Terkadang kita harus merasakan sakit jika ingin bahagia...
Deeva terus menatap ponselnya yang sejak tadi tak bergetar tanda tak ada panggilan masuk. Rio sama sekali tak menelefonnya atau mengirimnya pesan. Deeva hanya ingin mendengar suaranya, tak lebih. Tapi sepertinya Rio tak ingin atau bahkan tak peduli.
"Dek, makan malem dulu yuk!" Aldo menyelipkan kepalanya diantara pintu dan tembok kamar Deeva.
"Hm..." Dengan lemas, Deeva bangkit dari tempat tidurnya lalu melangkah mendekati Aldo.
"Kenapa? Kok kayak gak semangat gitu? Biasanya senyum-senyum sendiri?" Dirangkulnya Deeva, Aldo terkekeh. Tak biasanya Deeva murung begini. Karena setiap hari, adiknya itu pasti selalu tersenyum bahkan bersenandung kecil. Tapi hari ini tak biasanya.
"Emangnya aku gila." Dilangkahkan kakinya agar cepat sampai ke meja makan. Menghiraukan Aldo yang sedang tertawa.
"Abang, gak lucu!"
---
Jika dia bisa memilih, dia tak ingin melakukan ini. Jika dia bisa mengembalikan waktu, dia tak akan melakukan kesalahan itu. Kesalahan yang akan membawanya pada luka karena telah menyakiti gadis yang tak bersalah sama sekali.
Bukan ini yang Rio mau. Yang diinginkannya hanya hidup damai bersama keluarga, teman-teman dan kekasihnya. Tapi sepertinya Rio harus menelan harapan itu bulat-bulat saat hidup selalu memberinya jalan berliku. Rio tahu, tak selamanya hidup berjalan sesuai yang kita inginkan.
Ditatapnya dirinya sendiri di cermin. Laki-laki bodoh ini akan mengakhiri segalanya besok. Besok, hati seorang gadis akan dihancurkannya. Laki-laki bodoh ini akan menyesal nantinya. Besok, semuanya tak akan sama. Mungkin gadis itu tak mau menatap matanya lagi. Atau mungkin tak sudi hanya sekedar melihat wajahnya.
Rio terlalu takut mengambil keputusan. Dia tak senekat Rion, atau selembut Reta. "Kak, makan malem dulu." Reta menyelipkan kepalanya diantara pintu dan tembok.
"Iya, kamu duluan aja." Bukannya pergi, Reta justru melangkah masuk ke kamar Rio.
Ditatapnya kakak yang sangat dibanggakannya itu. Tatapan itu seolah memberi tahu kalau Reta mengetahui ada sesuatu yang disembunyikan Rio entah apa. "Berantem sama kak Dessy?" Tembak Reta.
Rio yang gemas langsung mengacak rambut Reta. Membuat sang empunya mendengus kesal. "Anak kecil tau apa? Ayok makan." Dirangkulnya Reta sambil melangkah keluar kamar. Tebakan Reta meleset dari kenyataan yang terjadi. Reta sama sekali tak tahu kalau salah satu kakak laki-lakinya akan menjadi laki-laki paling jahat setelah ini.
"Rion, gak usah sok imut deh."
"Apaan sih mama?"
"Papa tau, Rion."
"Tau apa?"
"Udahlah gak usah bohong."
"Mama sama papa kenapa sih? Aneh banget."
Arka dan Manda hanya cekikikan setelah itu pandangannya terfokus pada Rio dan Reta yang sedang berjalan ke meja makan.
"Ada apa sih?" Tanya Reta antusias lalu duduk di samping Rion.
"Ini loh, kakak kamu udah gede. Daritadi nanya-nanya soal cewek terus." Manda menaikkan kedua alisnya sambil menatap Rion. Sedangkan yang ditatap seperti itu justru menahan kesal karena merasa dipojokkan.
"Mama apaan sih? Emangnya aku masih kecil." Kesal, Rion menusuk-nusuk daging ayamnya dengan garpu sambil menatap Manda tak suka.
"Iya lah. Tidur aja masih minta temenin." Setelahnya, semua yang ada di ruang makan ini tertawa geli kecuali Rion. Meski di sekolah Rion terkenal nakal dan arogan, tapi di rumah dia terkenal manja diantara ketiga saudaranya. Rion masih meminta ditemani saat tidur dengan papa atau mamanya. Tapi tak sering, hanya pada waktu tertentu. Misalnya saat sekolahnya mengadakan acara perkemahan semester lalu. Rion yang tak sanggup berpisah dari mama dan papanya meminta ditemani tidur semalaman. Sungguh bukan Rion yang sebenarnya.

KAMU SEDANG MEMBACA
ALTERIO
Teen Fiction"So, can you choose?" || Cover by @jacalloui Copyright© 2016, by Oolitewriter