Deeva memandang wajahnya sendiri di cermin toilet berukuran besar. Rasanya, terlalu kejam memikirkan bagaimana posisinya sekarang. Tapi, dia juga tidak mau kalau harus mundur. Meskipun salah, tapi gadis itu tetap melanjutkan apa yang sudah dipilihnya sejak awal. Entah siapa yang akan mengakhirinya, dia tidak tahu.
"Sendirian aja, Dee."
Deeva terperanjat saat sebuah suara muncul di sisi kanannya. Kepalanya menoleh. "Bikin kaget aja lo, Kak."
Sementara Syifa terkekeh. "Ngelamun ya, lo? Gue dari tadi udah di sini."
Karena merasa bingung dengan kehadiran Syifa, Deeva bertanya. "Kok lo di sini? Emang toilet kelas XI kenapa?"
"Nggak ada air, mati. Gue heran deh, toilet tuh banyak, tapi kenapa toilet kelas XI IPA doang yang airnya mati. Lo heran nggak, sih?"
Meski bingung arah pembicaraan mereka apa, tapi Deeva mengangguk. "Tapi toilet di sini baik-baik aja kok."
Syifa menghela napas. "Itu masalahnya. Alan ngajak gue jalan-jalan."
Entah karena dasinya terkena air atau kaget karena perkataan Syifa barusan, Deeva berteriak. "Ah!"
"Menurut lo gimana?"
"Kenapa?"
"Lo nggak fokus, ya? Alan ngajak gue jalan-jalan."
Seolah baru mengerti, Deeva mengerjapkan matanya lamat-lamat. "Seriusan? Kak Alan? Ngajak lo? Jalan-jalan?"
"Iye."
Gadis itu mendecak. "Mungkin ini yang namanya 'it's time to party', lo butuh syukuran? Gue bantu."
Syifa langsung menoyor kepala Deeva. "Sialan! Tapi menurut lo, terima atau nggak?"
Sekarang, Deeva yang menoyor kepala Syifa. "Terima, dong."
"Dasar adek kelas biadab," tapi bukannya kesal, Syifa justru terkekeh. "Dee?"
Deeva menoleh. "Ya?"
"Dessy belom tau tentang lo sama Rio?"
Deeva menggeleng.
Sementara Syifa menghela napas. "Dee, dengerin gue. Lo salah, nggak baik lo jadi benalu buat hubungan orang lain. Oke, katakanlah si Rio naksir lo. Tapi kan, tetep aja kalian salah. Kalo emang dia sayang lo, kenapa dia belom putusin Dessy? Kenapa coba?"
Sudah tiga bulan semuanya berjalan seperti ini, tapi Deeva selalu melupakan yang satu itu. Dia tertegun, berusaha memikirkan apa yang baru saja dikatakan Syifa, dan apa yang sudah terjadi selama tiga bulan ini. Semuanya mulus, tanpa ada rasa curiga dari siapa pun. Tapi, tidak dengan hatinya. Rio masih menolak meninggalkan Dessy. Entah apa yang membuat laki-laki itu begitu berat melakukannya.
"Dee, lo jangan jadi pemeran antagonis di sini. Jangan jadi jahat kayak Rangga." Saat tahu wajah Deeva berubah murung, Syifa melontarkan kata-kata bernada bercanda.
"Garing lo! Udah, gue mau ke kelas. Disangkanya ngapain kalo gue lama-lama. Duluan, ya?" Tanpa menunggu jawaban dari Syifa, Deeva menepuk bahu Kakak kelasnya itu sebelum melangkah pergi.---
Rio itu labil, selalu membuat Deeva kesal.
"Mau nggak? Kalo nggak mau ya udah." Baru saja Deeva berbalik, Rio sudah mencegahnya.
"Tapi Dee, kalo gue pake ini, gue kayak cewek dong."
Deeva menghela napas. "Kan lo yang ngusulin ke gue. Gimana, sih?"
"Tapi kan, gue nggak serius."
"Ya udah." Karena sudah jengah, Deeva memilih menyudahinya. Percuma saja berdebat dengan Rio.
"Dee, tapi lo suka nggak?"
Lagi-lagi, Deeva menghela napasnya. Entah sudah berapa kali dia menghela napas hari ini di depan Rio. Itu karena laki-laki itu yang bertingkah labil dan membuatnya kesal. "Suka, warnanya lucu."
"Ya udah, beli deh sepasang."
Deeva mengangguk senang. Gadis itu melangkah mengikuti Rio yang berjalan ke arah penjual gelang.
"Udah, ini aja?" Rio menatap Deeva yang sedang memperhatikan gelang-gelang yang lain.
Deeva mengangguk. "Itu aja."
Lima belas menit yang lalu, Deeva diajak Rio jalan-jalan setelah menemani laki-laki itu bermain futsal bersama teman-teman sekolahnya. Tadinya, Deeva menolak dengan alasan, mereka teman-teman sekolah Rio. Tapi, laki-laki itu berusaha meyakinkan Deeva kalau tidak akan ada hal buruk yang akan terjadi. Akhirnya, Deeva menurut.
Rio lalu mengajaknya ke salah satu toko gelang, membeli sepasang gelang polos dengan warna merah muda. Awalnya, memang Rio yang menyarankan, tapi tiba-tiba dia marah-marah tidak mau membelinya. Karena menurunya, itu terlalu girly.
"Kita makan dulu, ya? Gue laper. Di sekitar sini ada rumah makan bebek goreng."
Deeva mengangguk. "Tapi, emangnya nggak kemaleman?"
"Nggak, sebentar doang."
Lagi, Deeva hanya bisa menganggukkan kepalanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
ALTERIO
Teen Fiction"So, can you choose?" || Cover by @jacalloui Copyright© 2016, by Oolitewriter