Helen termenung menatap Pak Madya yang menjelaskan materi terbaru matematika minggu ini. Kalau tak salah sih materi tentang translasi, diflasi, refleksi, atau apalah itu. Ia tak mengerti. Sesekali ekor matanya melirik bangku yang ada di belakangnya. Tepatnya menatap Nathan yang ada di tubuh Erza.
Makhluk satu itu tengah tertidur. Sama halnya dengan Rendy teman sebangkunya.
Helen tiba-tiba sambil menoleh pada Michelle. "Le, kamar mandi, yuk," ajaknya dengan suara yang agak lemas.
Sejujurnya, mata milik Helleb tak kuasa menahan kantuk lebih lama. Entah sejak kapan ia jadi tidak terlalu suka memperhatikan pelajaran. Apalagi Matematika, padahal Pak Madya sering mempercayakan nilai yang cukup besar padanya. Ia jadi tidak enak kalau mengingat itu.
"Bentaran, tanggung gue nulis." Michelle mempercepat tulisannya.
Sementara Helen kembali sibuk dengan buku sketsa miliknya.
Gimana kalau gue bilang Nathalie itu Nathan? Helen berulang kali kepikiran tentang itu. Demi apapun, itu tak bisa menghilang dari ingatannya. Sekalipun itu terdengar dalam keramaian. Tapi kan―
"Yok!" ujar Michelle yang kini bangun dari kursinya.
Helen bangun mengikuti Michelle yang sudah jalan terlebih dahulu ke depan. Setelah meminta izin pada Pak Madya. Helen dan Michelle pun keluar dari kelas.
"Toilet bawah, ya?" pinta Helen.
Michelle pun mengangguk tanda setuju. "Kenapa rnggak ngajak gue pas tadi ke kantin?" tanya Michelle.
"Katanya diet? Tadi juga sekalian pas bel. Sorry, ya!"
Michelle menatap sahabatnya penuh selidik. Mempertanyakan ke mana perginya sikap berontak Helen akhir-akhir ini. Ya, meski ia tahu Helen tidak terus-terusan seperti itu. Tapi tetap saja, rasanya aneh kalau tidak melihatnya protes.
Tiba-tiba, saat Helen masih menoleh ke arah Michelle.
Brak ....
Seseorang menabrak Helen.
"Kalo jalan hati-hati, dong!" ujar Helen yang kini sudah terduduk di lantai.
Michelle yang kaget langsung berjongkok membantu gadis itu bangun.
"Ma—maaf, Kak!" ujar seseorang yang menabrak Helen.
Helen mendongakan wajahnya. Matanya membelalak saat menyadari bahwa orang tersebut adalah orang yang dibahasnya tadi di kantin dengan Erza.
"Oh, lo ternyata, Pai." Itu Adit yang menyahut. Iya, Adit yang biasa main FM bersamanya. "Maaf ya, Dio sama gue lagi buru-buru soalnya hehe."
Helen menepuk roknya yang kotor, sedetik kemudian mengangguk. "Ya udah, gak apa. Gue juga cuma jatoh."
Adit dan Dio hanya menunjukkan cengirannya. Kemudian mengangguk sebelum akhirnya pergi meninggalkan Helen dan Michelle.
"Dasar cowok," celetuk Helen sambil menggelengkan kepalanya.
Di sisi lain, pikirannya mengarah pada hal lain. Pikiran tak berguna yang membuat senyumnya terukir. Soalnya, Helen sudah bisa memastikan kalau ia memang tak punya perasaan lebih pada Dio.
Sayangnya, hal itu memunculkan sebuah pertanyaan.
Kenapa lo seneng, Len?
***
Erza menatap lurus jalanan kota Depok. Ia harus bergegas untuk menggantikan Nathan di kelasnya. Walaupun kacau, yang terpenting adalah kehadiran Nathan tidak kosong. Karena kalau tidak, Nathan pasti akan memenggal kepalanya. Ah, padahal Nathan sedang senang-senang di tubuhnya.
![](https://img.wattpad.com/cover/54167327-288-k796805.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Love Life an Enemy Couple [END]
FantasyTeen Fantasy Fiction. Highest Rank #77 on Fantasy. #250517 Nomine WAWA2017 Romance Remaja Terbaik ❁❁❁ Helen, seorang gamers sekaligus penggila Jepang yang dunianya mendadak berubah sejak kedatangan Flash a.k.a Erza. Sesosok malaikat―yang meng...