Michelle menatap Helen penuh minat. Bukan hal yang aneh-aneh maksudnya, ia hanya ingin menanyakan sesuatu. Bukan hal lain. Jadi, kalau memikirkan hal lain. Tolong enyahkan segera.
"Len," panggilnya sambil menarik lengan baju gadis yang dituju.
Helen melirik, kemudian mengangkat kedua alisnya. "Hmm?" katanya sambil menghisapi lollipop sisa ia beli di kantin.
"Liat Rendy?" tanya Michelle.
Helen menghela napasnya. Tidak Erza, tidak Michelle, kenapa ia yang disangkut-pautkan dengan cowok itu. Jangan mentang-mentang ia selalu kebetulan ada di kelas yang sama dengan Rendy tiga tahun terakhir ini, juga hal lain yang tidak ia ketahui. Oh dear, dia bukan orang tua Rendy yang harus selalu memperhatikan keadaan anaknya.
"Nggak tahu. Ngapain nanya ke gue?" Helen bertanya balik, sesekali memijat pelipisnya yang pening karena bingung.
Michelle hanya terkekeh tak tahu mau jawab apa. Karena yang ia tahu, informasi soal Rendy selalu datang akurat dari Helen meskipun sahabatnya itu hanya asal jeplak.
"Gue nanya loh," kata Helen kembali melanjutkan jalannya. Tiba-tiba, ia melihat Erza berjalan ke arahnya. Hal itu membuat Helen kembali teringat akan perkataan Erza di kelas tadi. Kalo patah hatinya karena lo gimana?
Walau lewat telepati.
Oke, katakan saja Helen mulai gila saat ini karena bisa melakukan hal itu dengan Erza. Tapi, itu benar-benar terjadi, bukan?
"Halo!" sapa Erza riang pada Helen dan Michelle.
Michelle tersenyum lebar. "Halo!"
Sementara Helen hanya memasang wajah datar. "Gila," celetuknya kemudian meninggalkan Erza dan Michelle yang terdiam di belakang.
***
"Lo kenapa, sih?" tanya Erza yang sedari tadi membuntutinya di belakang. "Oi!"
Sejujurnya Helen enggan menjawab karena jalanan cukup ramai. Dikira ia siapa teriak-teriak di jalan umum seperti ini?
Abaikan aja, lo harus cepet keluar jalan ini. Angkot susah dicari! Batin Helen sedari tadi.
Suara Erza sudah tak terdengar lagi. Tapi bukan artinya Erza berhenti membuntuti Helen. Ia masih jalan di belakang sambil mengimbangi kecepatan jalan cewek itu yang tidak normal.
Oh ya, soal Michelle. Gadis itu langsung melambaikan tangannya di perempatan lampu merah tengah kota tadi.
"Jalan cepet amat, sih!" gerutu Erza sambil menjejalkan kedua tangannya ke dalam saku celananya.
Tak lama, Helen berhenti. Kemudian menatap cowok itu dalam-dalam-rasanya seperti akan dikuliti saja. "Hm?" kata Helen sekilas.
Sementara Erza menatapnya tak mengerti. "Lo kenapa?"
"Gue? Kenapa?" Helen bertanya balik sambil mengangkat kedua alisnya berulang-ulang.
"Gue tau lo nggak bego, Len," balas Erza serius. Ia tak ingin bermain-main lagi.
"Mungkin lo lebih pintar dan pasti ngerti apa yang gue pikir." Helen menarik napasnya sejenak. "Fyi, gue males disangkut-pautin sama Rendy," tambahnya jelas.
Erza terdiam. Ia tahu apa yang ia lihat di glare heart beberapa waktu lalu bukanlah hal yang biasa terjadi. Maksudnya, selain benang meah milik Nathan. Ada benang merah lain yang mengikat cewek itu Tepatnya banyak benang merah yang terkait. Dan salah satunya mungkin ....
"Itu karena lo secara nggak langsung selalu bareng sama Rendy, Len." Erza mencoba membuatnya mengerti. Meski sebenarnya bukan hanya itu saja yang mengikat mereka berdua.
![](https://img.wattpad.com/cover/54167327-288-k796805.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Love Life an Enemy Couple [END]
FantasyTeen Fantasy Fiction. Highest Rank #77 on Fantasy. #250517 Nomine WAWA2017 Romance Remaja Terbaik ❁❁❁ Helen, seorang gamers sekaligus penggila Jepang yang dunianya mendadak berubah sejak kedatangan Flash a.k.a Erza. Sesosok malaikat―yang meng...