dan masuk bagi para driver ojeg online yang akhir-akhir ini menjadi tren. Tapi tidak untuk Helen. Karena bagaimanapun juga, angkutan umum lebih murah dan nyaman. Iya, ia bisa tidur di sepanjang jalan.
"Balik ke mana dulu, yuk!" ajak Erza pada Helen.
Sikap orang-orang hari ini benar-benar aneh. Apa ini hanya perasaannya saja?
Bukankah Erza sendiri yang bilang kalau ia tak bisa jika terus berada di dekatnya? Tapi, kenapa?"Ke mana?" tanya gadis itu ragu. Lagi, ini bukan keinginannya. Tapi semua terucap begitu saja.
"Kedai es krim baru," jawab Erza lalu melihat perubahan raut wajah Helen. "Nggak jauh kok."
Gadis itu mengangguk. "Ayo deh!" Untuk ke sekian kalinya. Itu bukan gerakan yang ia kehendaki sendiri.
***
Helen kini berada di bawah salah satu parasol yang ada di kedai ini. Benar kata Erza, tempat ini tidak jauh. Cukup berjalan sepuluh menit dari sekolah. Dan mereka menemukan tempat ini di pinggir jalan.
Memang banyak kendaraan lewat. Tapi sore ini cukup sepi dan mentari tak terlalu terik. Sesekali angin melewati tempat ini.
Surganya Desember~
Helen termangu sejak Erza izin untuk pergi ke suatu tempat, hanya memandangi bermacam-macam kendaraan yang lewat. Hingga sampai saat ini, Erza belum kembali. Tadi sih dia bilang untuk pesan duluan, dan gadis itu mengiyakannya.
"Selamat menikmati pesanannya~" Seorang waitress membuat gadis itu terbangun dari lamunannya. Semangkuk sedang es krim mint diguyur saus cokelat ada di hadapannya. Ah, benar-benar menggugah.
"Makasih," kata Helen sambil tersenyum pada waitress itu. Kemudian mulai menyendokkan es krim miliknya.
***
"Dia kemana, sih?!" Helen kesal karena Erza belum juga kembali. Padahal es krim miliknya sudah habis. Itu pun sudah nambah dua kali.
Sekarang, Helen berdiri di tepi jalan. Sesekali melirik jam tangan dan ponselnya. Erza tak menghubunginya sedikit pun. Sampai, ia melihat seseorang yang ia kenal ada di seberang jalan tengah melambaikan tangan pada seorang gadis yang berada sekitar delapan meter dari tempat Helen berdiri saat ini. Itu Nathan.
Gadis yang dilambaitangankan oleh Nathan hendak menyebrang. Di sisi lain, sebuah mobil hitam dengan kecepatan penuh mengarah kepadanya.
Helen tahu itu, matanya membelalak kaget. Ia ingin berteriak. Ia ingin menyelamatkan gadis itu. Namun, tubuhnya lemas. Suaranya tak bisa keluar. Seandainya Erza ada di sini. Seandainya ia bisa menyelamatkan gadis itu. Seandainya ... semua ini tidak terlambat.
Perlahan, seiring benturan keras itu terjadi. Pandangan Helen meremang. Semua berubah menjadi gelap. Sampai, suara kerumunan orang lah yang pertama kali Helen dengar. Perlahan ia mengucek matanya. Sampai air matanya mengalir saat ia menyadari tempatnya saat ini.
Helen ... berada di dalam mobil hitam itu.
Tanpa pikir panjang ia langsung turun. Tak peduli dengan air matanya yang kini mengalir. Di tempat itu. Nathan memandangnya tajam. Sorot kebencian yang membuat hatinya ketakutan.
"Lo ... keterlaluan, Len!" Suara dingin Nathan menusuk ke dalam indera pendengaran gadis itu. Rasanya menyakitkan.
Helen menggeleng sembari membekap mulutnya yang sesekali mengeluarkan isakan. Air matanya tak berhenti mengalir. "Bukan gue," katanya serak.
Tapi tak ada yang mengindahkan semua itu. Karena yang orang lain tahu, gadis itulah yang ada di dalam mobil.
"Lo nggak bisa ngelak," tukas Nathan. "Lo yang ada di dalam mobil itu!"
Kau tahu rasanya saat orang yang sebenarnya kau cintai menghujammu dengan perkataan yang sangat menusuk. Untuk alasan apapun, itu menyakitkan. Ah, tidak. Ia tidak boleh mencintai pria seperti ini lagi. Bukankah ia perasaannya sudah hilang? Dan bukankah ia yang menciptakan kebencian itu sendiri? Cowok itulah yang menciptakannya, bukan?
***
![](https://img.wattpad.com/cover/54167327-288-k796805.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Love Life an Enemy Couple [END]
FantasyTeen Fantasy Fiction. Highest Rank #77 on Fantasy. #250517 Nomine WAWA2017 Romance Remaja Terbaik ❁❁❁ Helen, seorang gamers sekaligus penggila Jepang yang dunianya mendadak berubah sejak kedatangan Flash a.k.a Erza. Sesosok malaikat―yang meng...