Ada sedikit revisi lagi ya. Revisi mulu ya-_-. Jadi gini, di part sebelumnya itu yang pas Deeva baca pengumuman pembagian kelas di mading, saya salah nulis. Masa XI-C, kan Deeva baru masuk masa udah kelas XI-_-. Harusnya X-C Maafkan yaa...
Segitu aja informasinya, langsung aja,
Permintaan Tak Terduga.
Enjoy
-----
Karena hasil tak pernah mengecewakan proses...
Sudah dua bulan berlalu. Rutinitas itu masih Deeva lakukan hingga sekarang. Diam-diam melihatnya, diam-diam memperhatikannya, diam-diam mengikutinya, diam-diam menolongnya. Semua dilakukannya dengan rapih hingga Rio tak menyadarinya.
Deeva menjalani hari-harinya dengan terus bertumpu pada satu orang. Ke-lima indranya seolah berhenti berfungsi saat menatap Rio. Ke-lima indranya itu terlalu pusat pada seseorang. Pada Rio.
Bukan menyerah pada keadaan. Deeva sudah berusaha melupakan Rio tapi tak bisa. Selalu ada saja cara matanya memperhatikan laki-laki itu. Mendengarkan setiap pembicaraan yang tak sengaja lewat di telinganya. Semuanya seolah mengalir tanpa direncanakan.
Deeva sendiri memilih tak menceritakan ini pada sahabat-sahabatnya. Bukannya tak ingin, tapi mungkin ada baiknya dia menyimpan perasaan ini sendiri. Akan ada saatnya nanti, dia akan menceritakan semua pada sahabatnya. Tentang rasanya, tentang hari-hari yang dijalaninya hanya dengan memperhatikan laki-laki itu.
"Woy, minjem hapusan dong." Ucup menusuk-nusuk bahu Deeva dengan pulpen dari belakang.
Lantas Deeva menolehkan kepalanya dan memberi penghapusan yang diminta ucup. Tapi tangannya tertahan, ternyata ada maksud dibalik meminjam penghapusan. "Nomor 6,7,8,9,10 dong." Bisik ucup tapi mampu didengar Deeva. Deeva melihat kertas jawabannya lalu menggeleng. Karena sudah lima belas menit berlalu tapi Deeva hanya mampu menjawab 10 soal dari 20 soal yang diberikan.
Saat ini kelas X-C sedang ulangan harian fisika. Sebenarnya info ini sudah diberikan seminggu yang lalu. Tapi karena memang malas dan terlalu menyepelekan, banyak siswa yang tak belajar. Kebanyakan dari mereka menonton pertandingan bola semalam.
Dilihatnya Kafka yang tetap tenang. Deeva selalu berusaha curi-curi pandang ke kertas jawaban Kafka tapi selalu gagal. Laki-laki itu selalu sigap menutupi jawabannya dari Deeva hingga gadis itu mendesah kecewa.
Dilihatnya Joko yang sedang duduk dengan gelisah. Sesekali tangannya masuk ke kolong meja. Jangan ditanya dia sedang apa. Kelas ini yang pertama kali ulangan, jadi tak mungkin rasanya jika mereka mendapat bocoran soal bahkan kunci jawaban dari kelas lain.
"Udin, kamu kenapa liat bawah terus daritadi? Contekan kamu jatuh." Suara pak Herman membuat semua siswa yang berada di kelas menoleh ke belakang. Dilihatnya Udin yang gelagapan. Sebenarnya Udin tak menyontek, ada kertas yang jatuh dan itu adalah kertas contekan. Tapi bukan miliknya, melainkan milik teman disebelahnya, Tio.
Pak Herman hanya bercanda. Dia tahu beberapa muridnya ada yang berbuat curang saat ulangan tapi dia memilih diam. Dia tak mungkin membuat muridnya malu karena ketahuan menyontek saat ulangan.
"Lima belas menit lagi." Kelas yang tadinya hening mulai gaduh hingga terdengar banyak suara 'Ssstttt...' dimana-mana.
Deeva menyesal duduk di sini, dia tak bisa bergerak sama sekali. Sejak tadi pak Herman mengawasinya membuat Deeva kadang bergerak gelisah. Ingin menoleh tapi mata pak Herman terus memandang ke arahnya.
Tak ada cara lain selain menjawab soal secara asal. Salahnya sendiri tak belajar dan memilih tidur. Deeva sudah pasrah dengan nilai yang akan didapatkannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
ALTERIO
Teen Fiction"So, can you choose?" || Cover by @jacalloui Copyright© 2016, by Oolitewriter